Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asvi: Andaryoko Anggota PETA, Tetapi Bukan Supriyadi

Kompas.com - 13/08/2008, 20:51 WIB

PENGAKUAN mengejutkan muncul dari Semarang, Selasa (12/8). Andaryoko Wisnu Prabu, 89 mengaku sebagai Supriyadi, pejuang PETA yang juga pahlawan nasional yang ditulis sejarah menghilang. Benarkah dia adalah Supriyadi? Berikut wawancara persdanetwork dengan sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam terkait pengakuan Andaryoko Wisnu Warman Adam.

Sebagai sejarawan, bagaimana komentar Anda soal pengakuan Andaryoko bahwa dirinya adalah Supriyadi ?

Sebetulnya bukan satu kali ini ada orang yang mengaku Supriyadi. Paling tidak sudah lebih dari lima kali ada orang yang mengaku Supriyadi. Dalam hal ini ada dua hal, ada supply-demand. Maksud saya, dalam situasi kritis, orang butuh apa yang disebut dengan ratu adil. Misal dengan adanya tokoh yang dianggap menyelesakan persoalan, apakah pahlawan yang hilang. Nah di tengah kebutuhan masyarakat itu, ada Andaryoko yang di Semarang cukup lama dikenal sebagai budayawan, yang tahu banyak tentang peristiwa Blitar, yang ternyata tahu banyak tentang Supriyadi, yang akhirnya dipercaya sebagai Supriyadi.

Apakah Anda berpikir dia Supriyadi atau bukan ?
Saya lebih meyakini dia sebagai anggota PETA yang kemudian bekerja di Semarang di bidang pemerintahan dan mendapat kedudukan yang cukup lumayan, dan dia orangnya cerdas dan sehat, sehingga sampai sekarang masih umur panjang. Sebagai seorang anggota PETA yang ada di Blitar, dia tahu segala kegiatan PETA di Blitar. Tapi mungkin bukan Supriyadi, karena anggota PETA yang ada waktu itu kan ratusan.

Bagaimana caranya untuk membuktikan kebenaran yang bersangkutan Supriyadi atau bukan ?
Waktu Try Soetrisno jadi Wakil Presiden itu ada orang di Jogja ngaku sebagia Supriyadi. Kemudian Pak Try meminta Utomo Darmadi adik tiri Supriyadi untuk datang ke Jogja, dan mengecek dua hal. Pertama ngajak ngomong Belanda dan orang itu gak ngerti. Kemudian dia mencoba menanyakan sesuatu dalam bahasa populer jepang, orang itu gak bisa nangkap. Supriyadi itu sekolah MULO dan STOVIA, jadi bahasa Belanda lumayan, juga latihan jepang, Jadi banyak menguasai istilah-istilah Jepang, tapi orang itu dua-duanya nggak bisa.

Bagaimana dengan Andaryoko ?
Ini kan orangnya sudah sangat tua. Tetapi dalam percakapan dengan Baskara Wardaya dia sama sekali tidak pernah mengucap istilah bahasa Belanda satupun. Padahal orang yang berusia 70-80 seperti ibu SK trimurti, itu pasti keluar istilah Belanda karena pernah sekolah, pasti masih lengket. Ini kan cuma jawa saja

Cara lain ?
Bisa melalui keterangan-keterangan dia. Kita bisa mempercayai tokoh sejarah berdasarkan keterangan/pengetahuan yang dia sampaikan. Kalau informasi itu keliru kita bisa meragukan integritas dia.

Lalu, bagaimana dengan Andaryoko ?
Hampir banyak sekali dari informasi yang dia sampaikan itu tidak cocok dengan fakta historis.

Misalnya ?
Misalnya dia menyatakan 17 agustus dia hadir waktu upacara penaikan bendera, dan bahkan ia ikut mengerek bendera. Padahal secara historis yang mengerek bendera itu adalah Latif Hendradiningrat, yang dibantu seorang anak kecil berpakaian celana pendek. Dia juga menyatakan sidang BPUPKI dia ikut membawakan tas Bung Karno, jadi apakah betul BK untuk ikut sidang itu bawa tas atau bagaimana.

Lainnya ?
Dia menyatakan sidang-sidang untuk menetapkan UUD 45 di gedung juang yang sekarang. Sebetulnya itu keliru juga karena sidang itu di gedung Pantjasila yang sekarang berada di dalam kompleks Deplu Pejambon. Dan yang menurut saya yang sangat aneh, dia tahun 45 menolak untuk ikut dalam pemerintahan karena dia meramalkan dalam 20 tahun lagi akan ada huru-hara di Indonesia dan ketika itu orang yang dukung Bung Karno akan tersingkir. Dia milih di luar pemerintahan. Menurut saya itu klenik, mistis, karena CIA saja tidak bisa meramalkan dengan tepat. Kemudian dia juga hadir di dalam Supersemar diserahkan di istana bogor, jadi banyak sekali kebetulan yang menimbulkan tanda tanya. Pengakuan Andaryoko dipertanyakan karena dia itu hadir di mana-mana. Dia itu tokoh mistis yang bisa meramal kejadian pada 20 tahun yang akan datang.

Lalu, bagaimana jika dia memang benar Supriyadi ?
Persoalannya, pahlawan nasional selama ini diusulkan oleh Depsos itu adalah orang yang sudah meninggal.  Karena kalo belum meninggal diangkat jadi pahlawan, dan lalu dia melakukan hal tidak terpuji, itu akan sangat memalukan bangsa. Kalau Supriyadi sudah dinyatakan Pahlawan Nasional, dan ternyata ada orang masih hidup, apakah gelar kepahlawanan  itu akan dicabut atau dicancell, menunggu sampai dia meninggal baru dikembalikan gelarnya, jadi agak repot juga. Karena selama ini, dia dinyatakan hilang meninggal.

Apa selama ini sudah ada upaya untuk mengecek Supriyadi memang sudah meninggal ?
Pemerintah juga melakukan upaya penggalian sebelum diangkat pehlawan. Dicari keterangan bahwa ada seorang haji di Banten yang menguburkan Supriyadi, ditunjukkan foto Supriyadi, dan pak haji di Banten itu tahu. Lalu kemudian ditemukan kerangka yang ternyata oleh adik tirinya dikatakan bukan punya ciri-ciri Supriyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com