JAKARTA, SELASA - Penyidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir nampaknya menemui jalan buntu. Penyidik kesulitan untuk menemukan tersangka baru setelah mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Pr ditetapkan sebagai tersangka. Muchdi yang selama ini diharapkan bisa sebagai pintu masuk untuk membongkar konspirasi pembunuhan aktivis HAM ini, memilih tutup mulut selama dalam penyidikan.
Menurut keterangan sejumlah sumber di Mabes Polri, Selasa (22/7), dari awal penyidikan sampai berkas dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, Muchdi membantah semua tuduhan terlibat dalam pembunuhan Munir. Ia tidak mau bicara sedikit pun, kecuali menjawab "ya" dan "tidak". Jawaban yang diberikan Muchdi lebih banyak "tidak".
Penyidik Bareskrim Mabes Polri sebenarnya ingin mengorek lebih banyak keterangan dari Muchdi tentang orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Munir, termasuk motif dan otak di balik konspirasi pembunuhan di atas pesawat ini. Penyidik memiliki indikasi adanya keterlibatan orang lain dalam kasus pembunuhan ini. Namun penyidik menemui jalan buntu karena Muchdi Pr memilih diam. Paling banter hanya menjawab "ya" atau "tidak".
"Kita tunggu saja, barangkali nanti di sidang mau ngomong. Kita kesulitan alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Munir ini," ungkap salah satu sumber di Mabes Polri.
Berkas penyidikan tersangka Muchdi Pr sampai saat ini masih P-19 atau belum lengkap. Pekan lalu, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyidikan tersangka Muchdi ke Bareskrim Polri lengkap dengan petunjuknya untuk dilengkapi. Tidak diperoleh informasi bukti apa saja yang harus dilengkapi oleh Polri. "Ini bukan untuk konsumsi publik. Yang jelas kami akan segera melengkapi sesuai petunjuk kejaksaan, secepatnya," elak Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira.
Kapolri Jenderal Sutanto, sebelumnya (Senin, 21/7), mengakui adanya kesulitan penyidik menemukan alat bukti untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus pembunuhan Munir. Menurut Kapolri, polisi tidak bisa bekerja dan menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa ada alat bukti.
"Kalau hanya analisis penyidikan atau informasi intelijen, tidak bisa kita gunakan sebagai dasar menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kita butuh alat bukti. Sistem hukum kita seperti itu. Kalau sistem juri, kita bisa mengajukan seseorang ke persidangan hanya berdasar informasi. Kalau kita butuh alat bukti minimal dua," jelas Kapolri. (Persda Network/Sugiyarto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.