Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuali Peleburan di Tlatah Jawa Timur

Kompas.com - 21/07/2008, 00:59 WIB

”Dari segi kedekatan budayanya dengan Jawa Tengah, Mataram Kulon lebih kuat. Bahasa sehari-hari yang digunakan lebih halus dibandingkan Mataram Wetan. Wilayahnya merupakan bekas Keresidenan Madiun,” ulas pengajar Universitas Negeri Malang ini.

Sebelah timur Mataraman adalah tlatah Arek. Batas alamnya adalah sisi timur Kali Brantas. Sungai ini menjadi penting sejak abad keempat, baik segi perdagangan maupun interaksi antara wilayah pesisir dan daerah pedalaman. Tlatah kebudayaan ini membentang dari utara ke selatan, dari Surabaya hingga Malang.

Setelah industrialisasi masuk, wilayah ini menjadi menarik bagi pendatang. Menjadikannya salah satu melting pot atau kuali peleburan kebudayaan di Jatim. Pendatang dari berbagai kelompok etnis ada di sini untuk mencari ”gula” ekonomi yang tumbuh pesat. Meski luas wilayahnya hanya 17 persen dari keseluruhan luas Jatim, separuh (49 persen) aktivitas ekonomi Jatim ada di kawasan ini.

Budayanya merupakan sentuhan dari aneka kultur baik lokal maupun asing, membentuk komunitas Arek. Mereka mempunyai semangat juang tingi, solidaritas kuat, terbuka terhadap perubahan, mau mendengarkan saran orang lain, dan mempunyai tekad menyelesaikan segala persoalan melalui cara yok opo enake, sama-sama senang.

Komunitas budaya terbesar ketiga adalah Madura. Wilayahnya di Pulau Madura. Karakteristik kultur warganya pun berbeda dengan masyarakat di tlatah Mataraman. Kondisi lingkungan dan geografis di lahan kering turut membentuk budaya yang berbeda dengan budaya Jawa yang lahannya relatif subur.

Menurut Kuntowijoyo, keunikan Madura adalah bentukan ekologis tegal yang khas, yang berbeda dari ekologis sawah di Jawa. Pola permukiman terpencar, tidak memiliki solidaritas desa, sehingga membentuk ciri hubungan sosial yang berpusat pada individual, dengan keluarga inti sebagai unit dasarnya (Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940, 2002).

Karakteristik lingkungan dan budaya inilah yang membuat banyak orang Madura bermigrasi ke daerah lain, terutama di Jawa Timur bagian timur untuk ”mengejar rezeki”. Wilayah ini merupakan tanah tumpah darah - kedua orang Madura Pulau. Banyak imigran Madura bermukim bersandingan dengan orang berbudaya Jawa. Kawasan ini sering disebut sebagai Pandalungan.

Menurut Prawiroatmodjo (1985), kata pandalungan berasal dari bentuk dasar bahasa Jawa dhalung yang berarti ’periuk besar’. Wadah bertemunya budaya sawah dengan budaya tegal. Budaya Jawa dengan budaya Madura, membentuk budaya baru, Pandalungan. Hasilnya, masyarakat berciri agraris-egaliter, bekerja keras, agresif, ekspansif, dan memiliki solidaritas yang tinggi, tetapi masih menempatkan pemimpin agama Islam sebagai tokoh sentral. Daerahnya meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang dan Jember.

Lain lagi dengan wilayah di ujung timur, yakni wilayah Banyuwangi. Pertemuan tiga budaya ada di sini, Jawa, Madura, dan Osing. Budaya Osing yang merupakan warisan kebudayaan Kerajaan Blambangan (abad ke-12) merupakan sentuhan dari budaya Jawa Kuno dan Bali.

Orang Osing dikenal sebagai petani yang rajin dan seniman yang andal. Tari Gandrung merupakan salah satu simbol budaya ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com