Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemilau dan Heroisme Pagoda Shwedagon

Kompas.com - 19/07/2008, 13:48 WIB

SAAT sastrawan Rudyard Kipling (1865-1936) mengunjungi Pagoda Shwedagon di Yangon, Myanmar, tahun 1889, dia menggambarkan pagoda itu seperti ini: sebuah kedipan keajaiban indah yang berkilau dalam matahari. Hampir 120 tahun kemudian, saya berkesempatan mengunjungi Pagoda Shwedagon dan harus diakui bahwa Kipling benar adanya.

Begitu menyusuri jalan-jalan di Yangon, bekas ibu kota Myanmar, kilau emas Pagoda Shwedagon seolah-olah memanggil untuk datang kepadanya. Di tengah guyuran hujan gerimis akhir Juni, sore itu saya dan beberapa rekan wartawan dari negara-negara anggota ASEAN menetapkan hati untuk datang ke pagoda tersuci bagi umat Buddha di Myanmar itu.

Dari hotel, kami naik taksi, sebuah sedan Carina putih keluaran tahun 1986. Sopir taksi keturunan India menyebut ongkos 2.500 kyat (sekitar Rp 25.000) untuk kami berempat. Sekitar 20 menit kemudian, tibalah kami di depan kompleks Pagoda Shwedagon.

Sopir taksi membawa kami masuk melalui gerbang selatan. Di depan gerbang, kami disambut dua patung raksasa penjaga di tiap-tiap sisi, yang dalam bahasa setempat disebut chinthe, makhluk mistik setengah singa. Di antara kedua chinthe, anak tangga menjulang menuju pelataran pagoda. Pengunjung harus melepas alas kaki begitu tiba di depan anak tangga pertama.

Ada lebih dari 100 anak tangga dari gerbang sampai ke pelataran pagoda. Di sisi kanan-kiri anak tangga terdapat kios-kios yang menjual pernak-pernik seperti miniatur patung Buddha serta keperluan berdoa seperti dupa dan bunga.

Sebelum memasuki pelataran Pagoda Shwedagon, turis asing diwajibkan membayar biaya masuk 5 dollar AS (sekitar Rp 46.000). Lalu, dimulailah perjalanan mengelilingi kompleks pagoda yang harus searah jarum jam.

Para pengunjung pagoda kebanyakan berasal dari Myanmar. Dalam balutan pakaian tradisional, sarung (longyi) dan kain panjang, mereka berdoa dengan khusyuk di depan stupa-stupa dan patung Buddha. Pagoda dibuka untuk umum sejak pukul 04.00 hingga pukul 21.00 sehingga memungkinkan banyak orang berkunjung ke tempat ini.

Saat kami memotret, seorang biksu mendekat dan bertanya dari mana kami berasal. Nama biksu itu U Kyaw Mint. Dia akhirnya mengantarkan kami berkeliling sambil menceritakan berbagai hal mengenai Pagoda Shwedagon.

Rambut Buddha

Shwe dalam bahasa Myanmar artinya emas. Dagon adalah nama kuno Yangon. Jadi, Shwedagon artinya pagoda emas di kota Dagon. Pagoda Shwedagon adalah yang terbesar dari jenisnya di dunia ini. Kebesarannya bisa disandingkan dengan Angkor Wat di Kamboja atau Candi Borobudur di Indonesia.

Stupa utama tingginya 98 meter, terbuat dari batu bata dan seluruhnya dibalut lempengan emas. Puncak stupa yang menyerupai payung, atau disebut hti, dihiasi 5.448 butir berlian dan 2.317 rubi. Di bagian paling atas, terdapat bongkahan berlian 76 karat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com