Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Byarpet Bisnis di KBN

Kompas.com - 11/07/2008, 00:19 WIB

Pascal S Bin Saju

Masalah ekonomi akibat jalan rusak, kemacetan, dan banjir belum semuanya teratasi oleh investor di Kawasan Berikat Nusantara atau KBN, Jakarta Utara. Kini, para investor di KBN kembali gelisah dengan rencana pemerintah untuk melakukan pemadaman bergilir akibat defisit pasokan listrik di Jakarta. Sebagian investor di KBN yang gelisah mengancam akan hengkang dari sana.

Siti M Siregar, Manajer Personalia PT Gunung Abadi, salah satu perusahaan garmen di KBN Cakung, tampak tegang siang itu. Siti Siregar tengah pusing menghadapi aksi sekitar 200 buruh yang menuntut kenaikan upah. Pada saat yang sama, ia juga merisaukan pasokan listrik dari PT PLN (Persero).

Semua investor KBN memang terpukul akibat pemadaman listrik bergilir selama ini. Bulan lalu, mereka mendapat pemadaman bergilir selama satu hingga dua jam per sekali jadwal PLN melakukan pemadaman. Sekarang PLN akan memberlakukan lagi pemadaman pada 11-25 Juli 2008.

”Seluruh kegiatan perusahaan bergantung pada listrik negara. Kami belum tahu kalau akan ada jadwal pemadaman listrik lagi. Pemadaman bulan lalu saja sudah membuat kami terpukul,” kata Siti yang berada satu ruangan dengan Direktur Utama Gunung Abadi Oh Young Chull.

KBN memiliki tiga wilayah usaha, yaitu Cakung, Marunda, dan Tanjung Priok, yang menyerap sekitar 80.000 pekerja. Dari sekitar 118 industri di KBN, 80 persen bergerak di industri garmen dan pakaian jadi.

Gunung Abadi dibangun investor asing yang bernaung di bawah payung Kyung Seung Trading Co Ltd, Seoul, Korea Selatan. Selain Korea Selatan, investasi di KBN juga didominasi Taiwan, China, Hongkong, dan Singapura.

Melalui kaca tembus pandang di ruang kerjanya, Siti dan bosnya mengontrol seluruh kegiatan yang dilakukan sekitar 800 buruh. Ketika listrik padam selama dua jam bulan lalu, mereka kewalahan. ”Listrik padam tiba- tiba tanpa ada pemberitahuan,” kata Siti.

Chull yang duduk tak jauh dari Siti mengatakan, jika ada rencana pemadaman lagi, sebaiknya mereka diberi tahu. ”Jangankan padam satu jam, 10 menit saja membuat seluruh proses produksi terganggu. Target produksi sehari pasti tidak tercapai.”

Pemadaman listrik amat mengganggu kegiatan industri garmen. Gangguan itu dimulai dari hulu hingga hilir, yakni dari pembuatan desain atau patron baju, pemotongan, hingga penjahitan. Desain sekarang ini dilakukan dengan komputer.

Investor kecewa

General Manager PT Uni-Enlarge Industry Indonesia Herlina Lee menyatakan, investor kecewa terhadap buruknya pasokan listrik di kawasan itu. Di satu sisi, negara ingin memacu investasi dan meningkatkan ekspor demi peningkatan devisa negara serta penyerapan tenaga kerja, tetapi di pihak lain infrastruktur pendukungnya tidak memadai.

Pemadaman listrik yang dilakukan bulan lalu di kawasan industri terbesar nasional itu telah menyulitkan investor. Hal itu mengganggu kegiatan produksi dan menyurutkan minat investor mengembangkan usaha.

Dampaknya, rantai produksi terganggu dan jadwal kerja untuk buruh menjadi acak-acakan. Jadwal lembur atau jam kerja menjadi kacau-balau karena pergeseran waktu, hasil produksi tidak sesuai target.

Kegagalan mencapai target mengakibatkan jadwal pengiriman barang ekspor lewat kapal laut tertunda. Kapal yang semula sudah di-booking tetap berangkat sesuai dengan jadwal yang tertera dalam kontrak.

Sementara para buyer dari Amerika Serikat dan Eropa tidak mau tahu dengan persoalan itu. ”Mereka hanya tahu, barang harus tiba tepat waktu sesuai pesanan. Kami terpaksa mengeluarkan ongkos mahal karena barang harus dikirim melalui udara agar tepat waktu sehingga kami tidak kena penalti,” kata seorang investor.

Mereka berharap gangguan akibat kekurangan pasokan listrik tidak terjadi lagi. Listrik sangat dibutuhkan oleh para investor di KBN.

Pejabat Pengganti Sementara (PGS) Asisten Sekretaris Perusahaan KBN Sentot Yoga Tamtomo mengakui, investor sudah lelah menghadapi berbagai gangguan, mulai dari jalan macet, jalan rusak, banjir, hingga jembatan rusak. Dampak dari gangguan itu masih dirasakan investor sampai saat ini.

Musibah banjir awal Februari 2007 juga merugikan KBN sebesar Rp 18,08 miliar. Hampir 40 persen bangunan pabrik lumpuh total dan kawasan tidak beroperasi dua minggu. Akibatnya, sekitar 29,6 juta dollar AS hilang dari devisa negara. Kerugian hilangnya jasa penyewaan, kerusakan bangunan pabrik, gudang, dan jasa angkutan barang mencapai Rp 6,86 miliar.

Sentot mengatakan, jika kini pasokan listrik ke kawasan itu terus-menerus terganggu, jelas membuat investor kecewa dan terpukul.

Padahal, investasi asing yang ada di wilayah ini 135,77 juta dollar AS dan investasi dalam negeri Rp 204,46 miliar. Nilai ekspor selama triwulan pertama tahun 2008, berdasarkan angka penerbitan surat keterangan asal adalah sebesar Rp 229,7 juta dollar AS. Pada tahun 2007, nilai ekspornya mencapai sekitar 750 juta dollar AS.

Sentot mengungkapkan, selama ini pemadaman listrik selalu dilakukan secara tiba-tiba. Hingga kemarin saja, seluruh kawasan itu belum menerima surat pemberitahuan resmi dari pihak PLN tentang rencana pemadaman bergilir pada 11-25 Juli ini. Dengan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, pengusaha tidak bisa mengantisipasinya.

Terlepas dari pernyataan Sentot, listrik merupakan energi utama di KBN. Tanpa listrik, KBN lumpuh. Padahal, pemerintah berjanji menyiapkan karpet merah bagi para investor yang mau masuk ke Indonesia. Jangan menyiapkan karpet, memenuhi kebutuhan listrik yang ada saja tidak mampu, apalagi untuk investasi baru.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com