Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MT Zen, Khawatirkan Negara Gagal

Kompas.com - 27/06/2008, 09:23 WIB

Dari Redaksi:

Menyambut Ulang Tahun ke-43 Harian Kompas, harian ini memberikan penghargaan kepada lima cendekiawan berdedikasi. Kelima cendekiawan itu adalah Guru Besar Emeritus Universitas Airlangga Soetandyo Wignyosoebroto, Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Satjipto Rahardjo, Guru Besar Institut Pertanian Bogor Sayogyo, Anggota Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung MT Zen, dan Staf Ahli Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Thee Kian Wie. Kompas menulis pandangan kelima cendekiawan itu mengenai persoalan bangsa. Karena keterbatasan ruang di Harian Kompas cetak, kami sajikan wawancara lengkap kelima pakar itu di Kompas.com.

***

Oleh Wartawan Kompas, Tri Harjono dan Brigitta Isworo Laksmi

USIA sepuh, 77 tahun, tidak menghalangi geolog kawakan Mudaham Taufick Zen untuk beraktifitas. Selain mengajar, anggota Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga bekerja di sebuah perusahaan asuransi di Jakarta. Tugasnya memperkirakan dampak gempa, terhadap infrastruktur suatu kota.


Di setiap akhir pekan, barulah ia dapat menikmati waktu senggang di rumahnya yang di asri dan banyak pepohonan di kawasan Bandung Utara. Di rumah ini pula, MT Zen produktif menulis. "Di Jakarta, saya tidak bisa menulis…," ujarnya. "Di kawasan Bandung Utara, karena udaranya segar, gagasan mengalir lancar," kata pendiri Jurusan Teknik Geofisika ITB ini.
 
Meski latar belakang pendidikannya geologi dan geofosika, MT Zen kelahiran Mentok, Bangka 14 Agustus 1931 ini, mahir menulis berbagai masalah sosial dan sastra. Maklum, minatnya memang sangat luas.
 
Selain mendalami geologi khususnya kegempaan, dia juga menyukai sastra, filsafat, musik klasik, bahasa dan olahraga. Di bidang musik, misalnya, penyandang Bintang Mahaputra ini paham betul karya-karta Bach, Mozart dan Beethoven.
 
Di bidang olahraga, dia masih aktif naik gunung, bela diri Aikido, menyelam dan renang tujuh kilometer seminggu dua kali. Soal bahasa, jangan ditanya. Ia menguasai lima bahasa asing, yakni Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dan Jepang. Enam buku dan ratusan karya ilmiah di jurnal-jurnal ilmiah, juga telah lahir dari tangannya. "Menulis itu menjadi kebutuhan," kata guru besar di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Wina, Ausria ini.
 
Satu hal yang mencemaskan MT Zen adalah kekhawatiran Indonesia menjadi negara yang gagal seperti halnya Somalia dan Dharfur Sudan, dimana orang saling berbunuhan. Tidak ada aturan. "Indonesia bisa menjadi negara yang gagal, jika tidak bisa survive di tengah kultur baru abad 21," ujarnya. Menurut dia, abad 21 memiliki kultur tersendiri karena segala sesuatunya akan bersifat maya, misalnya, modal maya dan industri maya.
 
Membangun harga diri
 
Mempersiapan Indonesia menghadapi abad ke-21, dalam pandangan MT Zen tidak bisa ditunda-tunda lagi. Arus globalisasi dengan segala dampaknya terus bergulir. Di sisi lain, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah internal yang sangat berat, terutama kesalahan dalam pengeloaan lingkungan alam dan kegagalan sumber daya insani.
 
Di bidang sumber daya insani, misalnya, sistem pendidikan Indonesia gagal menciptakan manusia-manusia berkarakter yaitu yang punya harga diri, kebanggaan diri, berani bertanggung jawab, dan punya etika.
 
Kondisi ini diperparah dengan merebaknya korupsi dengan cara-cara yang tidak konvensional serta dalam jumlah yang sangat besar, bahkan mencapai triliunan. "Karena itu pemberantasannya pun harus dengan cara-cara yang tidak konvensional. Jika perlu, dengan potong "lehernya" sebagai shock teraphy," kata anggota Akademi Ilmu Pengetahuan New York ini.
 
Meski Indonesia sudah dalam kondisi parah, MT Zen tetap berkeyakinan Indonesia masih punya masa depan yang cerah. Langkah yang paling utama adalah Indonesia harus dipimpin oleh orang yang berkarakter, punya keberanian mengambil tindakan, punya inisiatif dalam pembangunan serta memiliki visi jauh ke depan. "Kalau tidak, Indonesia akan celaka," ujarnya.
 
Selain itu, Indonesia juga harus tegas memberantas korupsi serta membenahi sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang diimpikannya adalah sistem pendidikan yang memberi makna pada kehidupan, pendidikan yang bisa membebaskan pikiran dari segala ketakutan serta prasangka, serta bisa membentuk manusia yang beretika.
 
Pendidikan, tambahnya, adalah motor penggerak dari transformasi kebudayaan-satu hal yang amat dibutuhkan bangsa ini. Bukan reformasi kebudayaan melainkan transformasi kebudayaan. Transformasi adalah perubahan menyeluruh mulai dari akar-akarnya. Bahasa Jermannya, ein um werten allerwerten. Jadi tata nilai juga harus kita rombak. Itu untuk melahirkan apa yang saya sebut suatu technological cultural. Yang kita tuju itu budaya tapi dasarnya itu technology, untuk melahirkan masyarakat berbasiskan pengetahuan dengan dasar-dasar etika yang kuat tetapi motor penggerak transformasi itu adalah pendidikan.
           
Negara adidaya
 
Berkebalikan dari kondisi di atas yang serba muram, MT Zen menegaskan, Indonesia sebenarnya memiliki semuanya yang dapat membuatnya menjadi bangsa yang besar, negara adidaya. Sayangnya, semua modal positif itu saat ini diurus secara keliru.
 
Dia menyebut wilayah Indonesia sebagai benua maritim-suatu daerah yang sangat istimewa dibandingkan dengan negara-negara lain misalnya dengan Thailand, Malaysia, Laos, atau Kamboja. Terutama yaitu ukuran luasnya yang luar biasa besar.
 
”Kita juga amat diversified, keanekaragamannya amat tinggi. Kalau kita pintar, kita bijaksana, kita dapat memanfaatkan ini, dan akan merupakan aset. Tapi sebaliknya, jika kita tidak bisa mengelolanya malah itu bisa menjadi masalah. Kita itu Trans-Indonesia multietnik, multikultural, multilinguistik,” ujarnya.
 
Pria yang bercita-cita memiliki hutan di rumahnya ini itu menuturkan, Indonesia bagi dia adalah merupakan laboratorium alami. ”Indonesia sebagai liebenstraum, ruang gerak, ruang bernafas, ruang hidup rakyat kita. Dan dilihat dari segi posisinya, geo politik, geo strategik, sangat-sangat hebat. Bila kita sempurna saja sedikit dengan pertahanan kita, kita betul-betul bisa menguasai South East Asia itu dengan amat mudah. Siapa yang dapat menguasai Asia Tenggara akan dapat dengan mudah menguasai Asia Timur. Itu konsep geopolitik saya.”
 
Untuk menjadi negara adidaya persyaratannya besar. ”Saya menyebut teori the maritime strategic defense. Sebuah inisiatif yang tidak bisa mencontoh dari siapapun, itu harus kita kembangkan sendiri,” ujarnya. Konsep tersebut melibatkan sumber daya alam atau alam lingkungan sebagai modal. Dengan teori dan konsep itu, tegasnya, Indonesia akan mampu menguasai Asia Tenggara bahkan Asia Timur. 
 
Saat ini secara kewilayahan, Indonesia berada di tengah-tengah negara-negara adidaya. Di Asia Timur di bagian utara Indonesia terdapat China yang sudah menjadi negara adidaya, India di bagian lebih selatan sedang mengarah menjadi adidaya, dan di selatan Indonesia ada Australia yang merupakan negara Amerika. 
 
”Di tengah itu (baca: Indonesia) ada vakum. Alam tidak suka dengan vakum -menyebabkan ketidakseimbangan. Jadi di tengah itu harus ada negara adidaya. Kita bisa menjadi negara adidaya; dengan resources dan orang-orang kita, dengan kebudayaan kita....”
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com