Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenis Kelamin Bayi Tidak Tergantung Posisi

Kompas.com - 17/06/2008, 09:45 WIB

Mau anak laki-laki, miringlah ke kanan saat berhubungan intim. Mau anak perempuan, miring ke kiri. Ah, itu, kan cuma mitos. Jadi, bagaimana yang benar?

Beberapa mitos yang berlaku di lingkungan masyarakat masih dijadikan acuan dalam soal penentuan jenis kelamin. Misalnya saja ada teori jatuh cinta. Siapa yang jatuh cinta lebih dulu, maka jenis kelamin anak akan mengikutinya. Dengan kata lain, anak pertama bakal lahir laki-laki karena saat pacaran, ayahnya yang jatuh cinta lebih dulu. Sebaliknya, jika ibu jatuh cinta lebih dulu, akan memperoleh anak pertama dengan jenis kelamin perempuan.

Sementara itu, ada pula yang percaya, jika si wanita mengandung anak perempuan wajahnya terlihat pucat tetapi rajin berdandan. Bentuk perutnya pun mirip telur dan condong ke bawah. Sedangkan bentuk perut yang menonjol ke atas bayinya laki-laki.

Posisi saat berhubungan intim juga disebut-sebut berpengaruh pada jenis kelamin anak. Calon ibu miring ke kanan untuk memperoleh bayi laki-laki, miring ke kiri untuk mendapatkan bayi perempuan.

Yang sampai saat ini masih bertahan adalah pendapat bahwa kondisi pria menjadi penentu jenis kelamin anak. Bila suami dalam kondisi lebih prima, lebih kuat, dan jantan akan memperoleh anak laki-laki. Istri pun dianjurkan untuk mencapai puncak lebih dulu sebab pembuahan yang terjadi di awal hubungan masih tampak segar, maka yang lebih dominan adalah kromosom Y yang gesit. Jika pembuahan tanpa puncak dari pihak wanita maka lajunya pun akan lebih lambat. Akibatnya, yang dominan adalah kromosom X.

FAKTOR PENENTU

Yang dipertanyakan lebih jauh, apakah bayi laki-laki atau perempuan terjadi berdasarkan kebetulan semata? Maksudnya, apakah pertemuan sperma X dan sperma Y, atau sperma X dengan sperma Y, terjadi begitu saja?

Hasil penelitian menunjukkan, masing-masing kromosom memiliki karakter dan struktur yang unik. Sperma Y bersinar terang, bentuknya bundar, ukurannya hanya sepertiga dari kromosom X, jalannya gesit, tetapi lebih cepat musnah. Sedangkan sperma X bentuknya panjang, besar, jalannya lamban, dan bertahan hidup lebih lama.

Hal tersebut dikaitkan dengan kondisi wanita di antara dua periode menstruasi. Pada masa subur wanita, sebuah sel telur yang sudah masak meninggalkan indung telur (ovulasi). Sel ini hanya bisa dibuahi hanya dalam jangka waktu 12 jam.

Apakah anak yang dihasilkan perempuan atau laki-laki tergantung pada sperma mana yang dalam waktu dua belas jam berhasil bertemu dengan sel telur wanita.

Apabila pasangan suami-istri melakukan hubungan intim saat terjadi ovulasi, kemungkinan besar bayi yang bakal lahir laki-laki. Sebab, ketika sperma X dan sperma Y berlomba-lomba berusaha mencapai sel telur, sperma Y yang jauh lebih gesit akan bertemu sel telur lebih dulu. Sebaliknya jika hubungan intim dilakukan sebelum tiba ovulasi, kemungkinan bayinya perempuan karena sperma sudah lebih dulu ada sebelum sel telur dilepaskan. Maka sperma X mempunyai peluang lebih besar karena bisa bertahan hidup lebih lama. Sedangkan sperma Y sudah musnah sebelum terjadi ovulasi.

Tentu saja metode ini pun masih sulit dipertahankan kebenarannya. Karena bagaimana suami bisa menghitung dengan tepat bahwa sperma X yang akan mencapai sel telur atau sebaliknya.

Metode di atas kemudian berkembang lagi dengan inseminasi buatan. Nah, buat pasangan yang memang menginginkan pengendalian jenis kelamin anak bisa berkonsultasi dengan ahli andrologi yang umumnya dimiliki rumah sakit bersalin. Tetapi, metode ini juga tidak bisa menjamin pasti berhasil, manusia hanya boleh merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com