Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Ingin Pulang ke Indonesia...

Kompas.com - 06/06/2008, 08:46 WIB

BUKAN pertama kali kisah prihatin ini ditayangkan dalam berbagai media di Tanah Air. Namun, hingga hari ini nasib mereka tetap saja belum berubah.  Berpuluh tahun berlalu, dan harapan untuk menghabiskan masa tua di tanah kelahiran masih hanya sebatas mimpi.

***

Soekarman dan Uzhara Awal duduk di kursi yang saling berseberangan di ruang tamu Wisma Indonesia di Moskwa, Rusia, Minggu (1/6) malam. Mereka berbaur dengan belasan staf Kedutaan Indonesia, termasuk Duta Besar Hamid Awaluddin.

Dalam ruangan itu juga hadir beberapa wartawan, perwakilan dua bank swasta nasional, serta jajaran pimpinan PT Minang Jordanindo yang baru menandatangani proyek pembangunan pabrik alat berat ChTZ Uraltrac di Indonesia.  Acara malam itu memang ditujukan untuk menyambut rombongan dari Jakarta ini.

Tapi, Soekarman dan Uzhara adalah undangan khusus Dubes Hamid Awaluddin. Sehari sebelumnya, saat berkunjung ke kawasan industri Uraltrac di Chelyabinks, sebuah kota di Rusia bagian tengah, dua jam perjalanan dengan pesawat, Hamid mengungkapkan keinginannya untuk mengajak serta para eks-WNI yang terkendala untuk kembali ke Tanah Air, saat peristiwa 1965 berkecamuk.

Soekarman yang kini telah menginjak usia 76 tahun masuk Uni Soviet pada tahun 1962 untuk mengikuti pendidikan di Akademi Tank dan Artileri Medan (Armed).  Ia masih sangat segar. Bahkan, dengan tegas ia mengaku selama 13 tahun terakhir ia belum pernah sakit. Mungkin ini berkat aksi donor darah yang dilakukannya secara rutin. Luar biasa.

Sementara itu, Uzhara adalah putra Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia datang ke Soviet tahun 1958. Sutradara muda dan anggota PARFI ini dikirim untuk mendalami perfilman, bersama dengan Syuman Jaya. Ia terlihat lebih kalem ketimbang Soekarman. Dengan senyum tipis, sisa-sisa ketampanan praktisi film seangkatan Soekarno M Noer ini masih lekat terlihat.

Sayang, setelah berpuluh tahun peristiwa Gerakan 30 September 1965 berlalu, keduanya tak bisa kembali ke Indonesia. "Syuman Jaya kembali tahun 1964, jadi dia bisa pulang, saya harusnya kembali tahun 1965 tapi tidak bisa," kata Uzhara lirih.

Undang-undang di Indonesia sesungguhnya sudah memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan status warga negara Indonesia. Sebelumnya, isu inilah yang kerap mengganjal mimpi para eks-WNI untuk kembali. Tapi toh keberadaan regulasi baru tersebut pun belum memecahkan masalah. "Kalau mereka menggadaikan statusnya sebagai warga negara Rusia, mereka akan kehilangan tunjangan dan pensiunnya. Sementara kalau kembali, umur mereka tak akan diterima di job market Indonesia. Lalu bagaimana? Padahal banyak dari mereka yang ingin meninggal di Indonesia. Persoalannya kapan orang meninggal? Kan tidak ada yang tahu," ungkap Hamid.

Soekarman mengaku mendapatkan pensiun sebesar 350 dollar AS per bulan. Sementara Uzhara mendapat 500 dollar AS per bulan. Jumlah itu, ditambah dengan jaminan perawatan kesehatan dan penggunaan kendaraan umum gratis di Rusia. Sebuah kondisi yang sangat sulit diperoleh di Indonesia tentunya.

"Kalau ada orang yang mau menggaji Anda dengan nilai yang sama di Indonesia, Anda mau pulang?"

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com