Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bunuh Diri di Gunung Kidul Tinggi

Kompas.com - 09/05/2008, 14:17 WIB

Gunung Kidul, Kompas - Kasus bunuh diri di Gunung Kidul masih tinggi. Data dari Kepolisian Resor Gunung Kidul mencatat telah terjadi 184 kasus bunuh diri dalam lima tahun terakhir. Tiap bulan, rata-rata terjadi tiga kejadian bunuh diri yang mayoritas masih memilih dengan cara menggantung diri. Cara pencegahan paling efektif bagi upaya bunuh diri adalah dengan pemberdayaan masyarakat sekitar.

Menurut konselor kedukaan, Totok S Wiryasaputra, penyebab utama bunuh diri karena seseorang mengalami kedukaan dan merasa sangat kehilangan secara wujud maupun abstrak. "Dengan budaya di Indonesia yang masih malu menghadap psikolog, penempatan ahli psikologi di tiap puskesmas tidak akan membantu," ujarnya dalam seminar kedukaan patologis di Dinas Kesehatan Gunung Kidul, Kamis (8/5).

Tingginya angka bunuh diri di Gunung Kidul masih menempati urutan pertama dibandingkan dengan daerah lain di tingkat provinsi DI Yogyakarta maupun nasional. Bunuh diri, lanjut Totok, sebenarnya bisa menimpa siapa saja tanpa memandang agama, suku, maupun status sosial, apalagi cenderung tidak ada keseragaman dari tiap orang dalam menyikapi kehilangan dan kedukaan yang dialami.

Kedukaan serta kehilangan sendiri sebenarnya adalah sesuatu yang alami. Ini karena kehidupan merupakan rentetan dari kehilangan serta kedukaan. Di satu sisi, kehilangan dan kedukaan bisa menjadi sarana perubahan maupun pertumbuhan. "Jika tidak dikelola dengan baik, kedukaan dan kehilangan bisa menjadi tidak normal dan berubah menjadi patologis," ungkap Totok.

Kondisi ketika seseorang mengalami kedukaan patologis ini pula yang berpotensi memicu kejadian bunuh diri. Kedukaan menjadi patologis karena tidak dialami secara utuh dan penuh, terutama apabila rasa duka itu tidak terekspresikan atau tertunda. Gejala kedukaan patologis antara lain bisa dilihat dari ketakutan berlebihan, depresi, hingga halusinasi. Pulung gantung

Mitos pulung gantung dengan adanya tanda dari langit supaya orang bunuh diri, menurut Totok, merupakan salah satu wujud dari proses halusinasi dari pelaku bunuh diri. Sebelum memutuskan bunuh diri, biasanya pelaku sudah menunjukkan tanda-tanda gejala kedukaan patologis. Biasanya mereka pernah mengungkapkan keinginan bunuh diri secara verbal maupun nonverbal. Namun, untuk mendeteksi gejala menuju bunuh diri masih sulit dilakukan.

"Orang yang bunuh diri sebenarnya tidak putus asa, melainkan hidup tanpa penolong serta selalu merasa sendirian. Mereka memiliki rasionalisasi berbeda karena menganggap bahwa tindakan bunuh diri adalah jalan keluar terbaik," kata Totok.

Penanganan bunuh diri dinilai tidak akan berhasil jika hanya tergantung kaum profesional seperti psikolog atau pekerja sosial. Masyarakat sekitar pelaku sebaiknya mengenali tanda-tanda usaha bunuh diri sehingga bisa terus melakukan pendampingan serta penanganan dengan kreatif dan efektif.

"Kader kesehatan harus diberi pendampingan supaya mengenal tanda- tanda bunuh diri sehingga bisa mencoba mendengarkan perasaan orang lain serta memberikan penerimaan seutuhnya," tutur Totok. (WKM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com