Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wow, Rahasia Penis Kuda Liar

Kompas.com - 06/05/2008, 13:53 WIB

Susu kuda liar sudah tak asing lagi di telinga saya. Bagaimana dengan sate kuda liar? Ini yang lebih menarik buat dijajal, meski daging kuda juga bukan hal baru buat saya. Terakhir kali, saya makan sate jaran (kuda) di Magelang, Jawa Tengah.

Suatu sore, seorang teman kantor mengatakan ada penjual sate kuda di kawasan Jakarta Selatan. Wah, pantang hukumnya kalau tak segera disambangi. Segeralah ajak dia meluncur ke sana.

Kedai mungil yang terletak di jalan raya Radio Dalam, tampak lengang. Hanya kami berdua saja pelanggan malam itu. Jika mata tak awas, pasti papan putih kecil bertulisan Sate Kuda 99, luput dari perhatian.

Kami disambut oleh Sjahrir, peracik menu kuda liar. Saya memesan seporsi sate kuda dan sop iga kuda. Ada juga sate kelinci, tetapi tidak ada persediaan. "Kelinci lagi susah, jadi stok kosong," katanya.

Kuda di restoran ini langsung diterbangkan dari Sumbawa. Sjahrir bercerita, awalnya, kuda diambil dari daerah Yogyakarta, tetapi sering mendapat kuda yang sudah tua, sehingga dagingnya alot. Jadi, ia beralih ke kuda-kuda liar di Sumbawa.

Rata-rata usia kuda liar ketika dijadikan sate sekitar satu tahun. Setiap minggunya, 30 kg daging kuda dihabiskan untuk melayani pelanggan. Proses pengirimannya pun tidak sembarangan.

Sebelum daging dikirim, penjual kuda di Sumbawa mengirimkan sampel darah kuda yang akan disembelih ke Jakarta, untuk diperiksa dokter hewan, apakah kuda liar itu bebas virus. Setelah oke, barulah kuda liar siap diolah menjadi daging dan dikirim ke Jakarta.

Kebanyakan, pembeli tidak menyantapnya di tempat, melainkan membeli daging mentah untuk dimasak sendiri. "Rata-rata mereka membeli daging kuda untuk obat asma, jadi lebih sering mengambil daging mentahnya untuk dibawa pulang. Biasanya dimasak sup," terangnya.

Hmmm...makanan kami telah tersaji di meja. Sate kuda, ketika saya gigit, waduh, potongan daging pertama cukup alot. Saya harus berjuang sebelum menyantapnya. Untunglah, daging yang kedua tidak seliat yang pertama. Jika dibandingkan dengan ayam, sapi atau kambing, rasa kuda lebih mirip sapi. Hanya, karena seratnya lebih besar, daging kuda lebih alot.

Efek yang saya rasakan dari daging kuda liar ini, sedikit berbeda dengan daging kuda yang saya santap beberapa waktu lalu di Magelang. Kalau waktu itu, panasnya langsung terasa di tubuh saya, kali ini, nyaris tak terasa panas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com