Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Strategi Melindungi Rumah dari Kebakaran

Kompas.com - 02/05/2008, 11:51 WIB

Secara teori, api terbentuk jika ada ada unsur, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen. Oleh para ahli, ketiga unsur pembentuk api itu dinamai segitiga api. Untuk menimbulkan api, ketiga unsur itu harus ada dan berhubungan. Oleh sebab itu, apabila ingin memadamkan api, maka paling sedikit satu di antara ketiga unsur itu harus dihilangkan atau dipisahkan. Atau dengan kata lain, hubungan di antara ketiga unsur itu harus diputuskan.

Tak Semua Pakai Air
Yang paling umum digunakan untuk memadamkan api adalah air. Air yang mengguyur api akan menurunkan suhu panas. Selain itu, sebagian air yang dipergunakan untuk mengguyur akan menguap menjadi uap air. Nah, uap air inilah yang akan memisahkan api dari oksigen. Karena dua hal dari segitiga api—yaitu panas dan oksigen—tidak ada, api pun jadi padam.

Tapi, tidak semua api bisa dipadamkan dengan air. Air bisa memadamkan api yang bahan bakarnya dari kayu, kain, plastik, atau kertas. Api yang berasal dari percikan listrik tidak bisa dipadamkan dengan air. Air malah bisa menghantarkan aliran listrik sehingga api menjadi besar. Bisa jadi, si pemadam malah terkena sengatan aliran listrik. Jika terjadi kebakaran akibat aliran listrik, hal pertama yang harus dilakukan adalah memutuskan aliran listrik, setelah itu baru bisa diguyur dengan air.

Lalu, bagaimana dengan minyak tanah atau bensin? Api yang bahan bakarnya berasal dari kedua unsur itu mesti dipadamkan dengan zat kimia. Wujudnya bisa berupa busa atau karbondioksida. Menggunakan air tak akan memadamkan api karena berat jenis minyak lebih kecil dari air. Ketika diguyur air, minyak akan berada di atas air, dan tetap berhubungan dengan oksigen. Alhasil, api akan tetap menyala malah bisa makin menyebar karena air akan mengalirkan minyak ke segala arah.

Ibu-ibu kita pasti pernah mengajarkan untuk menutup api dengan karung goni basah. Ini bisa dilakukan jika api masih dalam skala kecil. Karung goni yang dibasahi akan menutup jalur masuknya oksigen sehingga api padam.

Alat Pemadam Api Ringan
Sebagai pertolongan pertama terhadap kebakaran, dinas kebakaran menganjurkan setiap rumah memiliki alat pemadam api ringan (APAR). Ada dua jenis APAR yang kini beredar di pasaran, yaitu APAR berbentuk tabung dan yang terbaru berbentuk kapsul.

Tabung pemadam (sering disebut fire extinguisher) adalah APAR yang paling terkenal. Yang paling umum dipakai adalah tabung yang berisi karbondioksida (CO2). Begitu CO2 disemprotkan, akan memenuhi udara. Karena berat jenisnya lebih besar dari oksigen, ia akan berada di bawah dan menutupi hubungan api dengan oksigen. Api pun padam.

Selain berisi CO2, ada tabung pemadam yang berisi gas halon atau dry chemical (berisi sodium bikarbonat atau potasium bikarbonat). Dry chemical dinilai lebih cepat memadamkan api karena langsung melapisi api dengan bubuk. Namun, ia akan meninggalkan residu yang bisa merusak barang-barang elektronik.

Bentuk Kapsul
Sekarang ini ada teknologi terbaru untuk APAR. Alat yang diberi nama Bonpet Inno ini berbentuk kapsul kaca berisi cairan kimia, yang dapat memadamkan api pada media kayu, kertas, tekstil, plastik, linen, karet, dan seluloid.

Cara kerja kapsul pemadam kebakaran ini adalah menurunkan suhu dan menutup jalan masuk oksigen. Ketika terjadi kebakaran, kapsul dapat dilemparkan ke titik api atau dicampurkan ke dalam air, dan akan bekerja pada jangkauan lebih kurang 7-10 meter. Saat temperatur sekitar 85-90 derajat Celcius, kapsul akan pecah secara otomatis. (rma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com