JEO - News





Kamis, 15 Agustus 2019 | 06:39 WIB

Apa perlunya pidato Megawati Soekarnoputri ditranskrip?

Dalam pidato kali ini, banyak rahasia dapur partai yang dibawakan dengan lepas, penuh tawa, bahkan ekspresif. Ada pula sindiran tajam bagi para aktor politik yang meluncur mulus di sini.

Fenomena gelagat disintegrasi, nasi sebesar telur, hingga jatah kursi menteri di kabinet, meluncur dengan selingan banyak cerita lisan ala emak-emak laiknya berbicara kepada anak-anaknya.

Seperti apa tepatnya? Untuk inilah transkrip berjeda hari ini tetap disajikan....


LEBIH dari satu jam, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri berpidato, Kamis (8/8/2019).

Tak seperti jamaknya dia berpidato di depan publik dan disiarkan langsung oleh banyak stasiun televisi, Megawati tampil lepas.

Tertawa terbahak, ekspresif, berjoget, bahkan menyentil banyak tokoh nasional, jadi bagian dari pidato politik perempuan ini.

Isi pidatonya pun tak seluruhnya mengikuti teks tertulis yang dia baca. Ini sebenarnya hal biasa buat Megawati. Namun, ekspresinya, lebih dari biasa.

Hal biasa lainnya adalah isi pidato yang tiba-tiba bisa terkait dengan urusan dapur dan perut. Padahal, materi yang dia bacakan terkait urusan yang biasa bikin kening berkerut, yaitu riset.

Baca juga: Perjalanan Politik Megawati, dari Pengusaha Pom Bensin hingga Penguasa Medan Merdeka Utara 

Tak dimungkiri, ada bayang-bayang Soekarno, ayah Megawati, dalam gerak langkah perempuan ini dan partai yang dipimpinnya. Pidato ini bukan perkecualian.  

Menjadi menarik, semua hal yang biasa dan tak biasa itu terjadi di tahun politik yang menandai dua kali berturut-turut kemenangan nasional PDI-P, baik di pemilu legislatif maupun pemilu presiden.

Ini juga upaya Kompas.com mendokumentasikan jejak satu-satunya perempuan Indonesia yang terhitung sampai saat ini menjadi ketua umum partai politik selama 26 tahun terakhir. 

Berikut ini transkrip utuh pidato Megawati saat membuka Kongres V PDI-P, Kamis (8/8/2019), berdasarkan rekaman video siaran langsung (live) Kompas TV dari hitungan waktu 00:28:45 sampai 1:33:23. 


SOLID BERGERAK

Assalamuallaikum wrwb,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan,

Yang saya hormati Presiden dan Wapres RI 2014-2019 Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Yang saya hormati Presiden dan Wapres RI terpilih 2019-2024 Bapak Joko Widodo dan Bapak KH Ma’ruf Amin.

Rekan2 dari kabinet indonesia kerja yang telah hadir dan saya ingin mengucapkan terima kasih banyak atas kehadirannya.

Senior partai yang jadi saksi perjuangan PDIP. Para ketua umum partai dan sekiranya beserta sekjen partai, termasuk Ketua Umum Gerindra Bapak Prabowo Subianto yang juga berkenan hadir menghangatkan kongres V PDIP.

Iya lho, kan capek ya, kalau disuruh namanya tempur terus.

Jadi, kan Pak Prabowo waktu ketemu saya kan heboh ya media. Padahal saya cuma tanya gini, “Mas, nanti mau enggak saya undang ke Kongres PDI-P? Kl ndak mau ya ndak papa...” Eh ternyata beliau mau.

Iya lho, kan capek ya, kalau disuruh namanya tempur terus. Ya sudahlah. Nanti tempur lagi di 2024. Siap? (Dengan senyum lebar, mata berbinar).

Di sini juga ada, ya karena juga sudah jadi kader PDI-P, namanya BCP, Basuki Cahaya Purnama. Terkenal namanya Ahok.

Saya suka heran ya, kita ini bicara soal Pancasila, gotong royong. Katanya itulah yang namanya dasar falsafah negara kita. Iya terus masa enggak boleh ya namanya mau Aseng, mau Ahok, mau Badu, mau apa. Kalau dia warga negara Indonesia, ya sudahlah.... 

Ada yang bilang, "Ibu jangan dong panggil Pak Ahok lagi, Pak Ahok lagi, Pak Ahok lagi..." Lha  saya bilang memang namanya dia begitu, masa terus kita enggak boleh panggil? Terus saya musti, saya menghapalkan Basuki Tjahaya Purnama?

Pak Purnama, apa kabar? (Tertawa...)

Ya kan seneng, ya, kalau tertawa ya....

Yang tidak kenal dengan saya saja kalau ketemu senyum manis, salaman. Kalau dulu mana mau, Pak Jokowi? Saya sudah merasakan ditinggal orang.

Lalu, TKN Jokowi-Pak Ma’ruf Amin. Banyak soalnya yang minta diundang. Saya sendiri sampai bingung. Masih sampai terakhir pun minta, "Kenapa saya tidak diundang? Kenapa saya tidak diundang?"

Terus saya bilang dengan Sekjen. "Enak lho, gini lho, To, kalau jadi pemenang terus lho. Semua orang mau merapat."

Yang tidak kenal dengan saya saja kalau ketemu senyum manis, salaman. Kalau dulu mana mau, Pak Jokowi? Saya sudah merasakan ditinggal orang.

Siapa lagi ya? Aduh.. sudah rasanya...

Tamu undangan dan rekan-rekan media yang selama ini telah membantu kami terus meliput, terutama saudara-saudara utusan Kongres V PDI-P yang saya banggakan, kader dan simpatisan PDI-P di seluruh pelosok negeri yang saya banggakan dan cintai, serta saudara-saudaraku sebangsa dan se-Tanah Air.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya kita dapat bertemu kembali di Pulau Dewata, tempat spirit keberagaman dan tradisi tetap terjaga.

Selamat datang seluruhnya, terutama kembali kader-kader partai utusan resmi Kongres V PDI-P yang kali ini bertema "Solid Bergerak untuk Indonesia Raya".

Selain itu, Bapak Presiden, kalau tidak ada penggembira, tidak ada bonek, itu bukan PDI-P. Jadi mereka sudah ada di halaman, ada lapangan Matahari Terbit. Jumlahnya saya kira mencapai 12.000-an orang, yang datang sudah dari 2 hari yang lalu.

Sebelum saya menyampaikan pidato politik, izinkan saya sampaikan sebuah belasungkawa mendalam atas wafatnya ulama sederhana yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri untuk mensyiarkan islam sebagai sebuah rahmat semesta alam, islam yang mengalun indah dalam harmoni keberagaman indonesia.

Saya dekat dengan, panggilannya Mbah Moen, KH Maimun Zubair. (Terisak). Doa kami menghantar ke haribaan-Nya.

Baca juga: Mengenang KH Maimun Zubair

Saudara-saudara sekalian,

Dari kajian pusat analisa dan pengendali situasi partai PDI-P memperlihatkan satu fenomena disitengrasi yang muncul secara sistematis pada Pemilu 2019.

Fenomena tersebut hampir saja mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Bagi PDI-P, hal ini merupakan suatu isu serius yang tidak bisa dipungkiri dan tidak boleh diabaikan.

Partai memiliki kesadaran penuh bahwa hanya persatuan dan kesatuan adalah syarat mutlak bagi suatu bangsa. Tidak ada satu pun kebaikan yang dapat dicapai oleh bangsa ini jika terjadi perpecahan, jika terjadi “perang saudara”

Atas pertimbangan tersebut, maka saya sebagai ketua umum yang mempunyai hak prerogatif, maka saya memutuskan kongres partai untuk dipercepat.

Sikap politik partai, langkah dan strategi partai, terutama menyangkut upaya mencegah terjadinya disintegrasi bangsa harus diputuskan di dalam suatu rapat tertinggi partai, institusi tertinggi partai, yang dinamakan kongres partai.

Saudara-saudara sekalian, saya secara pribadi pun melakukan perenungan yang dalam atas fenomena disitengrasi pada Pemilu 2019.

Saya sehingga teringat pada pesan ayah saya, Bung Karno, dalam amanatnya pada tanggal 17 agustus 1954, menjelang pemilu pertama tahun 1955. Saya kutip:

Dan sebagai sudah aku katakan berulang-ulang, janganlah pemilihan umum nanti menjadi suatu arena pertempuran politik demikian rupa hingga membahayakan keutuhan bangsa. Gejala-gejala akan timbulnya pertajaman, pertentangan2 antara kita, antara sesama kita, telah ada. Gejala2 akan karamnya semangat toleransi sudah muncul. Tidakkah orang sadar, bahwa tanpa toleransi itu maka demokrasi akan karam? Oleh karena demokrasi itu sendiri adalah sebuah penjelmaan daripada toleransi.

Kader-kader PDIP yang saya cintai,

Resapi kata-kata Bung Karno tersebut. Toleransi dan demokrasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam berpolitik.

Jika sikap perilaku intolerasi kalian gunakan dalam pemilihan umum maka demokrasi Pancasila yang kita cita-citakan akan musnah, persatuan bangsa akan musnah, kekuatan bangsa akan musnah, kejayaan semangat gotong royong akan musnah. Dan yang nanti tinggal hanyalah teror dan anarki, kekacauan, dan kesedihan.

Kalau kita lihat di dalam abad modern ini, di dalam abad 21, mereka-mereka yang telah mengalami sebuah perang saudara di Timur Tengah. Bayangkan mulainya saja dari abad 20 sampai sekarang belum ada solusinya. Apakah kita tidak cinta indonesia?

Ingat, tahun depan kita sudah memasuki kembali agenda pemilhan umum, yakni pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 atau pilkada.

Di sana termaktub pemilihan gubernur dan wakil gubernur terjadi di 9 provinsi. Pemilihan bupati dan wakil bupati di 254 kabupaten, yang berada di 32 provinsi. Pemilihan wali kota dan wakil wali kota di 37 kota yang berada di 18 provinsi. Banyak lho....

Bayangkan jika fenomena disintegrasi pada Pemilu 2019 justru menguat di Pilkada Serentak 2020 yang kemudian lalu jadi air bah yang tak terbendung! Apa yang akan terjadi dengan indonesia?

Harus kita renungkan bersama jika hal itu terjadi, lalu apa makna dan sebenarnya faedah kemenangan pemilihan umum bagi rakyat, bangsa, dan negara? Siapa yg menderita? Bukan kaum elite tapi rakyat kita!

Saya ingatkan kepada seluruh kader partai, jangan karena ambisi menduduki kursi kekuasaan lantas membuat lupa daratan! Kader banteng tidak boleh asal menang lalu mainkan metode teror dan propaganda kebencian dan fitnah!

Jangan kalian merekayasa keyakinan masing-masing sebagai satu-satunya kebenaran mutlak. Tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini, seolah kebenaran personal dan kelompok adalah kebenaran yangabsolut. Padahal kebenaran absolut hanya pemiliknya yaitu Tuhan YME, Allah SWT. 

Strategi seperti itu jelas membahayakan keutuhan bangsa. Ingat, anak-anakku, jika strategi itu yang kalian pilih, maka pemilihan langsung yang telah direncanakan dan dibuat begitu sulit oleh rakyat untuk memilih pemimpin justru akan berujung derita bagi rakyat.

Saudara2 sebangsa dan se-Tanah Air,

Demokrasi yang Indonesia anut tidak sama dengan demokrasi lain negara. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila.

Dalam Pancasila, demokrasi adalah suat alat, alat untuk mencapai masyarakat adil makmur yang sempurna. Bisakah itu terjadi? Bisa!

Sedangkan pemilihan umum adalah alat untuk menyempurnakan demokrasi itu. Jadi namanya saja pemilihan umum, orang secara umum memilih.

Siapa yang umum itu? Kita semua warga negara Indonesia. Jadi, pemilihan umum sekadar alat untuk menyempurnakan demokrasi Pancasila.

Kalau sikap perilaku menebarkan kebencian dan hujatan merajalela karena pemilihan umum, kalau keutuhan bangsa berantakan karena pemilihan umum, kalau tenaga bangsa remuk redam karena pemilihan umum, maka sebenarnya dengan pikiran jernih sesungguhnya demokrasi itu telah dilumpuhkan.

Jika ada yang memainkan strategi itu dalam pemilihan umum maka pemilihan umum akhirnya hanya menjadi suatu alat menyeret bangsa ini—pasti--meninggalkan Pancasila, menjadi alat yang dengan sistematis mengingkari amanat UUD 1945.

Artinya, siapa pun yang menggunakan pola-pola tersebut telah dengan sengaja pula memporak-porandakan NKRI dan dengan sengaja pula melenyapkan pula bhinneka tunggal ika dari bumi Indonesia.

Dapatkah kalian bayangkan sekiranya hal ini terjadi? Lalu apa solusinya dan adakah solusinya? Menurut saya, tidak ada. Ya sudah, porak poranda.

Saudara-saudara sekalian,

Bung Karno pernah mengatakan, jangan sekali-sekali melupakan sejarah, atau disingkat jas merah. 

Izinkan saya mengingatkan kembali warisan bagi kita dari para pahlawan, para pendiri bangsa ini. Lupakah kita, begini banyak?

Saya kira tidak di setiap negara yang namanya ada taman maka pahlawan. Tidak di setiap negara. Tapi kalau di indonesia, bisa di setiap daerah ada taman makam pahlawan.

Lalu, apa artinya? Apakah kemerdekaan yang kita dapatkan itu hanya karena dibeli atau diberi oleh orang lain?

Bukti paling nyata, merekalah pejuang-pejuang yang belum ada republik ini. Di taman makam pahlawan, coba kita lihat di Kalibata.

Saya dari sejak dulu kalau namanya berziarah, nyekar, ke Kalibata, di sana banyak yang namanya nisan tidak bernama. Anonim. Mereka, saya sering lihat, tidak ada yang memberi bunga.

Oleh sebab itu, dari kecil, sejak anak-anak saya masih kecil sampai sekarang, cucu-cucu saya dari kecil sampai sekarang, kalau saya berziarah ke taman makam pahlawan, apalagi bagi mereka yang tidak bernama, selalu saya berikan doa dan bunga.

Apa artinya?

Apakah kalian lupa, kemerdekaan ini artinya tidak mudah didapat? Jadi kita jangan mensia-siakan yang telah diperjuangkan oleh mereka para pejuang, para pahlawan, disebut pahlawan.

Indonesia ini banyak pahlawan. Saya sudah, boleh dibilang dua per tiga dunia sudah saya kunjungi. Baik sebagai orang biasa, baik sebagai anggota DPR, baik sebagai wapres, presiden. Bertemu orang penting dan lain sebagainya.

Setiap kali kalau saya resmi diundang saya selalu memasukkan acara saya, saya harus pergi ke taman makam pahlawan di negara-negara tersebut. Gunanya apa? Saya ingin menghormati mereka dan kedua saya ingin tahu seberapa banyak.

Indonesia ini banyak taman makam pahlawan. Artinya, mereka rakyat yang tidak bernama, rakyat yang tahu arti kemerdekaan.

Jadi, jangan setelah menikmati, lalu kita mencoba-coba dengan ilmu baru, (bilang) itu tidak cocok, Pancasila itu apa tidak ada artinya, kita harus rombak, kita harus dirikan yang lain sifatnya.

Mari kalau mau seperti itu, saya berkata, jangan main di jalanan, hanya menyengsarakan rakyat. Datang ke DPR. Ada kan sudah yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat? Kita bicara!

Dari kalau mereka mengaku tapi tinggal di bumi pertiwi Indonesia ini apakah mereka tidak merasa sebagai warga negara Indonesia? Mari, datang. Kita bicara.

Tapi, bagi saya, sudah tidak ada pembicaraan. Final. Untuk apa dibicarakan? Sudah seperti begini kita. Apa tidak tergugah hati mereka, di mana mereka menghirup udara? Bukan di negara lain. Mereka menghirup udara Republik Indonesia tercinta.

Makanya, kalau kita diwariskan Pancasila, kan orang suka ribut ya?

Aduh, saya ini masak sudah pensiun, pensiun presiden—wah kan sudah paling top di Indonesia ini—sama Pak Jokowi tahu-tahu saya ditelepon oleh Pak Seskab waktu itu.

Saya sedang ada di luar negeri. Beliau bilang, “Ibu, Ibu diberi tugas." Tugas apa? "Untuk  menjadi ketua dewan pengarah sebuah badan baru. Badan pembinaan ideologi Pancasila."

Wah, keren ya, saya pikir. Terus seperti apa itu badan? "Itu berupa unit kerja presiden".

Terus saya spontan, saya bilang ke Pak Pram, Seskab itu Pak Pram, Pramono Anung. Pram, kamu itu mbok jangan main-main lho. Jelek-jelek, saya ini Presiden kelima lho. Lha mosok melorot, melorot unit, unit kerja presiden.

Aku bilang, kasih tahu dong ke presiden, biar sedikit keren. “Itu sdh diputuskan, Bu”. Ya Allah, saya bilang. Gimana ya, saya mikir dulu ya.

Pak Pramono itu kan tahu adat saya. Tapi saya terus mikir. Tapi kok itu pembinaan ideologi Pancasila. Ya sudah deh, Pram, tak terima deh, biar cuma unit doang.

Coba? Pak Jokowi kan kebangetan, ya? Enggak lihat saya, hei? Bayangkan!

Sampai saya waktu ketemu beliau, Pak yang bener aja dong. Masak saya udah keren ketua dewan pengarah, eh tahu-tahu unit kerja.

Menteria aja saya panggil pasti enggak mau. Pasti yang datang apa? Dirjen? Mungkin enggak dirjen. Apa ya di bawahnya. Direktur? Hola, eselon pira iku?

Jadi begitu langsung saya bilang, Pak, kalau saya disuruh kerja buat Pancasila terus hanya unit kerja, enggak usah, Pak, saya enggak mau.

Saya bilang. insyaAllah Bapak kan mau saya pilih lagi, saya suruh terpilih lagi. Tolong dong unit kerja ini dikerenin dikit deh, saya bilang.

Terus beliau bilang, “Jadi apa bu?” Ada dua, Pak. Saya langsung begitu. Kalau tidak badan, lalu dewan.

Tapi saya jawab sendiri. Kalau dewan kebanyakan ngomong, jadi kayak think tank. Enggak deh, Pak. Saya pilih badan lah.

"Kenapa kok badan, Bu?" Kan badan langsung ke Bapak. “Oh gitu ya?” iya. Terus sampai hari ini, susah banget lho ketemu pak Jokowi. Aduh, payah deh..

Padahal, kalau orang Jakarta bilang, saya ini kan empoknya. Tahu empok? Empok tahu? Empok itu ibu. Bukannya embak. Udah ibu-e.

Bayangkan, aduh, aku garuk-garuk kepala deh. Jangan ketawa lah. Bayangkan, keren banget tadinya unit kerja. Aduh. Ckk!

Sudah gitu, belum apa-apa, bang! Saya kalau ingat ketawa sendiri. Saya ini musuh manusia mana sih?

Enggak ada hujan enggak ada angin—kan sekarang kerennya viral ya—masak langsung “Gaji Ibu Megawati di BPIP Rp 120 juta”. Saya langsung tingak-tinguk.

Padahal, di situ, bayangkan, tadinya ada Pak Ma’ruf, sekarang sudah pensiun dia karena saya pilih juga supaya dampingi Pak Jokowi.

Bayangin, ada Pak Mahfud, ada Pak Try. Waduh, ada Pak Syafii Maarif, ada saya. Kok yang ditembak urusan gaji cuma Ibu Megawati Soekarnoputri?

Saya kan tanya ya sama bagian keuangan, apa benar sih sudah keluar gaji BPIP? Padahal kita satu tahun lebih ndompleng sama Seskab itu lho keuangannya.

Terus saya bilang, eh si Pram pula enggak belain saya, ya saya bilang saya sendiri kaget. Hah, gede banget, Rp 120 juta. Saya bilang, bener itu?

Kan Saya pernah presiden, ngerti gaji pokok berapa itu. Tiba-tiba, dung, Rp 120 juta. Saya suruh tanya, tanya sama Ibu Sri, menteri keuangan.

Keren banget? Emang bener jadi gaji pokoknya itu Rp 120 juta? Alahalahalah.. hehe.. Orang yang ngablak itu banyak banget sekarang.

Enak aja, dalam batin saya, kalau enggak ada yang belain...

Eh, Pak Mahfud untung belain saya. “Bu, diem aja”. Enggak tahu ada atau enggak di sini. Enggak kelihatan, Pak, kena lampu. Ada tapi kayaknya BPIP di situ.

Dibelain. Terus Pak Mahfud, pinter juga, "Kenapa cuma ibu mega yang ditanya? Tanya itu dirut-dirut itu gajinya berapa?”

Settttt.. hilang sudah. Aduh, Kebayang enggak ya? Hehe..

Kalian-kalian ini supaya tahu, saya ini dirindu tapi dibenci. (tersenyum lebar) Intermezzo sedikit.

Aduh, capek juga ya jadi ketua umum. Lama lho, Pak, saya ketua umum ini. Hmm.. Hah, Saya ulangi pula...

Mereka wariskan kepada kita Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan bhinneka tunggal ika.

Kenapa coba, orang seneng ke Bali? Padahal kalau ngomong agama, di sini kan Hindu, lho? Tapi kan orang seneng datang ke sini.

Makanya, kenapa sih suka ribut-ribut? Sudah saja datang. Semuanya mau datang ke sini.

Keempat prinsip tersebut bersifat final dan binding. Final, enggak ada koma. Titik! Binding itu tidak bisa dirobek-robek lagi dah. Sudah final dan mengikat seluruh elemen bangsa, tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Saya tegaskan pula bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi, jalan hidup bangsa indonesia. Jangan diperdebat-debatkan lagi. Juga, kalau debat pasti kalah. Pasti kalah!

Saya pernah kok. Mahasiswa datang. Wah. "Saya mau diskusi dengan Ibu Mega." Diskusi soal apa? "Diskusi soal Pancasila. Apa itu pancasila itu, Bu? bla bla bla.. "

Eh, eh, anak muda, nanti dulu. Kamu pernah baca tidak, buku lahirnya Pancasila? Mulai begini (menunduk). Gini ya, janjian, baca dulu yang baik, kalau sudah cari saya, kita debat. Hehehe..

Bener, kapan itu datang lagi, tapi sudah tidak yang kayak sok-sok tahu gitu. Gimana, mau debat? "Iya bu."

Udah baca bukunya? "Sudah bu". Ayo, apa yg mau ditanyakan? "Tidak jadi debat, Bu. Ternyata bagus Pancasila itu ya, Bu." Ya, iyalah, apa yang kamu cari dari 1 sampai 5 sila itu, mbok jangan sok hebat to ya. Ckk..!

Saya yakin tidak ada satu pun dari kita yang sedang berupaya “mengakal2i” pemilihan umum sebagai tumpangan ideologi lain. Saya percaya tidak ada satu pun dari kita yang sedang meretas jalan berkolaborasi dengan siapa pun mereka yang ingin menggantikan pancasila.

Rakyat indonesia yg saya cintai,

Pemilu 2019 telah usai. Saatnya kita duduk bersama dalam semangat Pancasila, demokrasi melalui jalan musyawarah untuk mufakat. Saatnya kita bermusyawarah mencari cara agar Pancasila dapat dibumikan.

Saya sebenarnya menulis ini lalu membaca “dapat membumikan” itu sebetulnya saya sendiri merasa agak salah. Sebenarnya dia itu sudah ada di dalam bumi indonesia.

Bung Karno tidak pernah mengatakan dia adalah pembuat Pancasila. Beliau adalah penggali Pancasila. Tapi ya sudahlah, harus menulis sebuah kata.

Jadi, ya mari kita bumikan kembali. Saatnya bermufakat menemukan jalan konkret untuk implementasi Pancasila agar Pancasila dapat dirasakan dan dinikmati secara nyata oleh rakyat.

Dalam perspektif ideologis yang diajarkan Bung Karno kepada saya, Pancasila bukan suatu ideologi yang utopis. Bukan! Pancasila adalah ideologi terbuka, yang kehadirannya dapat dirasakan oleh rakyat dalam wujud kesejahteraan dan keadilan sosial.

Karena itu, sudah saatnya Pancasila dijalankan dalam kebijakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, baik itu dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, mental, dan spiritual, maupun dalam bidang lingkungan hidup.

Kebijakan pembangunan tersebut harus berdasarkan pada kebutuhan riil rakyat dan dijalankan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan dan potensi bangsa melalui riset yang terencana, terarah, dan terukur.

Saya memang sedang secara internal diskusi terus menerus mengenai masalah penelitian kita. Riset kita. Kita negara besar ini aneh. Kalau bicara riset itu terus banyak sekali yang bicara tapi enggak ada tujuan akhirnya.

Jadi, saya minta kepada Presiden, mbok ya, kalau kita ini mau jadi negara besar musti ada yang namanya sebuah—saya minta lagi badan, supaya langsung ke presiden. lembaga jangan deh—badan  riset nasional. Jadi jelas tujuannya, mau apa.

Umpamanya orang pinter. Daripada cetak sawah juta-jutaan kenapa bukan padinya yang dibikin, umpamanya—apa enggak bisa? bisa!—yang namanya padi sebesar telor ayam. Jangan ketawa. Itu hanya rekayasa. dibuat melalui ilmu genetika.

Makanya kalian itu pinter, supaya kalau ditanya ngerti. Ibu ketum itu bilang bisa yang namanya satu butir nasi yang sak iprit menjadi satu butir sebesar telur ayam.

Kalau itu bisa dilaksanakan, toh kalau perut orang kalau makan—makan apa ya namanya?iyalah makan—nasi tiga telor ayam, kenyang sudah.

Eh, begitu dong tujuan ke depan itu lho! (Jangan) mulek aja! Tahu mulek? Kalau kita ngulek sambal, kan muter aja, uder, uder, uder, tapi enak. Tapi ini, enggak ada hasilnya! Aduh, mabuk dah!

Terlalu sudah terbiasa berbahasa rakyat

Maaf deh Pak Jokowi dan Pak Wapres. Hehe.. Saya ini kalau disuruh berbahasa indonesia yang baik, kadang-kadang suka enggak sabaran lagi. Terlalu sudah terbiasa berbahasa rakyat. Aduh..

Saya sangat mengapresiasi suatu undang-undang yang telah diputuskan bersama oleh pemerintah dan DPR. Wah, saya seneng banget, yaitu Undang-undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Ya iyalah. Ngapain to ya, nanti kalau sudah selalu dibilang beras kurang jalannya itu cuma jalan pintas, impor beras. Saya itu bilang, katanya mau berdikari, katanya mau berdiri di atas kaki sendiri, kok ya mesti selalu kl kurang langsung impor? Aneh!

Kalau nanti itu yang punya beras yang dianya ekspor ke indonesia bilang suatu saat tak bisa lagi ekspor—atau kita terimanya jadi impor—kita mau makan apa, coba? Pikir! Mau makan apa?

Nanti kan (dbilang) itu ibu Megawati tidak memikirkan kehidupan rakyat. Ibu Mega hanya maunya seperti apa pikirannya untuk melaksanakan berdiri di atas kaki sendiri. Tapi kalau sedang terjadi kekurangan, lalu harus dibuat seperti apa?

Itu kan pikirannya orang pendek pikir itu. Banyak, makanan indonesia itu banyak. Maaf ya.

Waktu zaman Orde Baru, aneh lho. Saya itu di DPR di Komisi IV, urusan pertanian, perkebunan, kehutanan, bla bla bla.. Jadi saya itu ya itu.

Ini sama teman saya yang baju-baju kuning ini. Wah, istilahnya dirindu tetapi dibenci.

Ya karena saya itu bilang, masak bagian timur yang makanannya sagu, ubi, singkong, disuruh makan nasi? Nah, susah dah.

Seperti sekarang, kalau sedang ada angin—enggak tahu itu angin barat atau angin timur—banyak pulau-pulau lho tidak bisa suplai beras.

Pancasila itu tidak hanya sebagai pedoman bagi kehidupan bermasyarakat tetapi harus menjadi pedoman pula dalam perencananan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan.

Karena apa? Ya karena tidak ada sawah di sana. Adanya sagu. Mana yg dari maluku, irian, papua, angkat tangan.

Lucu lho orang sana kalau saya datang ke sana. Kamu sudah sarapan? Panggil saya kan mama. "Belum, Mama". Kenapa kok belum, sudah jam 10-an begini? "Saya sudah makan." Terus apa yang kamu makan? "Roti".

Lho, itu bukan makan? "Belum, Mama. Nanti saya akan makan nasi." Lho, jadi kalau sudah makan nasi ya sudah makan atau belum? Lucu kan ya debat sama rakyat kecil nih. "Belum, Mama".

Apa kamu sudah kenyang makan nasi? "Kenyang, Mama." Tapi belum makan? "Belum, Mama." Jadi kalau kamu sudah makan itu, makan apa? "Makan sagu."

Hebat ya? Jadi roti iya, nasi iya, sagu iya. Lha piye to ya, saya cuma mikir, ya kalau ada sagu ya sagunya dibuat roti gitu lho. Ya terus makan siangnya sagu. Enak kok sagu. Saya suka kok, papeda atau apa itu...

UU ini mematrikan kehendak kuat untuk melahirkan kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada hasil riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi, dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

Artinya, Pancasila itu tidak hanya sebagai pedoman bagi kehidupan bermasyarakat tetapi harus menjadi pedoman pula dalam perencananan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan.

Semoga peraturan turunan dari UU ini segera lahir, sehingga Indonesia kembali memiliki sebuah haluan negara berdasarkan ideologi Pancasila.

Sehingga, pembangunan berjalan di atas rel ideologis yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan ilmiah, bukan sekadar memenuhi aspek kepatuhan atas prosedur formal teknokratis. Formal teknokratis itu ya yang seperti tadi, mesti teknisnya ya begitu saja.

Kader-kader PDI-P, 

Kongres adalah ruang musyawarah mufakat untuk merumuskan dan memutuskan strategi yaitu berupa langkah konkret partai untuk membuhul kembali rasa persaudaraan dan semangat kebangsaan. Itulah tanggung jawab yang kita pikul sebagai partai politik.

Kongres akan memutuskan suatu pedoman untuk melakukan evaluasi sekaligus menjadi ajang konsolidasi tiga pilar partai, yaitu kader partai yang ditugaskan di struktur legislatif dan eksekutif.

Kongres pun akan memutuskan suatu pedoman interaksi politik antara partai dan pemerintah untuk melahirkan suatu sinkronisasi kebijakan politik pembangunan yang etis, ilmiah, dan sekaligus ideologis seperti yang telah saya sampaikan di atas beserta contohnya.

Apa bisa? Harus bisa! Bikin beras cilik itu jadi segede telur ayam, bukan sebuah hal yang mengawang-awang. Saya pernah belajar genetika. Jadi saya tahu hal itu bisa.

Kader-kader partai,

Kongres V PDI-P bukan hanya untuk mencari jalan perubahan menuju perbaikan lahir. Partai ini tidak sekadar mencari naiknya semangat.

Temukan jalan perubahan untuk menyongsong regenerasi di internal bangsa maupun global.

Ingat, perubahan yang lahir setiap waktu bisa luntur, dan semangat pun setiap saat bisa luntur. Berupayalah menemukan satu jalan perubahan yang lebih dalam daripada itu.

Temukan jalan perubahan untuk menyongsong regenerasi di internal bangsa maupun global.

Untuk itu semua, 3 pilar hrs mampu mengukuhkan kristalisasi kesadaran politik ideologis yang sedalam-dalamnya.

Kristalisasi itu apa toh? Kalau air kotor, disaring, menjadi jernih, itu kristalisasi. Yamg itemnya, jeleknya, dibuang. Gampangnya begitu.

Kristalisasi itu masuk tulang, masuk sunsum, masuk pikiran, masuk rasa, masuk roh, masuk jiwa. Kristalisasi kesadaran ideologis itu dibutuhkan untuk menjadikan PDI-P sebagai partai pelopor.

Mau tidak menjadi partai pelopor? (3x).. Belum makan siang? Mau tidak menjadi partai pelopor? Mau!! Ya, begitu dong, banteng.

PDI-P harus menjadi partai yang memiliki satu kedisiplinan penuh, satu disiplin ideologi, satu disiplin teori, satu disiplin tindakan, dan satu disiplin gerakan.

Jadi kalau solid bergerak itu satu. Tap! (sambil mengepalkan tangan). Kan asyik? Masak gini-gini (dengan memperagakan lima jari yang bergerak-gerak). Kan enggak. Langsung,  bak! (peragakan tangan terkepal)

Tinju saja mana ada tinju begini? (peragakan lima jari bergerak-gerak). Benar apa tidak? Lha iya. Pasti tinju diajari begini (tangan terkepal). Dag, dag!

Sayang saya perempuan. Sudah gitu, cantik lagi. Masak terus saya tinju-tinju? Masak saya tinju dengan pak Prabowo? Aduh bayangin begini-begini.. Hehe.

Dengan kata lain, PDI-P harus menjadi satu partai ideologis yang solid. Maka ditulisnya solid bergerak. Jadi, maju, jab! Begitu.

Ngomong-ngomong, kan ada baja, ya. Baja itu kan katanya barangnya sudah kuat banget. Kita itu mustinya sekarang sudah ada katanya ada di atas itu. Tapi kayaknya saya masih kayaknya, tapi masak sama pengetahuan mau deny-deny, membantah?

Ada satu jenis logam namanya titanium. Dia itu ya keras tapi luwes. Jadi enggak patah kalau seperti baja. Jadi itu solid bergerak kita itu begitu.

Jadi kalau nonjok, umpamanya, supaya tidak kerasa, bagaimana ilmunya. Nonjoknya kayak kapas, tapi begitu kena pipi orang, orangnya tidak terasa, tapi tiba-tiba sakit! Keren, kan? Iya dong.

Gimana sih? Mbok pakai khayalan, bukan khayalan, itu imajinasi. Kalau kungfu aja bisa lompat gitu.

Kalau nonjok gitu, pap (seperti pelan) gitu, padahal dag! Kelenger deh orangnya. Kita terus diem-diem, manis-manis, kan? Itu orang kan mikir, siapa ya yang nonjok gue ya? Ibu Mega ya? Enggak, saya cantik kok. Gitu lho... Hmm.. Aduh..

Telah saya katakan berulang kali, jika kita tidak solid, sudahlah, tidak usah debat kusir apa, pasti kalah! Tetapi jika kita solid—apa artinya?—, setengah pertarungan politik pasti telah kita menangkan dari awal.

Kemarin itu keren, kan? Ketika saya bilang, stop banteng merumput. Mana Jawa Tengah, angkat tangan?

Waktu itu Pak Prabowo, kita sudah begini (memperagakan bibir bergerak kasak-kusuk), katanya kan dipindahkan poskonya—iya emang,  ini terus terang—dipindahkan posko ke Jawa Tengah.

Baca juga: Pengamat: PDI-P Butuh Gerindra untuk Naikkan Posisi Tawar

Saya sudah mikir nih, “Heh gue datengi juga si Bowo!”.. (menjura ke arah Prabowo, ketawa).. Haha.. sori.. iya dong jengkel dong. Orang sudah tahu itu tempatnya banteng lho. Haha. Aih..

Terus apa, jadi saya bilang gini saja—pak Jokowi juga udah gini aja, pap pap pap... (peragain orang bicara), kayaknya ke Jawa Tengah, gimana, Bu?—, kalem....

Saya bilang, Pak, kalau dia tak ada musuh. Namanya juga banteng, Pak. Dia merumput, Pak. Dia cari makan. Nanti, Pak, Ketum turun ke Jawa Tengah.

Saya perintahnya cuma gini, “Hei, kalian itu banteng apa udu?” Iya. Langsung, “Banteng, Bu”. “Kalau ngono, berhenti merumput! Gosok tanduk kamu!” Lihat dah, langsung bak!

Aduh, capek juga lho, Pak. Situ sih bikin-bikin capek-capek saya. Hahahaha...

Habis, enak saja. Banten bisa menang, ini anak-anak bilang, Jawa Barat bisa menang. Saya bilang—ada enggak ya Ketua TKN—, saya bilang, aduh berhenti dulu deh. Bisa-bisanya Jawa Barat, Banten, menang. Entar dulu deh.

Yang menjadi barometer—makanya (Prabowo berencana) pindah posko—kubilang, itu Jawa Tengah! Tempat bantengku!

Jadi enggak bisa deh, tak suruh banteng itu nglurug. Serbuuuu!! Bener lho, Pak, Mas. Saya manggilnya mas, mas Bowo. Makanya kalau nanti... —ya gatau dong—tolong deketin saya ya. Haha, haha... (Prabowo berdiri dan memberi hormat). Aduh... Haha.. haha..

Ya masak sih serius terus? Ya boleh juga lah.

Mbak Puan kan saya jadikan pengampu. Pengampu, dia. “Tanggung jawab ya sama Jawa Tengah. Awas lho”.

Terus saya perintahnya, “Arek-arek," gitu kan, "Weruh iki sapa?” Mbak Puan Maharani. “Iya, sapa de’e?” Anaknya Ibu Mega. “Iya. Mesti dapat untuk suaranya 500.000!” Gitu. Menang dah dia.

Pak Erlanga, hehe, yang baju ijo juga, jangan mblenjani lho, MD3 lho. Nih, dilihat sama anak-anakku.

Zaman dulu, kita dikibuli terus lho... Untung Ibu Mega lapang dada. Katanya partai pemenang itulah yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia. Eh, gue dipotong, ngek! Gile deh!

Ini Republik Indonesia yang kita cintai? Gile dah.

Saya cuma ngomong sama bapak gue, tuh yang ada di atas (nunjuk gambar Soekarno). Biarin, Pak, enggak apa-apa. Sabar, Pak. Kesabaran revolusioner. Haaaaa...

Hadiahnya sekarang, dua kali menang! Mau enggak, menang tiga kali akan datang? Itu namanya PDI Perjuangan! Ya gitu dong!

Aduh, jangan ditipu terus lah. Duh mabok lah. Itu perpolitikan Indonesia lho, Pak Jokowi.

Mentang-mentang aku perempuan, (dibilang), “Tidak bisa presiden itu perempuan!”. Gue sekarang Presiden kelima! Keren kan? Siapa yang enggak mau angkat perempuan jadi presiden? Haha.. Awas lho ya. Lho ya orang sudah kejadian lho. Masya Allah. Aduh, capek juga itu ya.

Dikit lagi. Sampai mana tadi? Hahahaha.. Aduuh... (Lanjuttt, teriakan). Iya lanjut lah, jojor... Aduh, capek....

Itulah dalam hal itu, maka tema kongres ditetapkan satu terminologi solid bergerak. Jadi dia kuat tapi dia bisa bergerak!

Secara harfiah solid berarti kuat, kokoh, padat, berisi. Gunakan imajinasi politik kalian!

Partai ini harus bergerak dalam kondisi solid. Solid bergerak sebagai partai yang berideologi Pancasila.

Keluh itu sudah pasti mengeluarkan setengah energi, dan itu adalah tanda kelemahan jiwa.

Tentu saja tidak mudah. Tetapi jangan mengeluh! Karena keluh itu sudah pasti mengeluarkan setengah energi, dan itu adalah tanda kelemahan jiwa.

Mesti seperti saya. Seperti tadi. Dibohongi... Ditipu.. Jalan terus!

Saya bilang, “No. Silakan yg tipu, bohongi saya, segala. Enggak apa-apa. Saya jalan terus. Suatu saat kemenangan di tangan kita!”

Banyak kesulitan yang kita hadapi sebagai partai politik tetapi perjalanan yang telah kita lampaui membuktikan bahwa kita bisa survive.

Waktu Presidennya pak SBY, saya bilang sama beliau, “Pak, saya enggak masuk kabinet.” Eh, ditawari 8 atau pira. Menteri lho.

10 tahun (di luar kabinet), hidup juga kok. Meskipun anak-anak tadinya menggerutu, “Ibu gimana sih, sudah susah-susah berjuang, masak sih enggak ada yang masuk.. auauauau.. “.

Gampang saya. Saya juga auauauau.. Itu artinya, “Kalau elu kepingin jadi menteri, keluar dari PDI Perjuangan. Enggak pateken”.

Tapi nanti kalau Pak Jokowi, mesti ada menterinya, mesti banyak. Orang kita pemenang dua kali. Betul atau tidak? Saksikan ya! Ya iyalah. Iya dong!

Jangan nanti, “Ibu Mega, saya kira karena PDI-P sudah banyak kemenangan, sudah ada di DPR, sudah begini, nanti saya kasih cuma empat ya....”

Woy, emoh!! Tidak mau! Tidak mau!! Tidak mau!! Iya dong. Orang yang enggak dapat aja minta! Horeeeee.... Horeeee...  (Joget-joget).

Ini di dalam kongres partai, Bapak Presiden. Saya meminta dengan hormat bahwa PDI-P akan masuk dalam kabinet dengan jumlah menteri yang harus terbanyak!

Sip! (joget2 di podium sambil acungkan dua ibu jari). Itu baru namanya pukulan, deg!

Selama kita solid, kita dapat mengatasi kesulitan-kesulitan itu. Yakinlah, selama kita solid untuk tidak pernah tinggalkan rakyat sebagai sumber dan sebagai tujuan politik, yakinkanlah kita tidak pernah surut! Aih, haqqul yaqin...

Bung Karno itu selalu begitu. Kalau saya dapat rapor (nilai) 3, aduh mau teken bapak saya gimana ya. Karena kalau dia itu, aduh, itu bunderan tintanya, fullpen-nya, 3 itu diwet-wet, srettt, terus tanda tanya. Saya sudah tahu dia marah. Biarin saja.

Tapi terus gini, “Kamu tahu artinya haqqul yaqin? Ainul yaqin?” Aku tu mikir kan dulu, yakin, yakin, apa sih?

Artinya, disuruh perbaiki. Sudah cuma gitu saja. Jadi artinya apa? Musti yakin. Haqqul yaqin, ainul yaqin.

Apa? Ada Bung Karno bersama kita. Yakin, enggak? Bener nih? Dia pasti ada nih. Dia ketawi-ketawi. Iya nanti terus aku dibilang, “Oh, Ibu Mega sekarang supranatural”. Enggak lah.

Ada Bung Karno bersama kita. Karena sesungguhnya kita berjuang dengan Pancasila untuk kemenangan bangsa dan negara.

Terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada PDI-P. Kepercayaan itulah yang membuat kita selalu bangkit.

Kader-kaderku,

Jangan ingkari kepercayaan rakyat! Setialah kepada sumbermu, setialah kepada rakyat sebagai sumbermu! Jadikan kesetiaan itu sebagai energi bagi PDIP untuk membangkitkan semangat rakyat.

Bangkitlah banteng-banteng di seluruh Tanah Air! Bangkitlah seluruh rakyat indonesia! Bangkit dengan jiwa Pancasila!

Berderap serempak! Bergerak serentak! Satukan jiwa pengabdian! Mengabdi kepada Allah SWT, mengabdi kepada Tanah Air, dan mengabdi kepada bangsa Indonesia.

Solid bergerak untuk Indonesia Raya! Indonesia yang sejati-jatinya merdeka! Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Demikianlah, terima kasih.

Wassalamualaikum wrwb
Om shanti shanti om