JEO - Peristiwa





Lebih Kenal dengan Sutopo Purwo Nugroho

Jumat, 5 Oktober 2018 | 17:44 WIB

Update 7 Juli 2019:

Pada Minggu (7/7/2019), Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia. 

Baca: Obituari: Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Humas BNPB dalam Kenangan

Sutopo Purwo Nugroho. Namanya dikenal sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dia selalu memberikan informasi saat bencana terjadi di Indonesia. Apa pun yang jadi pertanyaan wartawan, dia jawab.

Dedikasinya untuk negeri terlihat tak kenal lelah. Padahal, tubuhnya kini digerogoti kanker paru-paru stadium 4B.

 

SUTOPO aktif memberikan informasi terkait bencana, baik yang skala kecil maupun besar. Dia menyampaikan berita-berita bencana lewat media sosial atau mengirim pesan instan di aplikasi bertukar pesan.

Twitter jadi salah satu media Sutopo menjelaskan bencana yang terjadi di Indonesia. Dia sudah mem-posting cuitan lebih dari 12.000 per Jumat (5/10/2018). Tercatat 114.000 akun menjadi follower atau pengikutnya di situs mikroblogging itu.

Akun Twitter Sutopo Purwo Nugroho - (Tangkapan Layar Twitter)

Dia juga rajin mengirimkan rilis pers ke banyak kontak yang mayoritas adalah wartawan. Sutopo dikenal informatif oleh para pewarta. Dia selalu berusaha menjawab pesan atau telepon wartawan yang bertanya soal bencana.

Ini cerita Sutopo tentang masa lalunya, perasaannya yang hancur saat divonis kanker, keinginannya bertemu Presiden Joko Widodo dan artis Raisa Andriana, serta tentang keluarganya.

Kamis (4/10/2018), Kompas.com menemui Sutopo di ruang kerjanya beberapa jam selepas dia menyampaikan konferensi pers terkait bencana Sulawesi Tengah.

Sutopo memang memutuskan untuk menggelar konferensi pers setiap hari pukul 13.00 WIB sejak hari pertama gempa bumi dan tsunami menerjang Sulawesi Tengah.

Mengenakan kemeja coklat dipadu rompi sewarna dengan badge BNPB, Sutopo yang tampak lelah meski berusaha menyembunyikannya, bercerita banyak hal.

Ini cerita Sutopo tentang masa lalunya, perasaannya yang hancur saat divonis kanker, keinginannya bertemu Presiden Joko Widodo dan artis Raisa Andriana, serta tentang keluarganya.       

Kenangan Makan Laron... 

 

SUTOPO kecil hidup jauh dari berkecukupan. Lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 48 tahun silam, ia bercerita pernah tinggal di rumah kontrakan yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan sudah banyak berlubang.

Lantainya pun masih tanah. Kalau musim hujan datang, laron berdatangan dari lubang-lubang tanah rumahnya.

“Kalau musim hujan, dari dalam lantai keluar laron banyak. Kami ambil, kami goreng untuk makan,” kenang Sutopo.

Sutopo ingat, bagi dia dan keluarga, momen makan telur adalah sebuah kemewahan. Ia baru bisa makan telur ketika lebaran.

“Saya kalau makan telur itu kalau enggak lebaran, enggak ngerasain. Jadi sampai sekarang ngerasain nikmatnya telur,” tutur dia.

Sutopo Purwo Nugroho di ruang kerjanya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/10/2018)
KOMPAS.com/FITRIA CHUSNA FARISA
Sutopo Purwo Nugroho di ruang kerjanya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/10/2018)

Karena kondisi keluarganya yang serba kekurangan, Sutopo kecil kerap kali dirundung teman-teman sebayanya, bahkan disingkirkan dari pergaulan.

Ia juga mengaku tidak pernah jadi anak pintar semasa awal sekolah. Kelas 2 SD, misalnya, Sutopo belum bisa baca tulis.

Keadaan berubah oleh karena sosok guru SD-nya yang begitu ia ingat jasanya. Namanya, Sri Suwarti.

Kala itu, sepulang sekolah Sutopo membantu ibunya menyapu halaman. Tak dikira, Sri lewat sepulang mengajar dan memuji Sutopo karena kerajinannya membantu sang ibu.

Dari situ, Sutopo mengaku selalu membantu ibunya menyapu halaman pada jam kepulangan sang guru, demi mendapat pujian.

Beragam predikat dia dapat, mulai dari mahasiswa teladan, juara lomba tingkat nasional, mahasiswa berprestasi, hingga lulus dengan predikat cumlaude dan sarjana termuda.

Berangkat dari pujian itu, Sutopo punya semangat untuk belajar dan mengejar ketertinggalan pelajaran.

“Saat itulah saya kenal namanya belajar. Mulai jadi juara SMP, SMA, kuliah,” kata lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ini.

Sejak itu, Sutopo tumbuh menjadi anak muda berprestasi. Beragam predikat dia dapat, mulai dari mahasiswa teladan, juara lomba tingkat nasional, mahasiswa berprestasi, hingga lulus dengan predikat cumlaude dan sarjana termuda.

Semua itu, ia dedikasikan untuk kedua orang tuanya.

“Saya nikmati saja, bukan untuk saya sendiri, selalu untuk membahagiakan orang tua saya,” ujarnya.

Mengaku Bukan Orang Cerdas

 

BAGI Sutopo, dirinya bukanlah pribadi yang pintar dan cerdas, melainkan tekun.

Mengawali karier di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ia harus bersaing dengan ribuan orang dengan pendidikan yang tinggi untuk bisa lolos seleksi bekerja di BPPT.

Meski begitu, Sutopo mengaku tetap percaya diri lantaran punya banyak riset dan penelitian untuk diunggulkan.

Sutopo bertugas di BNPB sejak 2010. Awalnya, dia menjabat Direktur Pengurangan Risiko Bencana.

Sutopo Purwo Nugroho berfoto di depan lambang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/10/2018)
KOMPAS.com/FITRIA CHUSNA FARISA
Sutopo Purwo Nugroho berfoto di depan lambang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (4/10/2018)

Dikutip dari harian Kompas, adalah Kepala BNPB saat itu, Syamsul Maarif, yang memaksanya untuk memegang jabatan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas. Sutopo pun menerima.

Karier Sutopo moncer. Di usia 40, dia sudah jadi kepala. Dari sisi akademis pun, dia telah tamat S3.

Meski demikian, tak mudah menjadi seorang Sutopo.  Sebagai salah satu pentolan BNPB, ia kerap kali dimaki dan dihujat orang, bahkan diancam.

Itu karena dia selalu menyampaikan data dan fakta apa adanya, tanpa dikurangi, apalagi dilebihkan.

“Pernah juga saya bikin rilis bencana nasional, yang menghujat banyak sekali. Ada yang bilang, pengkhianat kamu Sutopo, mati kamu!” kata Sutopo.

Belum lagi ada pihak yang kerap menegurnya lantaran menyampaikan data yang terlalu detail. Bagi dia, kejujuran kepada publik adalah kunci. Ia selalu menyampaikan fakta, tanpa mau menutup-nutupi apalagi membohongi.

Mengidolakan
Jokowi dan Raisa

SUTOPO mengaku sudah lama sekali ingin bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia mengidolakan sosok presiden itu sejak Jokowi masih jadi Wali Kota Solo. Sutopo ingin sekali bertatap muka dengan Jokowi, bahkan sekadar berjabat tangan.

“Saya sudah lama pengin ketemu, pengin salaman saja bukan ketemu,” kata Sutopo.

Beberapa kali Sutopo berada di satu lokasi dengan Jokowi saat penanganan bencana, tapi selalu gagal untuk bersalaman.

Namun beruntung, impiannya bertemu Jokowi kini bukan lagi khayalan. Sutopo diundang langsung ke Istana untuk tidak hanya bersalaman, tapi juga mengobrol dengan Presiden.

Sutopo bertemu dengan Jokowi, Jumat (5/10/2018) di Istana Bogor.

arrow-left
arrow-right
Akhirnya bisa salaman

Akhirnya bisa salaman

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (5/9/2018) siang. Mimpinya bersalaman dengan Presiden pun terkabul. - (KOMPAS.com/IHSANUDDIN)

1/4
Bahkan berbincang...

Bahkan berbincang...

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho berbincang dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (5/9/2018) siang. - (KOMPAS.com/IHSANUDDIN)

2/4
Pamer foto saat berbincang

Pamer foto saat berbincang

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memamerkan foto dirinya saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (5/9/2018) siang, seusai pertemuan

3/4
Berpose bersama Presiden Jokowi

Berpose bersama Presiden Jokowi

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho berpose berdua dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (5/9/2018) siang.

4/4

Sutopo juga mengaku mengidolakan Raisa. Sambil tersenyum, Sutopo bercerita sering mendengarkan lagu-lagu Raisa, bahkan hafal liriknya.

Keburuntungan kembali berpihak ke Sutopo lantaran belum lama ini kicauannya di Twitter disambut oleh Raisa. Pelantun lagu Mantan Terindah itu membalas mention Sutopo, bahkan mengirim pesan melalui Twitter. 

Selang satu hari, Raisa dan Sutopo berbicara melalui panggilan video. Momen itu disaksikan oleh ratusan awak media di kantor BNPB, selepas konferensi pers.

Beberapa waktu lalu bahkan muncul pula tagar #RaisaMeetSutopo di Twitter. Meskipun mengaku tidak akan menolak jika dipertemukan dengan Raisa, Sutopo bingung apa yang akan ia katakana jika kelak bertemu dengan istri Hamish Daud itu.

“Saya juga enggak tahu mau ngomong apa. Paling ya ngomong, 'Apa kabar mbak?', 'Hamil usia berapa?', 'Jaga kesehatan',” ujar dia.

 

Divonis Mengidap Kanker Paru Stadium 4B

 

HATI Sutopo berasa hancur ketika dokter memvonisnya mengidap kanker paru-paru stadium 4B. Ia mengaku terkejut bukan main.

Sutopo bukan perokok dan bergaya hidup sehat, tapi kanker paru tiba-tiba hinggap di tubuhnya.

Sutopo mengaku memang kerap batuk tetapi batuknya sembuh hanya dengan mengonsumsi obat pasaran. Namun, lama-kelamaan ia batuk dengan durasi sembuh yang cukup lama.

Akhir 2017, Sutopo memeriksa kesehatan di dokter spesialis jantung. Ia dinyatakan sehat dan terbebas dari penyakit. Hanya saja, kata dokter itu, asam lambungnya tinggi. Ia diberi obat asam lambung dan kemudian batuknya mereda.

Januari 2018, Sutopo berinisiatif mengecek kesehatan ke dokter spesialis paru-paru. Dari situlah ia tahu kanker telah bersarang di tubuhnya.

Januari 2018, Sutopo berinisiatif mengecek kesehatan ke dokter spesialis paru-paru. Dari situlah ia tahu kanker telah bersarang di tubuhnya.

“Kaget saya. Kanker? Aduh gimana ini. Saya pulang ke rumah, enggak bilang sama anak istri saya,” kata Sutopo.

Tak merasa yakin dengan vonis dokter, Sutopo mencari second opinion dengan mengecek kesehatannya di Malaysia. Hasilnya sama, dokter memvonis Sutopo mengidap kanker paru-paru stadium 4B.

“Dokter bilang enggak bisa sembuh, umur tinggal paling 1-3 tahun. Tambah syok lagi saya, inget anak-anak, inget istri. Nangis, saya, kadang,” tutur Sutopo.

Karena penyakit yang dia derita, Sutopo pernah berpikir untuk menyerah dan melepas jabatan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB. Sutopo kerap merasa kelelahan harus bekerja sekaligus berhadapan dengan penyakitnya.

Saat gempa menggoyang Jakarta pada Januari 2018, Sutopo yang baru menerima vonis kanker tidak menyampaikan informasi apa pun. Telepon dari wartawan pun tak diangkatnya.

Namun, kemudian ia tersadar bahwa masyarakat membutuhkan dirinya. Ia mencoba untuk ikhlas, dengan bekerja dan menghadapi penyakitnya.

“Awalnya saya berpikir, kenapa harus saya (yang sakit). Tapi ya sudah, saya nikmati aja. Ya sudah saya ikhlas. Kan ini perjalanan hidup. Bapak saya selalu menasihati saya, orang itu hidup tidak selamanya lurus seperti yang kita harapkan, ada kalanya kita terperosok ke jurang ke lembah, ya sudah diterima,” kata dia.

 

“Pak, yang Kuat..."

 

KEGIATAN baru Sutopo setelah divonis kanker adalah berobat. Ia menjadi pasien di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta.

Sutopo melakukan kemoterapi tiga minggu sekali. Beberapa treatment pun sudah dilakukan untuk penanganan penyakitnya. Setiap hari, ia harus minum bermacam-macam obat.

Kerap ia merasa kesakitan, bahkan untuk sekadar bernapas. Berjalan pun ia tak bisa lagi tegak karena tulang belakangnya bengkok akibat kanker.

Bercak-bercak hitam mulai terlihat di wajahnya. Rambut di kepalanya kian banyak rontok. Berat badannya sudah berkurang 21 kilogram.

Tak jarang, Sutopo juga merasa jenuh atas perawatan penyakitnya. Kematian juga kerap membayangi dirinya.

Namun, doa dari masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan dirinya selalu jadi penyemangat.

“Makna hidup itu bukan ditentukan panjang pendeknya usia, tapi seberapa besarnya kita bermanfaat buat sesama.”

~Sutopo Purwo Nugroho~

“Begitu saya sakit, banyak sekali yang mendoakan. Berarti mereka sayang sama saya. Ya sudah, ini saya jalani ini sebagai amal ibadah saya,” kata Sutopo.

Dukungan dari keluarga juga jadi kekuatan terbesar Sutopo. Sutopo bersykur, istri dan kedua anaknya tak pernah lelah mendoakan dia.

“Ketika saya divonis, istri saya kena (serangan) jantung. Saya kasihan juga,” tutur Sutopo.

Jika ingat sang buah hati, Sutopo mengaku kerap kali menangis.

“Saya dideketin anak saya, (dia bertanya), 'Papa gimana keadaannya?' (Saya jawab), 'Ya enggak papa'. (Kata anak saya), 'Bohong! Papa sakit ya?',” kata Sutopo yang tak bisa menyembunyikan linangan air mata. 

“Anak saya yang kuliah di Undip juga sering telepon. 'Pak, gimana sakit, enggak?' Dia pernah nangis. Saya kalau cerita anak gini, saya ikut nangis. (Kata anak saya), 'Pak yang kuat. Besok aku wisuda, aku pengin Papa ada,” lanjut dia dengan suara dalam dan terseret.

Sutopo kini ikhlas menjalani hidupnya. Bekerja dan melayani masyarakat bagi dia adalah ibadah. Penyakit tak lagi jadi ketakutannya karena kematian adalah sebuah keniscayaan.

“Makna hidup itu bukan ditentukan panjang pendeknya usia, tapi seberapa besarnya kita bermanfaat buat sesama,” kata Sutopo.

Biodata:

Nama lengkap dan gelar: Dr Sutopo Purwo Nugroho, MSi, APU

Tempat/tanggal lahir:
Boyolali/7 Oktober 1969

Pendidikan:

Karya, antara lain: