Ia lantas menceritakan pengalaman menemukan hasil korupsi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, pada 2008 silam.
“Kalau kami dulu sidak tiga jam itu dapat setengah miliar (rupiah),” ujar Jasin di program Satu Meja the Forum Kompas TV, Rabu (29/3/2023).
Jasin mengungkapkan, kala itu KPK melakukan kajian sistem pada Bea dan Cukai Tanjung Priok, dan menemukan indikasi kuat terjadinya tindak pidana korupsi.
Namun, pihak Bea dan Cukai Tanjung Priok tak terima karena merasa dituduh dan meminta lembaga antirasuah itu membuktikan.
Ia mengatakan, salah satu cara pihak Bea dan Cukai Tanjung Priok menyembunyikan tindak pidana korupsinya adalah tak menggunakan smartphone dalam berkomunikasi.
“Khawatir kalau disadap. Makanya dia menyampaikan seperti itu, ya kami (kemudian) berkoordinasi dengan Pak Dirjen, waktu itu Pak Anwar Supriadi,” kata Jasin.
“Jadi kita sidak saja sifatnya. Ini kalau menurut informasi yang dikaji tim kami, suap itu ada di situ, setiap bulan diperkirakan Rp 47 miliar hanya amplop-amplop saja,” ujarnya lagi.
Di sisi lain, Jasin mengaku telah menyampaikan informasi tersebut pada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Dalam pandangannya, informasi yang disampaikan Mahfud menunjukan bahwa setelah 15 tahun berlalu tak ada pembenahan berarti di internal Kemenkeu.
“Itu seperti memadamkan kebakaran sesaat, kumat lagi. Sekarang kumatnya lebih dahsyat lagi. Kalau sampai ratusan triliun itu kemudian mengalir ke mana-mana, TPPU (tindak pidana pencucian uang) kan,” katanya.
Ia mengungkapkan, jumlah itu termasuk dalam data transaksi janggal Rp 349 triliun.
Namun, menurutnya, Menkeu Sri Mulyani tidak mendapatkan data itu dari bawahannya.
Mahfud MD mengatakan, kasus itu terkait impor emas batangan.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/31/13330161/eks-komisioner-kpk-sidak-3-jam-di-bea-cukai-temukan-rp-500-juta