"Apa yang dituntutkan sama sekali tidak dilakukan Budi Pego karena itu hanya upaya mengkriminalisasi dia, membatasi ruang gerak dia untuk melakukan advokasi menolak tambang yang selama ini merusak lingkungan sekitarnya, dan beberapa catatan lain terkait aktivitas tambang Tumpang Pitu di Banyuwangi," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, dalam jumpa pers, Minggu (26/3/2023).
Anis menegaskan bahwa Komnas HAM sudah lama mengawal kasus Budi Pego yang bermula sejak 2017 dan aktivitas tambang Gunung Tumpang Pitu yang telah dilaporkan berdampak buruk kepada masyarakat sekitar di Banyuwangi pada 2015.
"Saya kira Budi Pego sebagai pembela HAM tidak pantas mendapatkan ketidakadilan di mana dia ditangkap dan ditahan. Sebagai pembela HAM, dia berhak mendapatkan hak atas keadilan, hak atas lingkungan, dan lain sebagainya," ujar Anis.
"Sudah cukup lama pembela HAM di Indonesia menghadapi kriminalisasi, proses hukum yang tidak fair. Kami mendorong agar aparat penegak hukum, negara, menghentikan kriminalisasi terhadap pembela HAM," katanya lagi.
Apalagi, menurut Komnas HAM, negara telah mengatur bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Sebagaimana bunyi Pasal 66 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam Deklarasi Pembela HAM, hak-hak Budi Pego sebagai pembela HAM dijamin dan dikenal sistem hukum nasional.
Komnas HAM sendiri telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Perlindungan Pembela HAM melalui Peraturan Komnas HAM Nomor 4 Tahun 2021, serta pernah juga menerbitkan surat perlindungan untuk Budi sebagai human rights defender pada 2018 lalu.
"Jaminan konstitusional atas kategori hak yang dimiliki pembela HAM tersebut kembali ditegaskan dalam instrumen pokok hak asasi manusia di lingkup nasional, yakni UU HAM yang secara khusus dan eksplisit disebutkan berbagai hak pembela HAM yang wajib dihormati, dilindungi, dan dijamin pelaksanaannya," kata komisioner bidang pengkajian dan penelitian Komnas HAM, Saurlin Siagian, dalam kesempatan yang sama.
Ia lantas mengutip Pasal 100 UU HAM yang mempertegas hak partisipasi Budi Pego sebagai pembela HAM, berbunyi "setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia".
Atas kejadian ini, Komnas HAM mengaku akan segera menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan amnesti bagi Budi Pego.
"Kami berharap, presiden mendengar permintaan Komnas HAM. Kami melihat nalar hukumnya tidak masuk, karena seseorang yang sedang berjuang di lingkungan hidup dikenakan hal yang sangat berbeda dengan yang diperjuangkan. Nalarnya tidak pas, memberikan hukuman berat untuk orang yang berjuang untuk lingkungan hidup," kata Saurlin.
Penangkapan dan penahanan Budi Pego merupakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/PidSus/2018 yang memvonisnya dengan hukuman penjara 4 tahun.
Budi Pego sebelumnya pernah ditahan 10 bulan usai vonis Pengadilan Tinggi Jawa Timur menguatkan vonis Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Sebelumnya, ia didakwa melanggar ketentuan Pasal 107a KUHP, dianggap mengajarkan ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme.
"Budi Pego sendiri tidak memahami apa itu marxisme, komunisme, dan leninisme. Bahkan fakta di persidangan spanduk tersebut tidak dibuat oleh warga dan barang buktinya hilang," kata komisioner bidang pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan, dalam jumpa pers, pada 26 Maret 2023.
"Budi Pego adalah mantan seorang pekerja migran Indonesia di Arab Saudi yang juga taat beribadah dan anggota Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa yang merupakan Perguruan Silat di bawah Nahdlatul Ulama," ujar pria yang akrab disapa Wawan itu.
Kasus ini bermula ketika Budi Pego bersama puluhan warga Pesanggaran melakukan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang emas Tumpang Pitu pada 4 April 2017.
"Namun, di tengah-tengah aksi pemasangan spanduk, ada spanduk sisipan berlogo palu arit yang secara nyata spanduk itu tidak dibuat oleh warga," kata Wawan.
"Padahal, ketika warga membuat puluhan spanduk di awasi oleh Babinmas dan Babinkamtibmas Kecamatan Pesanggaran," ujarnya lagi.
Pengadilan Negeri Banyuwangi menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Budi Pego pada 2017. Jaksa dan pengacara sama-sama banding, tetapi Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperkuat putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Keduanya mengajukan kasasi dan pada 16 Oktober 2018. Lalu, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567K/PidSus/2018 memvonis Budi Pego dengan pidana 4 tahun penjara.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/26/15534321/pejuang-lingkungan-tak-bisa-dipidana-komnas-ham-sebut-penangkapan-budi-pego