Istilah tersebut berasal dari bahasa Portugis feitico yang berarti pesona, daya pikat, atau sihir. Kasarnya, Marx memakai istilah ini untuk kebiasaan memuja-muja sesuatu tanpa alasan akal sehat.
Barang-barang yang dipakai artis tertentu menyebabkan orang-orang memuja-muja barang-barang tersebut dan rela mendapatkannya dengan harga yang tidak murah.
Fetis biasanya berlaku pada iklan. Setidaknya satu dari delapan fetis itu pulalah yang digunakan simpatisan maupun tim sukses dalam mendukung calon pemimpin pujaannya.
White magic mengacu pada kontrol yang diupayakan oleh kekuatan si calon pemimpin. Singkat kata pada iklan, contoh white magic tampak pada penggunaan kata menghadirkan nuansa laut, meninggalkan aroma lemon, atau membawa kesejukan alam pegunungan.
White magic ini berupa kekuatan yang dimiliki si produk sehingga si pembeli merasa ter-sihir dengan kekuatan yang dimiliki produk.
Tampaknya, strategi fetis juga digunakan simpatisan bahkan tim sukses dalam “mengiklankan” calonnya.
Pertama, iklan terkait pasangan Anies-Sandi yang memilih diksi “Maju Bersama Anies-Sandi, Maju Kotanya, Bahagia warganya”.
White magic yang disematkan kepada dua tokoh ini adalah keduanya memiliki kemampuan memajukan dan membahagiakan warga.
Memang, kemajuan suatu pemerintahan dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti indeks pembangunan. Lantas, apakah kebahagiaan seseorang bisa diukur? Tentunya ini sangat subjektif.
Kedua, iklan pasangan Prabowo-Sandi dengan diksi “Adil Makmur bersama Prabowo-Sandi”. Sama halnya dengan pasangan Anies-Sandi, white magic yang disasar adalah kemampuan kedua pasangan untuk memberikan keadilan dan kemakmuran.
Hingga saat ini hal yang paling sulit diwujudkan adalah berlaku adil. Jangankan kepada orang lain, berlaku adil terhadap diri sendiri saja sulit direalisasikan.
Ketiga, Mega-Prabowo dengan pilihan “Mega Prabowo Pro-rakyat, Haluan Baru, Terobosan Baru, Harapan baru”.
Lebih terasa white magic pada diksi ini, yakni duet kedua tokoh memberikan harapan kepada calon pemilih bahwa mereka benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat (pro-rakyat), memberikan haluan, terobosan, dan harapan baru.
Sekali lagi, perbuatan pro-rakyat sangat subjektif karena tidak akan mungkin semua keinginan rakyat dapat terpenuhi apalagi dalam periode jabatan lima tahunan.
Keempat, Jokowi-Basuki. Tim sukses memilih diksi “Jokowi-Basuki, Jakarta Baru”. Kata baru ditulis dalam warna merah, berbeda dengan kata Jakarta yang ditulis dalam warna hitam.
Kata baru tentunya mengisyaratkan bahwa kedua calon pemimpin ini akan membawa warna baru di Jakarta. Apa yang disasar dengan kata tersebut? Subjektif, bukan?
Kelima, Jokowi-Amien, “Putih adalah Kita”. White magic yang tampak pada diksi ini adalah pemberian harapan bahwa kedua tokoh mencanangkan diri sebagai warna putih.
Bila dimasuki konteks tertentu, mesti maknanya berbeda sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan si pembaca.
Dari lima contoh fetis pada iklan calon pemimpin ini tampak bahwa fetis berupa white magic masih menjadi primadona untuk menaikkan elektabilitas sang calon.
Apakah untuk pemilihan 2024 ke depan masih menggunakan tren ini?
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/24/11055251/white-magic