Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika setelah bertemu dengan Anas di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Pasek mengatakan, Anas Urbaningrum siap berdebat dengan dua eks Pimpinan Komisi Antirasuah itu di depan ahli hukum pidana untuk menguji apakah kasus yang menjeratnya murni persoalan hukum atau sebuah bentuk kriminalisasi.
“Dalam perdebatan eksaminasi di depan para ahli hukum pidana dan lainnya dari proses awal kasus ini sampai putusan PK, apakah ini kasus murni hukum atau kasus politik menggunakan tangan oknum penegak hukum,” kata Pasek kepada Kompas.com, Selasa (21/3/2023).
Pasek menyebut, Anas bakal meminta pertanggungjawaban berupa panjelasan dari dua mantan petinggi lembaga antirasuah itu perihal kasus korupsi yang saat itu ditangani sampai ia turut dijemboskan ke dalam penjara.
Debat tersebut, bakal dibuat terbuka agar publik bisa melihat dengan jelas perkara yang saat itu menjerat Anas Urbaningrum.
“Beliau (Anas) pernah suatu saat disampaikan keinginan tersebut dan biar (debat) dibuat terbuka, sebagai bagian dari membuka fakta yang sebenarnya,” kata Pasek.
Sebagai informasi, ketika Anas tengah berada di puncak karier politik ia tersandung kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2013 silam.
Awal 2014, Anas ditahan karena kasus yang menjeratnya. Tak lama, dia hengkang dari Demokrat.
Keterlibatan Anas dalam kasus korupsi megaproyek Hambalang pertama kali diungkap oleh mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin pada 2011.
Dari "nyanyian" Nazaruddin, KPK pun melakukan penyelidikan. Anas lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013. Anas baru ditahan pada Januari 2014.
Sebulan setelahnya tepatnya 23 Februari 2014, dia menyatakan mundur dari ketua umum sekaligus kader Demokrat.
Vonis hingga potongan hukuman
Vonis terhadap Anas dijatuhkan pada September 2014. Saat itu, Majelis Halim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
Namun, vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang meminta dia dihukum 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 94 miliar serta 5,2 juta dollar AS.
Tak terima atas vonisnya, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada Februari 2015, majelis hakim banding memutuskan memangkas hukuman Anas 1 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Namun, Anas tetap didenda Rp 300 juta. Kendati dijatuhi hukuman yang lebih ringan, Anas masih tak puas.
Dia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juni 2015, MA menyatakan menolak permohonan Anas.
Majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar kala itu justru menjatuhkan vonis 14 tahun penjara ke Anas.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut juga diharuskan membayar denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.
Selain itu, Anas diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. Namun, lima tahun berselang, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas.
Pada September 2020, majelis hakim PK yang dipimpin Sunarto menyunat hukuman Anas 6 tahun. Dengan demikian, hukuman Anas berkurang drastis menjadi 8 tahun penjara. Namun begitu, Anas tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5.261.070 dollar AS.
Selain itu, majelis hakim PK tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/21/16171361/anas-urbaningrum-tantang-eks-pimpinan-kpk-abraham-samad-dan-bw-debat-terbuka