JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Tasdi belakangan ramai diperbincangkan. Mantan Bupati Purbalingga itu dikabarkan menjadi staf khusus (stafsus) Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
Isu tersebut gaduh lantaran Tasdi sedianya merupakan mantan narapidana korupsi.
Menanggapi kabar itu, Risma telah angkat bicara. Politisi PDI Perjuangan tersebut membantah keras dirinya menunjuk Tasdi jadi staf khusus.
Jadi sorotan publik, seperti apa sosok Tasdi sebenarnya? Bagaimana rekam jejaknya di politik?
Dari sopir truk jadi bupati
Sebelum terjun ke panggung politik, Tasdi bekerja serabutan. Pada masa Orde Baru, dia mencari nafkah dengan menjadi sopir truk.
“Tasdi waktu Orde Baru sempat jadi sopir truk, ngangkut sayur dari kaki Gunung Slamet dibawa ke pasar, sering ngompreng (menjadi sopir ompreng) juga,” kata Wakil Ketua Bidang Kaderisasi Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Purbalingga, Tongat, sebagaimana diberitakan Kompas.com, 5 Juni 2018.
Pasca-era reformasi, Tasdi banting setir ke pentas politik. Dia bergabung ke PDI-P.
Mengawali kiprahnya, Tasdi berhasil terpilih di pemilu dan lolos menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Purbalingga periode 1999-2004. Pada periode pertamanya, dia mengisi alat kelengkapan dewan di Komisi D.
Karier politik Tasdi pun moncer. Dia terpilih sebagai Ketua DPRD selama dua periode, yakni pada 2004-2009 dan 2009-2014.
Kian bersinar, Tasdi terpilih sebagai Wakil Bupati Purbalingga pada 2013. Saat itu, kursi Wakil Bupati Purbalingga kosong setelah Sukento Ridho Marhaendrianto naik ke kursi Bupati Purbalingga.
Sukento menggantikan Heru Sujatmoko yang mendampingi Ganjar Pranowo sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah lewat Pilkada 2013.
“Dengan mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) dari partai pengusung (PDI-P), Tasdi dipilih DPRD sebagai wakil bupati mendampingi Sukento Ridho Marhaendrianto,” ujar Tongat.
Saat itu, Tasdi sedianya sudah lolos Pemilu 2014 dan ditetapkan sebagai anggota DPRD Purbalingga terpilih periode 2014-2019. Namun, dia merelakan kursi legislatornya dan memilih menjadi kepala daerah.
Dua tahun menjabat wakil bupati, Tasdi memberanikan diri maju sebagai calon bupati Purbalingga melalui Pilkada Kabupaten Purbalingga 2015.
Lagi-lagi, keberuntungan berpihak ke Tasdi. Dia dan pasangannya, Dyah Hayuning Pratiwi, memenangkan pertarungan dengan mengantongi 228.037 atau 54,51 persen suara masyarakat Purbalingga.
Kasus korupsi
Baru 2,5 tahun menjabat Bupati Purbalingga, Tasdi tersandung kasus korupsi. Tepat 5 Juni 2018, dia ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus dugaan suap megaproyek Islamic Center Purbalingga.
Sehari setelah penetapan tersangka itu, Tasdi dipecat dari PDI-P. Karier politiknya pun terpaksa mandek.
"Dipecat, seperti biasa, yang kena OTT (operasi tangkap tangan) nggak ada bantuan hukum ke yang bersangkutan," kata Ketua DPP PDI-P bidang hukum saat itu, Trimedya Pandjaitan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Dalam proses persidangan, terungkap bahwa Tasdi menerima suap sebesar Rp 115 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan dalam proyek pembangunan Islamic Center Purbalingga. Tak hanya itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi.
Pada 6 Februari 2019, Tasdi divonis 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah.
Vonis hakim tersebut lebih rendah satu tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang memintanya dihukum 8 tahun penjara.
Namun, baru 3,5 tahun dipenjara, Tasdi mendapatkan bebas bersyarat. Dia pun menghirup udara bebas pada 7 September 2022.
"Tasdi bebas bersyarat sejak Rabu (7/9/2022)," kata Kepala Digisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jawa Tengah Supriyanto dikutip dari TribunBanyumas.com.
Bantah tunjuk stafsus
Menanggapi desas-desus Tasdi menjadi staf khusus Mensos, Risma membantahnya. Risma justru bertanya-tanya siapa pihak yang menyebarkan informasi soal penunjukkan Tasdi sebagai stafsusnya.
"Yang ngomong ya sopo (siapa)? Enggak ada, enggak ada. Nanti tak jelaskan," kata Risma dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (14/3/2023).
Risma mengatakan, staf khusus Kemensos sejak awal hanya berjumlah lima orang. Mereka yakni Staf Khusus Menteri (SKM) Bidang Komunikasi dan Media Massa, Don Rozano Sigit Prakoeswa; lalu SKM Bidang Pengembangan SDM dan Program Kementerian Suhadi Lili.
Kemudian, SKM Bidang Pemerlu Pelayanan Kessos dan Potensi Sumber Kessos, Luhur Budijarso Lulu. Lalu, SKM Bidang Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin, Doddi Madya Judanto; dan SKM Bidang Hubungan dan Kemitraan Lembaga Luar Negeri, Faozan Amar.
"Dari awal aku jadi menteri sudah lima, maksimal itu lima (stafsus), enggak boleh lebih," tutur Risma.
Risma lantas menegaskan komitmennya untuk menjaga Kemensos. Risma bilang, tidak mudah membenahi sistem di kementerian yang dia pimpin.
Mantan Wali Kota Surabaya itu bahkan mengaku kerap menangis dan lembur kerja sampai harus pulang dini hari.
Oleh karenanya, kata Risma, tidak mungkin dia "menghancurkan" kementerian yang selama ini susah payah dibenahi dengan menempatkan mantan napi korupsi sebagai staf khusus.
"Teman-teman pikir gampang aku benahi Kemensos? Enggak mudah benahi itu, jadi maksud saya, pastilah saya jaga, karena saya benahinya enggak mudah itu," tutur Risma.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/16/05400051/sosok-tasdi-eks-napi-korupsi-yang-sempat-diisukan-jadi-stafsus-mensos-risma