Salin Artikel

Habis Pajak, Terbitlah Bea Cukai

Melalui “tangan-tangan” kreatif penggiat media sosial, bisa diulik ke publik betapa bekas Kepala Bea Cukai Jogyakarta – yang telah dicopot dari jabatannya - Eko Darmanto begitu “gemah ripa loh jinawi” kehidupannya.

Walau Eko Darmanto mengaku data-datanya disalahgunakan dan diframming sedemikian rupa, foto-foto Eko Darmanto yang lebih “pas” menjadi pengusaha ketimbang pegawai negeri yang berdinas di Bea Cukai cepat tersebar di jagat maya.

Gaya hedonnya menyeruak ketika publik tengah dilanda kebingungan massal akibat “tajir-melintirnya” bekas Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo, terungkap.

Sekali lagi, Tuhan ingin mengingatkan kita semua terutama untuk pegawai-pegawai yang diberi kelimpahan tunjangan besar untuk bisa bersyukur atas rezeki yang diperolehnya.

Di saat lulusan perguruan tinggi ke sana ke mari mencari lowongan kerja yang semakin sulit di dapat, di saat yang sama terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja di mana-mana, mereka bisa menangguk uang rakyat tanpa cara-cara yang benar.

Sudah mendapat jabatan “basah” di saat institusi induknya tengah di sorot publik atas ketidakmampuannya “mengendus” dengan benar atas penghasilan karyawan Pajak, Eko Darmanto malah sibuk pamer dengan motor besar, koleksi mobil antik bahkan “mainan” pesawat terbang.

Walau milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), tarif menyewa pesawat terbang pasti tidak setara dengan tarif menyewa andong atau kendaraan online.

Sebagai penerima penghargaan Sertificate of Merit dari World Customs Organization atau WCO pada 2014 silam, saya didapuk organisasi bea cukai dunia karena dianggap memberikan kontribusi untuk perbaikan kehumasan di Direktorat Jenderal Bea Cukai.

Saya paham betul, menjaga image institusi seperti Bea Cukai atau Pajak memerlukan kehati-hatian mengingat mudah fragile karena ulah segelintir oknum-oknumnya.

Sepanjang 2012 hingga 2014, dalam berbagai kesempatan di Bea Cukai, saya selalu menekankan agar semua aktivitas insan-insan Bea Cukai harus dijaga dan disadari dengan benar oleh mereka.

Jika keluar dari ketidakpatutan, maka image instansi akan dipertaruhkan. Jika sudah “rusak”, butuh waktu lama untuk memulihkan kepercayaan dari publik yang kadung terluka dan kecewa.

Saya masih ingat, teman-teman Bea Cukai di Tanjung Priok, Jakarta begitu teguh untuk tidak menuruti keinginan elite sayap partai yang tengah berkuasa karena permintaan “orang” partai sangat melawan prosedur di paruh 2012.

Ketika ketegasan aparat Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok itu patut diacungi jempol, masih pada 2012, ada petugas Bea Cukai di sebuah bandara di luar Jawa menerima “salam tempel” dari warga negara asing.

Seketika itu pula publik dengan mudah memberi stigma Bea Cukai tidak bersih. Betapa sulit menjaga reputasi institusi. Sebaliknya begitu mudah meruntuhkan nama baik institusi akibat ulah para pegawainya yang tidak bisa menjaga marwah korpsnya.

Usai diperiksa Komisi Pemberatantasa Korupsi atau KPK di Jakarta (7/3/2023), Eko menampik kalau dirinya bergaya hidup mewah. Semua yang muncul di jagat maya adalah framming dari publik.

Terlepas dari itu, Eko harusnya sadar diri. Unggahan di akun @Eko_Darmanto yang kini sudah menghilang adalah buah kreatifitas jari jemarinya di lini massa sehingga publik bisa melihat gaya hidup yang tidak wajar dan tidak pantas dilakukan.

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN tahun 2021 milik Eko Darmanto menyebut ada kekayaan bersih senilai Rp 6,72 miliar.

Padahal dengan dua aset tanah dan bangunan senilai Rp 12,5 miliar dan 9 mobil senilai Rp 2,9 miliar, justru “kejanggalan” muncul dengan nilai hutangnya yang mencapai Rp 9 miliar lebih.

Dengan profil gajinya yang mencapai Rp 500 juta per tahun, besaran hutangnya begitu dicurigai KPK (Kompas.com, 07/03/2023).

Eko mengaku memiliki aset yang belum dimasukkan dalam LHKPN walau sebetulnya modus besaran hutang kerap diakali berbagai kalangan sebagai pengurang nilai pajak dari aset yang tambun.

Biarlah KPK dan Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) mengurai LHKPN serta asal usul raihan aset.

Butuh keteladanan pemimpin

Melihat gaya hidup mewah para pengelola keuangan negara seperti pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak, publik hanya bisa melongo dan kini dongkol setengah mati dengan ulah-ulah para pegawainya.

Hasil penelusuran KPK terbaru, ternyata nilai mutasi di 40 rekening milik Rafael Alun Trisambodo, istrinya yang bernama Ernie Meike Torondek, anak-anaknya serta pihak terkait mencapai Rp 500 miliar.

Edan dan ambyar jika hanya melihat pada satu sosok saja pada diri Rafael Alun Trisambodo.

Padahal harta yang dilaporkan ayah Mario Dendy Satrio tersebut ke LHKPN yang mencapai nilai Rp 56,1 miliar saja sudah “membelalakkan“ mata publik karena ketidakwajaran.

Saham Rafael yang ada di pengembang properti Green Hills Residence, Minahasa Utara, Sulawesi Utara disamarkan lewat kepemilikan istrinya.

Restoran Bilik Kayu Heritage yang berlokasi di Umbulharjo, Yogyakarta juga diduga sebagai “penyamaran” aset milik Rafael.

Bagaimana dengan yang lain, baik yang sudah masuk radar KPK atau masih adem ayem kongkalingkong dengan para wajib kakap maupun kelas teri?

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD telah mengirimkan laporan dugaan pencucian uang yang dilakukan 69 pegawai Kementerian Keuangan kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani (Kompas.com, 7/03/2023).

Apa yang dilaporkan Mahfud MD selaku Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Sri Mulyani sebetulnya bukan “lagu” baru.

Sejak September 2019, sebetulnya PPATK sudah melaporkan ke Menteri Keuangan. Entah mengapa, laporan itu tidak ditindaklanjuti.

Menurut analisa Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan dari kasus Rafael Alun Trisambodo terkuak pola “permainan” yang sengaja dilakukan oleh orang-orang Pajak untuk mengaburkan harta “jarahannya”.

Selain menyamarkan harta dengan menggunakan nominee atau perantaraan orang lain seperti cleaning service atau pedagang batu cincin, para penyuci uang yang bekerja profesional menggunakan konsultan pajak dan pengalaman pensiunan pegawai Pajak.

Belum lagi KPK juga menguak peran “geng” di lingkungan Pajak baik karena keterkaitan sesama alumni sekolah kedinasan atau sama-sama pernah di lingkungan kerja yang sama.

Persidangan kasus yang menjerat bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (8/3/2023), terungkap mengenai pola pembagian “jarahan” dan penyamaran aset milik pejabat Pajak.

Angin Prayitno Aji memerintahkan para bawahannya seperti kepala sub direktorat dan supervisor tim pemeriksa pajak untuk menerima fee dari para wajib pajak yang diperiksa.

Seperti pola bisnis profesional, Angin mengatur fee yang terkumpul separuhnya untuk para pejabat struktur seperti dirinya. Sisanya yang 50 persen silahkan dibagi untuk tim pemeriksa pajak (Kompas.com, 08/03/2023).

Dengan model pat gulipat seperti ini, dari 6 perusahaan wajib pajak dan satu orang wajib pajak saja Angin beroleh gratifikasi sebesar Rp 29,5 miliar.

Uang ini “dilarikan” Angin di antaranya melalui pedagang batu cincin membeli 101 bidang tanah dan bangunan, apartemen serta kendaraan.

Mungkin terlalu jumbo harta jarahan Angin, pedagang batu cincin tersebut sampai mengerahkan lima anaknya, menantu, adik ipar dan keponakannya untuk “menyembunyikan” harta jarahan Angin kemana-mana. Diduga, palakan Angin lebih besar dari angka yang disebut KPK.

Perlukah pejabat Kemenkeu merangkap komisaris?

Dengan berkaca dari kasus-kasus seperti Angin Prayitno Aji dan Rafael Alun Trisambodo di Pajak, atau Eko Darmanto di Bea Cukai serta temuan lama soal 69 pegawai Kementerian Keuangan yang dicurigai LHKPN-nya, menjadi tanya dan gugatan tentang fungsi Inspektorat di Kementerian Keuangan.

Apakah Inspektorat sudah berjalan sebagaimana tugas pokok dan fungsinya atau hanya menjadi pajangan semata?

Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) mencatat ada 39 pejabat Kementerian Keuangan yang merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara atau BUMN serta anak usahanya (Detik.com, 6 Maret 2023).

Mereka adalah pegawai eselon I dan II mulai dari wakil menteri hingga kepala biro. Dengan peran vital yang dimiliki Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara, apakah rangkap jabatan tersebut tidak mengganggu kinerja “orang-orang hebat” ini?

Dengan fungsinya sebagai pengelola keuangan negara, mengelola pendapatan negara termasuk pajak, merumuskan kebijakan fiskal, serta mengelola aset negara harusnya para pejabat ini fokus bekerja dan tidak boleh bercabang pemikirannya.

Saya khawatir, bukan kinerja baik yang tercapai, tetapi yang ada adalah maksimalisasi pendapatan.

Berdasar temuan Seknas FITRA, penghasilan sebagai komisaris BUMN sangat fantastis melebihi gaji sebagai pejabat di Kementerian Keuangan.

Padahal tunjangan kinerja pegawai di lingkungan di Kementerian Keuangan sudah diistimewakan dan nominalnya jauh lebih besar dibandingkan pegawai kementerian lain atau badan negara.

Bagaimana kita bisa membayangkan, tugas Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan yang begitu beratnya masih juga merangkap sebagai Komisaris PT Penjamin dan Infrastruktur?

Dirjen Pajak masih bisa merangkap jabatan sebagai Komisaris PT Sarana Multi Infrastruktur dan Dirjen Bea Cukai menyandingkan bareng sebagai Komisaris BNI.

Belum lagi Dirjen Kekayaan Negara juga bertugas sebagai Komisaris Bank Mandiri, Dirjen Anggaran juga menggamit jabatan Komisaris PT Telkom.

Sekjen Kementerian Keuangan merangkap sebagai Komisaris PT Pertamina dan Wakil Menteri Keuangan juga didapuk sebagai Wakil Komisaris Utama PT PLN.

Seharusnya terkuaknya “kebobrokkan” di lingkungan Kementerian Keuangan ini dijadikan momentum untuk bersih-bersih diri secara menyeluruh tanpa terkecuali.

Pemerintah harus menghentikan rangkap jabatan komisaris yang begitu memusatkan kapital dan tunjangan di seluruh jajaran pejabat Kementerian Keuangan.

Sebaiknya hapuskan saja tunjangan kinerja yang terlalu diistimewakan untuk pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan.

Ternyata tujuan untuk memberi keistimewaan tunjangan dengan maksud untuk mencegah perilaku koruptif terbukti tidak berhasil dan gagal total.

Semangat bersih-bersih diri tidak cukup sang menterinya dengan “menangis” atau pegawainya yang ketahuan menyesal dengan perasaan rasa bersalah di depan publik atau mematut diri di media sosial.

Pemecatan saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan hukuman maksimal, yaitu “memiskinkan” para pelaku melalui instrumen hukum yang tersedia.

Dulu kakek nenek saya kerap berpesan, hidup jangan bertujuan hanya mendapat materi saja tetapi jadilah orang yang bermanfaat bagi banyak orang susah.

Pesannya lagi, jika orangtua sudah berlimpah harta yang diperoleh dengan cara tidak benar, maka keluarganya akan menuai karma perbuatan orangtuanya. Karma dan balasan akan berlaku dalam kehidupan setiap manusia.

Kisah tragis kehidupan keluarga Rafael Alun Trisambodo hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Bersukurlah dengan yang apa kita miliki saat ini, yang kita peroleh dengan kerja halal dan susah payah. Jangan silau dengan harta bertabur yang dimiliki oknum pegawai Pajak atau Bea Cukai serta Kementerian Keuangan, yang diperolehnya dengan “mengembat” uang rakyat.

“Dulu saya bercita-cita menjadi polisi, tetapi setelah melihat kejadian yang menimpa Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa saya jadi ogah menjadi seorang polisi. Kini saya bercita-cita menjadi pegawai Pajak atau Bea Cukai, bisa punya garta ratusan miliar rupiah tersebar di mana-mana. Punya motor gede dan mobil jeep Rubicon, walau dibeli dari petugas kebersihan yang tinggal di gang sempit”. – celoteh pengangguran kepada sarjana baru pencari kerja di sebuah warung kopi di sudut Semolowaru, Surabaya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/09/06000041/habis-pajak-terbitlah-bea-cukai

Terkini Lainnya

Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Di Hannover Messe 2024, Pertamina Patra Niaga Paparkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Sudirman Said: Tim yang Kalah Harus Hormati Putusan MK

Nasional
Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Cuti, AHY Akan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Persiapkan Leaders’ Retreat, Menlu Singapura Temui Menko Airlangga Bahas Kerja Sama dan Isu Strategis

Nasional
Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Pesan Terakhir Pria yang Ditemukan Tewas di Kontrakan Depok, Minta Jasadnya Dikremasi

Nasional
Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke