Hal itu ia ungkapkan sebagai teradu dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (27/2/2023).
"Teradu sama sekali tidak pernah memberikan pernyataan secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung atau sependapat dengan sistem proporsional tertutup," ujar Hasyim di hadapan sidang.
Dalam sidang hari ini, Hasyim diadukan oleh Direktur Eksekutif Nasional Prodewa Muhammad Fauzan Irvan karena dianggap partisan.
Anggapan partisan itu menyusul komentar Hasyim pada Catatan Akhir Tahun 2022 soal adanya kemungkinan Pileg 2024 memakai sistem proporsional tertutup sehubungan dengan adanya uji materiil di Mahkamah Konstitusi.
Hasyim menegaskan, pernyataannya ketika itu disampaikannya semata-mata untuk menjalankan tugas.
Ia mengaku hanya menyampaikan informasi terkait perkembangan penyelenggaraan tahapan pemilu, sesuatu yang juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bukan sebagai bentuk dukungan atas sistem pileg tertentu.
"Justru apabila teradu tidak memberikan informasi berkaitan perkembangan tahapan penyelenggaraan pemilu, teradu tidak menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 huruf c UU Pemilu," ujar Hasyim.
Ia pun mengaku telah menjelaskan konteks ucapannya itu di berbagai forum karena dianggap telah menimbulkan kegaduhan.
"Teradu kembali memberikan penjelasan terkait konteks sistem pemilu sekaligus permohonan maaf," kata Hasyim.
Permintaan maaf itu disampaikan Hasyim pada akhir forum Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI, Rabu (11/1/2023).
Ketika itu, rapat berlangsung 7 jam dan Hasyim dicecar mayoritas anggota Komisi II soal pernyataannya tentang sistem pileg.
Jauh sebelum isu ini mengemuka karena pidato Hasyim pada Catatan Akhir Tahun 2022, Komisioner KPU RI dua periode itu juga pernah menyinggung soal bagaimana pileg sistem proporsional tertutup bakal membantu efisiensi kerja KPU.
Oktober 2022, wacana pileg proporsional tertutup digulirkan MPR RI melalui Ketua Badan Pengkajian MPR RI sekaligus politikus PDI-P Djarot Syaiful Hidayat dalam audiensinya dengan jajaran komisioner KPU RI.
"Kalau KPU ditanya, lebih pilih proporsional tertutup karena surat suaranya cuma satu dan berlaku di semua dapil, itu di antaranya," kata Hasyim di Kantor KPU RI selepas audiensi, Jumat (14/10/2022).
"Situasinya pasti ada kekurangan dan kelebihan, ada keunggulan, ada kelemahan. Kalau sistem di KPU, kalau sistem proporsional data calon tertutup, desain surat suaranya simpel," ujar dia.
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai politik yang berwenang menentukan siapa anggota legislatif yang bakal duduk di parlemen.
Sementara itu, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.
Lebih sederhananya surat suara pada pileg sistem proporsional tertutup otomatis bakal dapat menekan anggaran pencetakan surat suara.
"Bukannya KPU mengusulkan, ya, tapi kan kalau ditanya, secara pilihan itu ya KPU pilih proposional tertutup," kata Hasyim saat itu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/27/16445541/disidang-dkpp-ketua-kpu-tegaskan-tak-pernah-dukung-sistem-proporsional