JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator pengamanan dan pengawalan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ega, membeberkan cara mereka melindungi Richard Eliezer (Bharada E) sejak awal persidangan hingga pembacaan vonis.
Menurut Ega, hal utama yang dilakukan sebelum mengawal Richard adalah saling menumbuhkan kepercayaan.
"Pertama, dia harus percaya dulu," kata Ega, dikutip dari acara bincang-bincang di kanal YouTube Sahabat Saksi dan Korban, Senin (20/2/2023).
Ega mengatakan, terdapat sejumlah anggota LPSK yang mengawal Richard selama ditahan hingga selesai menjalani persidangan.
Akan tetapi, Ega mengatakan, informasi terkait formasi para pengawal itu bersifat rahasia, termasuk pengawal perempuan, yakni dia dan D.
Maka dari itu, kata dia, tidak semua pengawal dari LPSK yang melindungi Richard terlihat dalam sorotan media.
"Mungkin yang terlihat di media hanya itu (yang perempuan), tapi sebenarnya ada yang lain juga," ujar Ega.
Sosok D itulah yang kemudian ramai diperbincangkan di berbagai media sosial karena selalu terlihat mengawal Richard saat menuju dan selesai persidangan.
Ega dan D juga tertangkap kamera meloncat dan berpegangan tangan saat mendengarkan pembacaan vonis terhadap Richard. Namun, setelah itu mereka langsung kembali fokus melihat situasi ruang sidang untuk memastikan keamanan Richard.
Setelah pembacaan vonis selesai, keduanya beserta dua orang lelaki pengawal LPSK langsung mengerubungi dan membawa Richard pergi dari ruang sidang.
"Perlunya bonding sama terlindung ya dan bagaimana membuat dia percaya ke kita dulu. Kalau dia enggak percaya, susah juga kalau mau kita 'atur'," ujar Ega.
Ega mengatakan, setiap persidangan mereka selalu menggelar taklimat atau briefing dengan Richard.
Tujuannya supaya Richard yang juga merupakan seorang anggota Korps Brimob Polri mengetahui rencana pengamanan dari LPSK.
"Terlindung perlu kita briefing. Soal pengamanannya. Misalnya, 'Icad (Richard) kalau selesai sidang kamu lewat sini, jangan lewat sini.' Begitu," ucap Ega.
Sebelumnya, Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara pada hari yang sama dengan suaminya.
Kemudian, Kuat Ma'ruf yang merupakan asisten rumah tangga dijatuhi vonis 15 tahun penjara dalam sidang pada Selasa (14/2/2023).
Lalu, salah satu ajudan Sambo, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), divonis 13 tahun penjara pada hari yang sama dengan Kuat.
Dalam perkara itu hanya Richard Eliezer (Bharada E) yang mendapatkan vonis lebih ringan dari tuntutan.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup.
Sedangkan Putri, Ricky, dan Kuat dituntut dengan pidana 8 tahun penjara.
Ferdy Sambo, Putri, Ricky Rizal, dan Kuat melalui kuasa hukum masing-masing menyatakan tidak menerima vonis dan akan mengajukan upaya hukum lanjutan yaitu banding ke pengadilan tinggi.
Sedangkan Kejaksaan Agung menyatakan tidak mengajukan banding terhadap vonis Richard.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Richard terbukti turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Akan tetapi, majelis hakim juga mempertimbangkan suara dari masyarakat dan para akademisi yang mengajukan surat sahabat pengadilan (amicus curiae).
Selain itu, majelis hakim dalam vonis menetapkan Richard sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena dia bukan pelaku utama dan berperan mengungkapkan fakta sebenarnya.
Di sisi lain, Richard dan Ricky juga akan menjalani sidang di Komisi Kode Etik Polri (KKEP) mengenai status karier mereka sebagai polisi setelah divonis.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/20/16432181/anggota-lpsk-baru-beberkan-strategi-kawal-richard-eliezer-saat-sidang