JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi langkah Polri berkeliling Asean membangun kerja sama police to police untuk memburu buron kasus korupsi.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, langkah yang diambil Polri tersebut merupakan bentuk dukungan KPK yang masih memburu 4 tersangka korupsi.
“Saya kira itu bagus sebagai dukungan melakukan pencarian DPO (daftar pencarian orang) KPK,” kata Ali dalam keterangannya, Kamis (9/2/2023).
Ali mengatakan, dalam memburu DPO memang dibutuhkan kerja sama di luar negeri. Sebab, terdapat indikasi hampir semua buron KPK tidak berada di Indonesia.
Ali mengatakan, KPK juga telah meminta bantuan Interpol untuk mengejar DPO.
Ia mencontohkan, dalam beberapa waktu terakhir KPK meminta bantuan Interpol untuk menangkap buron kasus e KTP, Paulus Tannos.
Ia disebut sempat terdeteksi di Thailand. Namun, red notice untuk Paulus Tannos terlambat terbit karena ia sudah berganti identitas.
“Yang sudah pernah disampaikan contohnya tersangka PT (Paulus Tannos) ada di luar negeri dan bahkan sudah berganti identitas,” ujar Ali.
Jaksa tersebut mengatakan, Paulus Tannos bahkan telah mengantongi paspor dari negara lain.
Meski demikian, ia enggan membeberkan negara yang menerbitkan paspor untuk Paulus Tannos.
“Kami tidak bisa sebutkan saat ini negara mana yang menerbitkan paspor dari tersangka KPK yang saat ini jadi DPO,” tuturnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku sedang membangun kerja sama dengan kepolisian di negara-negara Asean untuk memburu DPO KPK.
Saat ini, anggota Korps Bhayangkara itu sedang berkeliling di negara-negara Asia Tenggara.
"Polri saat ini juga membuat kerja sama dengan beberapa negara di ASEAN untuk mempermudah pencarian para pelaku (korupsi) dengan skema police to police," ujar Listyo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Sebelumnya, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengungkapkan, pihaknya bisa menangkap Paulus Tannos di Thailand jika saja red notice dari Interpol tidak terlambat terbit.
Pada Jumat (27/1/2023), Ali mengatakan bahwa red notice itu terlambat karena Paulus Tannos berganti nama.
Hal ini membuat KPK harus mencari tersangka korupsi itu dengan identitas barunya. Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
Perusahaan itu terlibat dalam pengadaan proyek e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah.
Adapun tiga buron KPK lainnya adalah mantan politikus PDI Perjuangan Harun Masiku yang menjadi tersangka suap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kemudian, Kirana Kotama yang terjerat kasus korupsi pemberian hadiah terkait penunjukan Ashanti Sales sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan Kapal SSV untuk Pemerintah Filipina tahun 2014.
Terakhir, Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak yang terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur.
Ia diduga melarikan ke Papua Nugini melalui jalur ilegal dengan dibantu sejumlah anggota polisi dan TNI Angkatan Darat.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/09/18164711/kpk-apresiasi-polri-keliling-asean-buru-dpo-korupsi