Sebagaimana diketahui, baru-baru ini Gubernur Papua Lukas Enembe mengirim surat yang berisi menagih janji berobat ke Singapura kepada Firli.
“Demi kebaikan KPK dan juga demi kebaikan Pak Firli maka saya memohon dewan pengawas KPK untuk meneliti hal ini,” kata Boyamin dalam keterangannya, Rabu (8/2/2023).
Boyamin mengatakan, tindakan yang diambil Dewas KPK tidak harus berupa proses dugaan pelanggaran etik.
Ia menekankan bahwa Dewas harus bergerak agar citra KPK tidak menjadi buruk akibat perkara surat Lukas Enembe.
Belum lagi, kata Boyamin, belakangan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengkritik Firli kinerja pimpinan yang cenderung one man show.
“Kesannya ada hal-hal yang tidak pas termasuk kemarin Pak Nawawi ngomong tentang one man show, nah ini kan suatu ganjalan-ganjalan,” ujar Boyamin.
Karena itu, agar persoalan ini tidak menimbulkan situasi buruk maka Dewas harus turun tangan mengambil alih persoalan tersebut.
Menurutnya, langkah Dewas meneliti persoalan ini tidak harus berdasar pada laporan dari masyarakat.
Sebab, Dewas juga berwenang melaksanakan tugasnya mengawasi seluruh insan KPK.
“Termasuk pimpinan KPK tanpa harus aduan dari masyarakat,” ujar Boyamin.
Lebih lanjut, Boyamin menyebut jika memang Firli menjanjikan sesuatu maka bisa timbul dugaan pelanggaran etik.
Namun, jika bukan janji melainkan strategi untuk membujuk Lukas agar mau ke Jakarta maka itu bisa menjadi kebaikan bagi KPK dan Firli.
“Kalau memang ada janji bisa jadi pelanggaran kode etik,” tuturnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, mengirimkan surat yang ditulis kliennya ke KPK. Surat yang ditulis dengan tangan itu ditujukan untuk Firli Bahuri.
Menurut Petrus, melalui surat tersebut Lukas menagih janji yang disampaikan Firli saat melakukan pemeriksaan di rumah Lukas pada 3 November tahun lalu.
Saat itu, kata Petrus, Firli menjanjikan Lukas Enembe bisa menjalani pengobatan di Singapura. Lukas memang diketahui telah menjalani pengobatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura sebelum akhirnya tertangkap KPK.
"Pak Firli sudah berjanji di Koya rumah Pak Lukas Enembe tanggal 03/11/22, saat BAP tapi sakit dan BAP ditutup," ujar Petrus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/2/2023).
Belakangan, Petrus menyebut bahwa janji tersebut disampaikan ke Lukas saat ia ditangkap di Rumah Makan Sendok Garpu, Jayapura pada 10 Januari lalu.
Petrus mengaku mendapatkan informasi ini dari Lukas saat menemuinya di Rutan KPK, Senin (6/2/2023).
Kliennya menuturkan bahwa Ketua Tim Penyidik yang menangkapnya berbicara dengan Firli melalui telepon. Setelah itu, Lukas mendapat kesempatan berbicara dengan Firli.
“Ketua Tim Penyidik itu, sebelumnya bicara lewat telepon, dengan Ketua KPK, baru kemudian bicara dengan Bapak Lukas, bahwa dirinya (Lukas) akan diizinkan berobat ke Singapura, kalau mau datang dulu ke Jakarta. Karena dijanjikan itulah, maka Bapak Lukas Enembe mau ke Jakarta,” ujar Petrus, Senin (6/2/2023).
Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/08/13343991/maki-minta-dewas-kpk-teliti-perkara-surat-lukas-enembe-tagih-janji-ke-firli