Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung mengatakan, kerugian perekonomian itu timbul akibat dugaan korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
Selain itu, jaksa juga menuntut Surya Darmadi membayar Rp 4.798.706.951.640 atau Rp 4,7 triliun dan 7.885.857,36 dollar Amerika Serikat.
“Membebankan kepada terdakwa atas kerugian keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dollar Amerika Serikat dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000,” kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).
Jaksa meminta majelis hakim memberikan tenggat waktu terhadap bos perusahaan sawit itu selama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam waktu tersebut Surya Darmadi tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi tagihan tersebut.
Selanjutnya, jika Surya Darmadi dinyatakan bersalah dan dihukum selain pidana seumur hidup atau mati dan ia tidak memiliki harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka tagihan itu diganti dengan pidana penjara.
“Maka akan diganti dengan pidana penjara 10 tahun apabila terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar uang pengganti tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti,” ujar Jaksa.
Dalam surat tuntutannya, jaksa menuntut majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara seumur hidup bagi Surya Darmadi dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menilai, taipan itu terbukti bersalah melakukan korupsi bersama-sama dengan mantan Bupati Inhu, Raja Thamsir.
Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan lahan negara.
Selain itu, Jaksa juga menilai Surya Darmadi terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan merubah bentuk dan mengalihkan hasil korupsinya ke sejumlah perusahaan maupun aset lainnya.
Hal ini sesuai primer Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa juga menilai dakwaan Pasal 3 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah terbukti.
Permasalahan administrasi
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan (eksepsi), kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang, menilai, permasalahan izin terkait bisnis perkebunan kelapa sawit yang menjerat kliennya bukan perbuatan tindak pidana korupsi.
Menurut Juniver Girsang, permasalahan izin beberapa perusahaan yang dikelola kliennya merupakan permasalahan administrasi yang termasuk ke dalam Undang-Undang Kehutanan.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana di dalam dakwaan penuntut umum bukanlah merupakan tindak pidana dan tidak masuk dalam ruang lingkup perkara tindak pidana korupsi," ujar Juniver saat membacakan eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (19/9/2022).
Juniver berpendapat, dakwaan jaksa penuntut umum yang menyebutkan bahwa kliennya telah melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi keliru.
Ia menilai, perkara izin perkebunan yang menjerat kliennya hanya berlaku asas kekhususan yang di dalam Undang-Undang Kehutanan alias hanya berlaku asas lex specialist systematisch.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/06/18285591/selain-penjara-seumur-hidup-surya-darmadi-juga-dituntut-uang-ganti-rp-739-t