MK menolak uji materi Pasal 78 Ayat (1) Angka (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur ketentuan tersebut.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Selasa (31/1/2023).
Gugatan nomor 86/PUU-XX/2022 ini diajukan seorang warga bernama Robiyanto. Ia adalah anak dari Taslim alias Cikok yang merupakan korban pembunuhan sadis di Kepulauan Riau pada 2002 lalu.
Dalam kasus pembunuhan Cikok, polisi saat itu telah menetapkan 7 orang tersangka, tetapi hanya 2 orang yang diadili hingga berkekuatan hukum tetap, sedangkan 5 lainnya berstatus buron.
Dalam proses persidangan, majelis hakim pun menetapkan dua orang lain menjadi tersangka, tetapi polisi kemudian menghentikan proses penyidikan kasus ini karena dianggap sudah kedaluwarsa.
Menurut Robiyanto, adanya masa kedaluwarsa itu merugikan dirinya karena tidak mendapatkan keadilan atas kematian orangtuannya.
Dalam gugatannya, Robiyanto menilai, masa kedaluwarsa dalam kasus dengan ancaman pidana mati/seumur hidup semestinya dilipatgandakan menjadi 36 tahun.
Angka tersebut dianggapnya sepadan dengan masa kedaluwarsa dalam kasus dengan ancaman pidana 3 tahun maupun 3 tahun lebih yang dua kali lipatnya, yakni 6 tahun dan 12 tahun.
Akan tetapi, MK menolak permohonan Robiyanto karena dinilai bakal menimbulkan persoalan terkait validitas alat-alat bukti dalam mengungkap adanya tindak pidana.
Hakim MK Suhartoyo mengatakan, lamanya kurun waktu kedaluwarsa dapat menyulitkan aparat penegak hukum untuk mempulkan bukti yang valid, baik itu keterangan saksi dan tersangka/terdakwa serta barang bukti.
Sebab, dalam kurun waktu tersebut, sangat dimungkinkan terjadinya penggantian aparat penegak hukum yakni penyelidik dan penyidik.
"Hal ini berdampak adanya kajian dan penilaian atas hasil penyelidikan dan penyidikan suatu perkara harus dimulai dari awal oleh penyidik baru dengan mendasarkan alat bukti yang dimungkinkan sudah tidak valid lagi," ujar Suhartoyo.
Ia mencontohkan, bisa saja ada barang bukti yang rusak serta saksi atau tersangka/terdakwa telah lupa mengingat periwtiwa yang mereka lihat, alami, dan rasakan akibat faktor usia, kesehatan, bahkan sudah meninggal dunia.
Suhartoyo mengatakan, kondisi teresebut justru dapat menghasilkan fakta-fakta hukum yang tidak sesuai dengan peristiwa pidana yang sebenarnya sehingga akan menghasilkan putusan hakim yang tidak objektif dan tidak mencerminkan kepastian hukum.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa masa kedaluwarsa selama 18 tahun saja sudah menimbulkan masalah terkait validitas alat-alat bukti dalam mengungkap adanya tindak pidana.
"Jika dalil pemohon diikuti, hal tersebut jelas semakin berpotensi menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum, bagi tersangka/terdakwa, korban, dan masyarakat pada umumnya," kata Suhartoyo.
Kendati demikian, MK menilai keadilan bagi korban harus tetap dipertimbangkan meskipun masa kedaluwarsa proses pidana tetap berlaku.
Menurut MK, korban tetap dapat menuntut pertanggungjawaban dengan mengajukan gugatan secara keperdataan, meski MK mengakui langkah itu memerlukan biaya yang tidak kecil.
Oleh karena itu, MK menilai bahwa pembentuk undang-undang dapat mempertimbangkan adanya kewajiban negara untuk memberikan kompensasi terhadap korban atau keluarga korban sebagai bentuk pertanggungjawaban.
"Dengan demikian negara dapat menciptakan kesetimpalan dan keadilan yang berujung pada terciptanya rasa aman dan damai serta menumbuhkan rasa percaya terhadap kinerja negara dalam upaya penegakan hukum pidan," kata Suhartoyo.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/31/16152301/kedaluwarsa-kasus-pidana-hukuman-mati-dan-seumur-hidup-setelah-18-tahun
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan