Salin Artikel

"Presidential Threshold" Dinilai Aneh Diterapkan pada Pemilu Serentak

JAKARTA, KOMPAS.com - Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dinilai aneh untuk diterapkan pada penyelenggaraan pemilu secara serentak antara pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).

Manajer program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menegaskan bahwa presidential threshold tidak relevan dengan esensi pemilu serentak.

"Esensi pemilu serentak kan sebetulnya partai politik yang menjadi peserta pemilu bisa mengajukan pasangan capres, sehingga ide pasangan capres ini bisa disatukan dengan parpol yang mengusung," kata Fadli dalam talkshow GASPOL! Kompas.com, dikutip Kamis (26/1/2023).

"Sehingga ini menarik minat pemilih menjatuhkan pilihan, atau yang disebut coattail effect, efek ekor jas itu," tambahnya.

Namun, cita-cita ideal dari pemilihan serentak ini justru dinilai diamputasi dengan presidential threshold dengan ambang yang amat tinggi, yaitu 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional hasil pemilu sebelumnya.

Di Indonesia yang menganut sistem presidensial, isu mayor setiap kali pemilu menjelang hampir pasti seputar pencapresan. Hal ini, ungkap Fadli, merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan dari sistem presidensial.

Imbasnya, pemilihan legislatif bakal kurang pamor. Padahal, pileg tak kalah penting.

Keadaan dianggap semakin berat bagi partai-partai politik pendatang baru yang memerlukan waktu dan upaya ekstra untuk memperkenalkan program, caleg, dan visi-misi mereka.

"Tantangannya bukan mengubah pemilu serentaknya, tapi menghilangkan ambang batas pencalonan presiden itu," ucap Fadli.

Namun demikian, meskipun ketentuan presidential threshold ini sudah berulang kali digugat ke Mahkamah Konstitusi, namun MK hingga sekarang belum pernah mengabulkan satu pun gugatan itu.

Keberatan parpol baru

Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Mahfuz Sidik, sependapat dengan Fadli. Menurutnya, pengambil kebijakan seharusnya memilih salah satu antara mempertahankan ambang batas pencalonan presiden atau mempertahankan keserentakan pemilu.

"Kalau serentak itu mau dipertahankan, maka tidak ada lagi syarat minimal 20 persen. Jadi semua parpol bisa mengajukan calonnya," kata Mahfuz dalam talkshow GASPOL.

"Di situ kemudian bisa ada kesebangunan ide dan kepentingan setiap parpol antara agenda pileg dan pilpresnya," ia menambahkan.

Ia menilai, dipertahankannya dua hal tersebut merupakan anomali tata negara dan kepemiluan.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Gede Pasek Suardika, juga berpendapat senada.

Menurutnya, struktur kebijakan kepemiluan yang didesain DPR RI dan pemerintah telah membonsai asa partai-partai politik pendatang baru dalam pemilu serentak dengan keberadaan presidential threshold.

"Kami, 4 partai politik baru ini, punya apa? Kursi enggak ada, suara sah enggak punya, capres tidak punya juga karena syarat mengusung capres ya dua itu tadi," kata Pasek dalam talkshow GASPOL.

Padahal, undang-undang secara tegas mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik peserta pemilu.

Sejak 14 Desember 2022, KPU RI telah menetapkan 17 partai politik nasional untuk bertarung sebagai peserta Pemilu 2024, disusul Partai Ummat setelah proses mediasi sengketa berhasil mencapai sepakat di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sehingga total ada 18 partai politik peserta Pemilu 2024.

"Siapa peserta pemilu (2024)? Ya, yang disahkan KPU tanggal 14 Desember 2022. Berarti seharusnya mereka bisa semua dong," ungkap Pasek.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/26/07214091/presidential-threshold-dinilai-aneh-diterapkan-pada-pemilu-serentak

Terkini Lainnya

Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke