JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, dianggap menegaskan sikap agresif dan posisinya yang berhadapan dengan masyarakat melalui isi nota pembelaan (pleidoi).
Hal itu disampaikan dalam tanggapan psikolog forensik Reza Indragiri Amriel terhadap nota pembelaan Ferdy Sambo yang dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
"Sejak awal, FS justru memperteguh kesan menyerang (agresif ofensif) namun dengan kemasan rendah hati," kata Reza dalam keterangannya seperti dikutip Kompas.com, Rabu (25/1/2023).
"Konsisten sebagaimana di awal, di akhir pun FS menegaskan betapa ia berhadap-hadapan dengan masyarakat," lanjut Reza.
Menurut Reza terdapat 8 bagian dalam isi nota pembelaan Ferdy Sambo.
Pertama, kata Reza, melalui nota pembelaan itu Ferdy Sambo mengecam masyarakat yang dianggap menghakimi dirinya padahal kasus itu belum diputuskan oleh hakim.
Lalu yang kedua adalah, dalam nota pembelaan itu Ferdy Sambo menggambarkan dampak sikap masyarakat terhadap dirinya dan keluarganya.
Ketiga, nota pembelaan Ferdy Sambo tetap memasukkan dugaan pemerkosaan oleh Yosua terhadap Putri Candrawathi (istri Sambo) sebagai titik pemicu peristiwa.
"Keempat, pleidoi Ferdy Sambo menekankan iktikadnya untuk menolong Yosua dan menyelamatkan Richard Eliezer (Bharada E)," ucap Reza.
Kelima, kata Reza, dalam pleidoi itu Ferdy Sambo menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada keluarganya sendiri.
Keenam, lanjut Reza, dalam pleidoi itu Ferdy Sambo menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada asisten rumah tangga Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR, dan Richard.
Ketujuh, dalam nota pembelaan itu Ferdy Sambo meminta hakim memberikan putusan yang adil dengan pertimbangan seobjektif mungkin.
"Kedelapan, nota pembelaan Ferdy Sambo ditutup dengan doa dengan mengutip ayat Injil," ujar Reza.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai kelima terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Kelimanya dinilai melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Kuat Ma'ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan pada Senin (16/1/2023). Kemudian, ia dituntut pidana penjara 8 tahun.
Setelah itu, Ricky Rizal yang menjalani sidang tuntutan. Eks ajudan Ferdy Sambo berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari, atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar.
Eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
Berikutnya, Putri Candrawathi dan Richard Eliezer yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Istri Ferdy Sambo dituntut pidana penjara 8 tahun.
Sementara, eks ajudan mantan Kadiv Propam Polri dari satuan Brimob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada), Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.
Dalam surat tuntutan disebutkan, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat eks polisi berpangkat inspektur jenderal (irjen) itu marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Awalnya, Ferdy Sambo menyuruh Ricky Rizal menembak Brigadir J. Namun, Bripka RR menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer.
Brigadir J tewas dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya eks ajudannya itu tak bernyawa, Ferdy Sambo disebut menembak kepala belakang Brigadir J hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Brigadir J.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/25/17353261/ferdy-sambo-dinilai-tegaskan-sikap-agresif-ofensif-dalam-pleidoi