Salin Artikel

Pengamat Intelijen Sebut Tuntutan Ferdy Sambo Indikasi Ada Intervensi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat intelijen Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto mengatakan, indikasi dari dugaan intervensi dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) bisa dilihat dari tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum.

Menurut Soleman, salah satu indikasi yang diduga sebagai intervensi itu adalah tuntutan penjara seumur hidup terhadap salah satu terdakwa yaitu Ferdy Sambo.

"Dari indikasi kita sudah bisa melihat bagaimana Kejaksaan dari awal maju penuh, gas penuh, ujungnya yang saya bilang hanya hukuman seumur hidup," kata Soleman seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (23/1/2023).

Soleman mengatakan, dilihat dari dakwaan primer terhadap Ferdy Sambo yakni Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maka seharusnya jaksa penuntut umum bisa mengupayakan penuntutan hukuman maksimal yaitu pidana mati. Namun, hal itu tidak terjadi.

"Padahal kan dari awal 340 itu maksimum. Upaya mereka harusnya maksimum. Nah itu indikasi. Bagi saya itulah keberhasilan. Karena apa? Dari awal kita kan melihat Kejaksaan tidak seperti itu. Selalu Kejaksaan ingin maksimum," ujar Soleman.

Indikasi kedua dugaan intervensi dalam persidangan itu, kata Soleman, adalah tuntutan terhadap terdakwa Richard Eliezer (Bharada E) dan Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR).

Di dalam tuntutan itu, kata Soleman, jaksa membandingkan tindakan yang dilakukan Ricky dengan berani menolak permintaan Sambo untuk menembak Yosua dengan kepatuhan Richard.

"Dari awal Eliezer sudah membuka, tapi ujungnya Kejaksaan ini membandingkan antara seorang Ricky Rizal yang Sersan Polisi Lalu Lintas dengan Bharada 2 Brimob. Ini kan 2 hal yang sangat berbeda untuk mencari pembenaran," ujar Soleman yang merupakan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.

Menurut Soleman, tindakan Ricky yang menolak permintaan Sambo untuk menembak Yosua harus dilihat dari latar belakangnya yang merupakan seorang Polantas.

Soleman mengatakan, seorang Polantas dituntut untuk memahami dengan baik pasal-pasal dalam undang-undang jika hendak menegakkan hukum terhadap para pengguna jalan yang melanggar aturan.

"Sedangkan Eliezer itu Brimob. Bharada. Pekerjaannya ya menunggu perintah atasan. Tidak bisa melakukan inisiatif seperti Ricky yang seorang Polantas yang memang harus mikir untuk menilang misalnya," ucap Soleman.

Sedangkan terdakwa lainnya yakni Richard Eliezer dituntut selama 12 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (18/1/2023).

Richard dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.

Sementara itu, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), dan istri Ferdy sambo yakni Putri Candrawathi dituntut penjara masing-masing selama 8 tahun dalam kasus itu.

Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini hanya Richard yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

LPSK juga mengajukan permohonan supaya Richard dipertimbangkan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena pengakuannya membongkar skenario di balik kasus itu.

Dalam menjatuhkan tuntutannya, jaksa menyatakan ada sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Richard Eliezer.

Hal yang memberatkan Richard adalah dia merupakan eksekutor yang mengakibatkan Yosua meninggal.

Selain itu, jaksa menganggap perbuatan Richard menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di tengah masyarakat.

Sementara hal yang meringankan adalah Richard merupakan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator untuk membongkar kejahatan dalam perkara ini.

Selain itu terdakwa juga belum pernah dihukum dan berlaku sopan serta kooperatif selama persidangan.

Richard Eliezer juga disebut telah menyesali perbuatannya, dan perbuatan tersebut telah dimaafkan oleh pihak dari keluarga korban.

Secara terpisah, Mahfud MD menyebut dari informasi yang dia terima terdapat seorang perwira tinggi yang diduga berupaya buat mempengaruhi vonis Ferdy Sambo.

"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Menurut Mahfud, selain mencoba mempengaruhi vonis, dalam "gerakan bawah tanah" itu ada juga upaya melobi supaya Sambo dibebaskan.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," ujar Mahfud.

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.

Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh. Ia menegaskan, siapapun yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.

"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan 'gerakan-gerakan bawah tanah' itu," kata Mahfud.

(Penulis : Nirmala Maulana Achmad | Editor : Diamanty Meiliana)

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/24/21062811/pengamat-intelijen-sebut-tuntutan-ferdy-sambo-indikasi-ada-intervensi

Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke