JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana memperpanjang masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 9 tahun dinilai dapat membuka pintu penyelewengan dan korupsi karena mereka berwenang mengelola dana desa yang jumlahnya tidak sedikit.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengingatkan, kekuasan yang diemban terlalu lama dapat menimbulkan sifat-sifat koruptif.
"Ini tidak sehat ya, membangun pengelolaan negara secara administratif secara buruk ya di mana kekuasaan hendak dibangun tak terbatas padahal sifat kekuasaan itu kalau sudah terlalu lama dia akan koruptif," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (20/1/2023).
Feri juga menekankan bahwa perubahan masa jabatan kades menjadi 9 tahun membuat mereka menjabat terlalu lama. Sebab, Undang-Undang Desa mengatur bahwa kepala desa dapat menjabat selama 3 periode. Artinya, kepala desa bisa menjabat hingga 3x9 tahun atau 27 tahun apabila wacana itu terealisasi.
"Bagi saya ini ruang baru cara-cara tidak sah dalam penyelenggaraan negara, seolah-olah masa jabatan itu tidak butuh pembatasan atau hendak selalu diperpanjang," kata Feri.
Ia pun khawatir wacana ini dapat merembet pada isu perpanjangan masa jabatan atau penambahan periode jabatan presiden yang timbul dan tenggelam dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Feri, kades yang menjadi ujung tombak pemerintahan dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dijadikan alat untuk menggolkan perubahan masa jabatan presiden.
Terlebih, katanya, para kepala desa juga sudah 'dibeli' dengan memperpanjang masa jabatan mereka.
"Bukan tidak mungkin pemberian perpanjangan masa jabatan ini bagian dari Pemilu 2024 untuk mengendalikan kepala desa demi kepentingan politik tertentu, jadi raja kecil di bawah kendali raja besar di pusat," ujar Feri.
Wacana mengubah masa jabatan kades menjadi 9 tahun muncul seusai unjuk rasa yang digelar oleh ribuan kepala desa di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Kepala Desa Poja, Nusa Tenggara Barat, Robi Darwis menyatakan, kepala desa ingin masa jabatan diperpanjang karena menjabat selama 6 tahun dinilai belum cukup.
"Karena memang 6 tahun ini sangat kurang. Ketika 6 tahun maka kami tetap persaingan politik, jadi tidak cukup dengan 6 tahun. Karena selama 6 tahun itu kami tetap ada persaingan politik," ujar Robi saat ditemui di depan Gedung DPR, Selasa.
Robi berharap, dengan masa jabatan sebagai kades diperpanjang jadi 9 tahun, maka persaingan politik akan berkurang.
Persaingan politik yang dimaksud adalah pihak-pihak yang tadinya bekerja sama dengan kepala desa jadi tidak mau bekerja sama ketika sudah mendekati pergantian kepala desa.
"Jadi harapan kami, dengan waktu yang cukup lama ini, kami bisa melakukan konsultasi dan meminta kerja sama. Karena memang desa ini harus dibangun dengan kebersamaan. Tanpa adanya kebersamaan, desa tidak akan maju," katanya.
Tuntutan tersebut mendapat respons positif dari pemerintah melalui Menteri Pembangunan Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar yang menyebut masa jabatan 9 tahun akan memberikan manfaat bagi warga desa.
"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang enggak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Abdul Halim dilansir dari siaran pers, Jumat.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/20/13132731/perpanjangan-masa-jabatan-kepala-desa-rawan-munculkan-sifat-koruptif
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan