JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo terkait kondisi emosional saat menceritakan peristiwa di Magelang.
Jaksa awalnya menanyakan, mengapa Ferdy Sambo seringkali terlihat emosi ketika menceritakan peristiwa pelecehan seksual yang dialami istrinya.
"Mengapa seperti itu?" tanya Jaksa dalam sidang digelar Selasa (10/1/2023).
Sambo menjawab, andai Jaksa bisa merasakan apa yang dia rasakan ketika istrinya dilecehkan oleh orang terdekat, mungkin bisa mengetahui alasan ia begitu emosional dan menangis.
"Ya kalau Penuntut Umum bisa meraskaan perasaan saya, istrinya dibuat seperti itu (dilecehkan) pasti bisa merasakan hal yang sama seperti saya," ucap Sambo.
Jaksa kemudian mencecar, tangisan Sambo bukan kali pertama terjadi.
JPU membeberkan rekam jejak bagaimana Sambo menceritakan skenario tembak-menembak dengan cucuran air mata di hadapan Komisioner Komnas HAM, Kompolnas bahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran.
"Di sana saudara masih mempertahankan skenario, pada saat itu saudara menangis untuk mempertahankan skenario pemerkosaan, apakah itu benar?" tanya Jaksa.
"Saat bertemu dengan pejabat tersebut saya mengingat kejadian di Magelang," Sambo berkilah.
"Tapi yang saudara sampaikan peristiwa pemerkosaan di Duren Tiga?" tanya Jaksa.
Sambo membenarkan dan mengoreksi bukan perkosaan tapi pelecehan.
"Pelecehan di Duren Tiga," ucap Sambo.
Lantas Jaksa meragukan keterangannya yang sekarang yang menyebut benar terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Karena Sambo menggunakan cara yang sama yaitu terlihat emosional untuk mempertahankan benar adanya peristiwa pelecehan seksual yang dialami istrinya di Magelang.
"Lalu apa yang bisa membuat kami percaya bahwa tangisan saudara ini adalah benar tentang peristiwa di Magelang?" tanya Jaksa.
Mendengar cecaran Jaksa, penasehat hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis keberatan. Jaksa dinilai menanyakan opini bukan mencari kebenaran fakta.
Jaksa kemudian menyanggah, "bukan, ini pertanyaan kepada terdakwa apa yang dilakukan dan terdakwa alami."
Hakim mengizinkan untuk melanjutkan, dan memberikan kesempatan Sambo menjawab.
"Saya sampaikan Yang Mulia, saya sudah sampaikan bahwa saya salah. Saya akan bertanggungjawab." pungkas Sambo.
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR dan Kuat Ma'ruf.
Dalam dakwaan disebutkan, Bharada E menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Peristiwa pembunuhan disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang pada 7 Juli 2022.
Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di rumah dinasnya di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Akibat perbuatannya, Sambo, Putri, Richard, Ricky, dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Khusus untuk Sambo, jaksa juga mendakwanya terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Eks perwira tinggi Polri itu dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/10/20075131/jpu-ke-sambo-apa-bisa-kami-percaya-tangisan-saudara-benar
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.