Salin Artikel

KPK Tegaskan Tak Perlu Perintah Presiden dan Jaksa Agung untuk Tahan Gazalba Saleh

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan bahwa lembaganya tidak memerlukan perintah Presiden RI dan Jaksa Agung RI untuk menahan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Gazalba Saleh.

Adapun penahanan terhadap Hakim Agung nonaktif itu dilakukan tepat 10 hari setelah KPK mengumumkan Gazalba sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang bergulir di MA pada 28 November 2022.

Juru Bicara KPK itu menyatakan, penahanan terhadap Gazalba Saleh dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan dan berpedoman pada Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Terkait dengan penahanan, KPK tidak memerlukan perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden karena ketentuan tersebut tidak mengikat karena KPK adalah institusi yang independen dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya serta tidak terikat pada ketentuan administrasi,” ujar Ali kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2023).

“Tindakan penahanan juga tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tetap menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia,” kata Ali.

Oleh sebab itu, KPK menilai pernyataan Kuasa Hukum Gazalba Saleh dalam sidang praperadilan yang menyatakan lembaga antikorupsi itu melanggar prosedur dalam proses penanganan perkara keliru.

“Dari jawaban KPK tersebut, kami berharap agar hakim praperadilan dalam putusannya menyatakan menolak permohonan praperadilan yang diajukan tersangka selaku pemohon,” kata Ali.

“Menyatakan surat perintah penyidikan dengan menetapkan status tersangka dan surat perintah penahanan tersangka adalah sah dan berdasar menurut hukum serta mempunyai kekuatan mengikat,” ucapnya.

Dalam sidang praperadilan, Kuasa Hukum Gazalba Saleh, Firman Wijaya menyoroti penetapan tersangka terhadap Hakim Agung yang tidak melalui izin Presiden RI dan Jaksa Agung.

Padahal, ketentuan itu merupakan prosedur yang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (MA).

“Saya rasa ketentuan yang terkait dengan izin presiden tetap berlaku ya sebagai penyelenggara negara, tentu harus melalui prosedur karena belum ada satu pasal pun dalam UU KPK termasuk dalam UU Tipikor yang mengecualikan itu,” papar Firman dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (4/1/2023).

“Ada Pasal yang mengatakan ketentuan yang menyangkut izin presiden ini tidak berlaku? itu harus ada! kalau tidak ada, kita tidak bisa mengada-ada, ini yang harus saya katakan, prosedur pengajuan praperadilan penetapan status tersangka Hakim Agung GS menjadi penting karena jangan sampai memunculkan semacam preseden negatif, preseden ya tangkap dulu prosedur kemudian,” ujarnya.

Dalam gugatannya, Kubu Gazalba Saleh mempermasalahkan alat bukti yang dimiliki KPK sehingga bisa menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (Sprindik) KPK Nomor: B/714/DIK.00/23/11/2022 tanggal 01 November 2022.

Menurut kubu Gazalba Saleh, penetapan tersangka yang dilakukan komisi antirasuah itu tidak didasari oleh adanya surat penetapan tersangka sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), melainkan hanya melalui Spindik.

Dalam kasus ini, Gazalba Saleh dan bawahannya dijanjikan uang Rp 2,2 miliar. Suap itu diberikan melalui PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria. Suap diberikan agar MA memenangkan gugatan kasasi yang diajukan Debitur Intidana, Heryanto Tanaka.

Ia didampingi dua pengacaranya, yaitu Yosep Parera dan Eko Suparno. Gazalba diduga menerima suap uang 202.000 dollar Singapura terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA.

Selain Gazalba, KPK juga telah menetapkan Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, serta Nurmanto Akmal dan Desy Yustria yang merupakan PNS di MA, sebagai tersangka penerima suap dalam perkara ini.

Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, dan Eko Suparno ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Mereka dijerat melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Ia diketahui menangani perkara perdata gugatan kasasi Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Sementara itu, Gazalba menangani perkara gugatan kasasi pada perkara pidana Intidana.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/04/11260641/kpk-tegaskan-tak-perlu-perintah-presiden-dan-jaksa-agung-untuk-tahan-gazalba

Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke