Salin Artikel

Menyelesaikan Tantangan Geopolitik 2023 dengan ‘Cara Asia’ ala Indonesia

Mengapa? Alasannya karena sistem internasional kita menjadi semakin terfragmentasi dengan multilateralisme di bawah tekanan yang semakin meningkat.

Ketakpastian sebagai kenormal baru

Ketegangan geopolitik yang meningkat dan volatilitas ekonomi global membuat dunia masuk ke dalam keadaan tidak stabil.

Dampak ekonomi yang mengganggu dari perang di Ukraina masih akan merusak prospek pemulihan ekonomi global dan telah menambah biaya hidup yang dipicu oleh pandemi Covid-19.

Sebagian besar lembaga think tank internasional, perusahaan investasi, dan lainnya melihat ketidakpastian sebagai 'kenormalan baru' geopoliik global.

Laporan The Economist 'The World Ahead 2023' secara ringkas menggambarkan dunia saat ini sebagai "jauh lebih tidak stabil, terguncang oleh perubahan persaingan kekuatan besar, gempa susulan pandemi, pergolakan ekonomi, cuaca ekstrem, dan perubahan sosial dan perubahan teknologi yang cepat" .

Risiko geopolitik utama yang akan mendominasi tahun mendatang adalah semakin intensifnya persaingan antara AS dan China serta konsekuensinya terhadap geopolitik dan ekonomi global.

Pertemuan tatap muka pertama antara Presiden Jo Biden dan Xi Jinping pada November lalu memang menjanjikan penurunan ketegangan. Kedua pemimpin berjanji untuk memperbaiki hubungan yang telah tenggelam ke titik terendah dalam sejarah.

Namun pertemuan tersebut tak mempersempit perbedaan di antara mereka mengenai isu-isu kontroversial yang memisahkan mereka seperti isu Taiwan, sengketa perdagangan, pembatasan teknologi, dan posisi militer.

Prospek hubungan di antara keduanya sama sekali tak pasti, terutama karena pemerintahan Biden telah menghidupkan kembali jaringan aliansi dan kemitraan militernya, baik di Eropa maupun di Indo-Pasifik, dan penolakan China yang tegas kebijakan AS tersebut.

Control Risks, sebuah perusahaan konsultan global, melihat hubungan AS-China sebagai risiko geopolitik terbesar bagi dunia untuk 2023.

Memang ada juga pengamat lain yang tak sependapat dengan itu. Bahkan, mereka tak melihat adanya potensi konflik di antara kedua negara.

Namun, pada kenyataannya, kedekatan AS dan Taiwan akan tetap menjadi titik nyala berbahaya dalam hubungan AS-China.

Selain itu, negara-negara Asia Tenggara khawatir akan pecahnya bentrokan yang tak disengaja di kawasan Laut Cina Selatan, apabila hubungan kedua negara besar itu mengalami kebuntuan.

Perang Ukraina

Perang Ukraina yang sudah berjalan sembilan bulan adalah faktor kritis lain yang akan memengaruhi iklim geopolitik 2023.

Menurut Survei Strategis Tahunan oleh International Institute of Strategic Studies (IISS) yang berbasis di London, invasi Rusia ke Ukraina menandai garis patahan geopolitik, yang memiliki konsekuensi politik dan ekonomi yang membentuk kembali lanskap global.

IISS berpendapat bahwa “perang mendefinisikan kembali keamanan Barat, dapat mengubah Rusia secara mendalam, dan memengaruhi persepsi dan perhitungan secara global”.

Meskipun konflik mengalihkan perhatian Barat dari prioritas strategisnya di Asia Pasifik, hal itu menggarisbawahi bahwa keamanan Eropa tetap menjadi 'kepentingan utama' Barat.

Namun, survei tersebut berpandangan bahwa dua teater geopolitik: Euro-Atlantik dan Asia-Pasifik akan selalu saling bergantung. Artinya “keretakan” di Euro-Atlantik akan membuat komitmen untuk menjaga keamanan eksternal (Asia-Pasifik) menjadi sulit dijalankan.

Sebaliknya, keberhasilan menjaga ‘keamanan’ di Euro-Atlantik’ akan memberikan kredibilitas bahwa keamanan di Indo-Pasifik dapat dikendalikan.

Jadi, selama Perang Ukraina belum dihentikan, kita akan menyaksikan peningkatan ketegangan geopolitik secara global, dan banyak negara kemungkinan besar akan bergumul dengan beban ekonomi yang berat.

Sebab perang tersebut telah mengacaukan rantai pasokan global dan pasar komoditas dan energi, dengan volatilitas yang berkontribusi terhadap tekanan resesi di ekonomi global pada tahun 2023.

Jadi, tak mengherankan kalau pada Oktober lalu, IMF memperingatkan bahwa kondisi terburuk belum datang untuk ekonomi global, dan banyak negara akan mengalami resesi pada tahun 2023.

Keberpihakan formal baru dan bangkitnya aliansi lama

Belakangan ini kita menyaksikan pergeseran kekuatan global yang mengarah pada keberpihakan formal baru, sekaligus menghidupkan kembali aliansi sebelumnya.

AS, misalnya, memandang China sebagai aktor kompetitif. Upaya untuk mewujudkan hegemoninya di kawasan Asia–Pasifik, AS kembali menghidupkan jaringan aliansi lamanya.

Anggota aliansinya telah beradaptasi dengan beberapa perubahan. AS terus melakukan hubungan kerja sama keamanan segi empat bersama Australia, India Jepang (Quad), Korea Selatan, Taiwan, dan Australia.

AS juga merawat aliansi pertahanan dan keamanan bersama Australia dan Selandia Baru (ANZUS) yang sudah terbentuk sejak 1951.

Dan mendirikan AUKUS, sebuah pakta keamanan trilateral antara Australia, Britania Raya, dan Amerika Serikat, sejak 15 September 2021.

Semua itu adalah bagian dari strategi AS untuk melawan kekuatan China yang meningkat.

Di sisi lain, China telah menjadi sebuah raksasa baru yang sedang naik daun. Sejak 2013, China menggunakan Belt and Road Initiative (BRI), suatu strategi kebijakan luar negeri untuk meraih pengaruh dunia melalui investasi di infrastruktur. Hingga Agustus 2022, tercatat 149 negara telah mendaftar ke BRI.

Melalui BRI, China mengambil peran kepemimpinan yang lebih besar untuk urusan global sesuai dengan kekuatan dan statusnya yang meningkat. Keberpihakan yang paling baru juga ditunjukkan dengan meningkatnya hubungan China-Arab Saudi.

Dalam lingkungan geopolitik yang ditandai oleh persaingan ketat China-AS, negara-negara lain akan mengejar ‘strategi lindung nilai’ guna melindungi kepentingan mereka dan menghadang pengaruh dari dua kekuatan besar tersebut.

Tren lain yang muncul juga mencerminkan bagaimana negara-negara berupaya menanggapi dunia yang lebih multipolar — mencari 'kesejajaran' berbasis masalah dengan negara-negara yang berpikiran sama atau bergabung dengan koalisi ad hoc pada isu-isu tertentu.

Tatanan global seperti apa yang akan muncul dari semua tren tersebut, tetap menjadi pertanyaan yang belum terpecahkan karena sistem internasional saat ini sudah sangat retak.

Ian Bremmer, kepala firma risiko politik EuroAsia Group, membuat argumen yang meyakinkan bahwa “geopolitik 2023 tidak akan didasarkan pada satu tatanan global, tetapi pada beberapa tatanan yang hidup berdampingan, dengan aktor berbeda yang mengembangkan kepemimpinan untuk mengelola berbagai jenis tantangan”.

Menurut Bremmer, pada 2023, tatanan keamanan global akan dipimpin oleh AS, tatanan ekonomi global akan bergantung pada China, tatanan digital global akan didorong oleh perusahaan teknologi raksasa, sementara tatanan iklim global adalah sudah “multipolar dan multi-stakeholder”.

Kompetisi ketat AS-China akan menimbulkan implikasi internasional. Sebab negara-negara lain bukan tak mungkin akan terjebak ke dalam polarisasi, pro-AS atau sebaliknya pro-Cina.
Polarisasi seperti itu akan membuat demokrasi di banyak negara disfungsional.

Pasalnya, kelemahan domestik memengaruhi perilaku kebijakan luar negeri mereka dan kemampuan untuk bertindak secara efektif di arena global.

Faktor lain yang berpotensi membahayakan demokrasi adalah munculnya pemimpin populis, baik sayap kanan maupun sayap kiri.

Populisme sayap kanan umumnya diasosiasikan dengan ideologi seperti anti-lingkungan, anti-globalisasi, nativisme, radikalisme, dan proteksionisme.

Populisme sayap kiri, atau populisme sosial, adalah ideologi politik yang menggabungkan politik sayap kiri dan retorika dan tema populis.

Retorika populisme sayap kiri seringkali terdiri dari sentimen anti-elitis, menentang kemapanan dan berbicara untuk “rakyat biasa”.

Tema-tema penting bagi populis sayap kiri biasanya mencakup anti-kapitalisme, keadilan sosial, pasifisme, dan anti-globalisasi.

Memang, dalam dimensi ideologis, keduanya berada di ujung spektrum politik yang berlawanan. Tetapi dalam hal gaya politik, perlakuan terhadap lawan politik, dan taktik yang ingin mereka gunakan untuk mencapai tujuan, keduanya menunjukkan banyak kesejajaran yang dapat dengan tepat diberi label ‘otoriter’.

Jadi, keduanya cenderung bersikap intoleran dan melanggar norma demokrasi di dalam negeri, dan menginginkan kebijakan luar negeri yang merusak multilateralisme.

‘Cara Asia’ mengatasi tantangan geopolitik

Tantangan geopolitik global 2023 memang berat. Namun, sejatinya Indonesia memiliki cara sendiri untuk mengatasinya.

Berbicara pada diskusi panel IISS Shangri-La Dialogue 2022 di Singapura, Juni 2022 lalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan bahwa Indonesia telah menemukan caranya sendiri, yaitu “Cara Asia” (Asian Way) untuk mengatasi tantangan geopolitik.

Menurut dia, berdasarkan pengalaman sejarah, bangsa Indonesia, juga Indocina, Filipina, India, dan beberapa negara Asia-Pasifik dapat mengatasi konflik dengan ‘Cara Asia’, yaitu ‘jalan damai.’

Kita tentu sepakat dengan pendapat tersebut. Sebab, ‘Cara Asia’ adalah warisan leluhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam ideologi dan dasar negara kita, Pancasila.

Pancasila secara gamblang menekankan nilai kesetaraan, keadilan sosial, gotong royong dan musyarawah untuk mufakat dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah nilai-nilai yang menjadi ‘Cara Asia’ ala bangsa Indonesia.

Cara tersebut sudah terbukti mampu mengatasi berbagai konflik dan perbedaan pandangan di kalangan masyarakat Indonesia sendiri, juga ketika Indonesia berpartisipasi menyelesaikan konflik di negara lain.

Jadi, jika Indonesia mampu menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dan cara untuk memperjuangkan dan menciptakan masyarakat yang damai, maka tak mustahil negara-negara di dunia, terutama negara adidaya dunia seperti China dan AS akan mengadopsi cara yang sama untuk bermusyawarah-mufakat demi terciptanya perdamaian global.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/29/08000051/menyelesaikan-tantangan-geopolitik-2023-dengan-cara-asia-ala-indonesia

Terkini Lainnya

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke