JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan akan mengkaji seluruh pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan DPR RI pada hari ini, Selasa (6/12/2022).
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, pihaknya akan menelaah keberadaan pasal yang dinilai mendukung penghapusan kekerasan maupun menyudutkan perempuan.
“Komnas Perempuan sendiri akan mempelajari keseluruhan pasal-pasal yang ada di dalam KUHP,” kata Aminah saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (6/12/2022).
Aminah menuturkan, merujuk pada draf Rancangan KUHP yang terakhir, terdapat sejumlah pasal yang memang sudah mengakomodir rekomendasi Komnas Perempuan.
Beberapa di antaranya seperti, memasukkan pasal terkait perkosaan ke dalam bab tindak pidana terhadap tubuh. Sebagai informasi, pada draf RKUHP 2019, perkosaan masuk ke dalam bab tindak pidana terhadap kesusilaan.
“Tindak pidana perkosaan dari tindak pidana kesusilaan ke tindak pidana tubuh itu cukup baik,” ujar Aminah.
Selain itu, definisi perkosaan dalam KUHP baru juga diperluas. Perkosaan tidak hanya didefinisikan penetrasi penis ke vagina, melainkan anal dan anus.
Dalam pasal tersebut, KUHP terbaru juga tidak menyebutkan subjek laki-laki maupun perempuan, melainkan setiap orang.
“Tidak disebutkan laki-laki ke perempuan tapi dirumuskan setiap orang,” tuturnya.
Selain itu adalah KUHP membolehkan tindakan aborsi untuk korban kekerasan seksual. Menurutnya, hal ini merupakan salah satu kemajuan. Sebab, tindakan yang menyebabkan kehamilan bukan hanya perkosaan.
Pasal terkait aborsi juga menaikkan batas usia minimal kehamilan yang dibolehkan aborsi menjadi 14 minggu.
“Tentu ini kan sinkron dengan undang-undang kesehatan,” kata Aminah.
Catatan Kritis Soal KUHP
Meski demikian, merujuk pada draf terakhir, Komnas Perempuan menyoroti keberadaan sejumlah pasal dalam KUHP. Beberapa di antaranya adalah tidak diakomodirnya pasal terkait pemaksaan aborsi.
Selain itu adalah keberadaan pasal terkait pencabulan yang masuk tindak pidana terhadap kesusilaan, bukan bab tindak pidana terhadap tubuh.
“Padahal kami meminta, direkomendasikan itu masuk ke tindak pidana terhadap tubuh bareng dengan tindak pidana perkosaan,” kata Aminah.
Menurut Aminah, ketika pencabulan masuk ke dalam tindak pidana kesusilaan, undang-undang tersebut tidak melindungi korban, melainkan rasa kesusilaan masyarakat.
Padahal, dalam pencabulan terdapat ancaman kekerasan dan pemaksaan. Hal ini melukai hak dan martabat kemanusiaan.
Komnas Perempuan telah merekomendasikan pasal pencabulan ini masuk dalam bab tindak pidana terhadap tubuh namun tidak diakomodir.
“Ibaratnya filosofisnya ini serangan terhadap tubuh loh, ini perlindungan terhadap korban sebagai manusia, tidak hanya rasa kesusilaan masyarakat yang tafsirnya kan sangat luas,” ujar Aminah.
Sebelumnya DPR RI resmi mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang. Sebagaimana diketahui, pembahasan RKUHP mendapat kritik keras dari berbagai kelompok masyarakat.
Pada 2019 lalu, ribuan orang bahkan turun ke jalan untuk menyampaikan protes dan menolak sejumlah pasal bermasalah dalam RKUHP.
Setelah melalui dinamika yang alot, RKUHP akhirnya disahkan. Meski demikian, sebanyak 12 pasal dalam draft terakhir masih menjadi sorotan. Beberapa di antaranya terkait pasal penghinaan simbol negara, presiden, dan lainnya.
Selain itu adalah terkait perzinahan atau tinggal bersama bagi laki-laki dan perempuan yang belum menikah.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/06/14545881/komnas-perempuan-akan-kaji-seluruh-pasal-kuhp-sebut-ada-plus-minus