JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyeret banyak anggota kepolisian.
Sedikitnya, enam anak buah Ferdy Sambo turut menjadi terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Selain itu, puluhan polisi dimutasi dari jabatannya karena dinilai melanggar kode etik lantaran tidak profesional dalam menangani kasus kematian Yosua.
Tak bisa dipungkiri, rasa kecewa, kesal, dan sesal kini membayangi mereka yang terlibat kasus ini dan harus menanggung akibatnya.
Kesalnya Hendra dan Agus
Dua mantan bawahan Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, tak mampu menutupi rasa geram begitu tahu mereka kena tipu atasannya sendiri dalam kasus kematian Yosua.
Ini diungkap Agus saat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (28/11/2022).
Agus mengaku, mulanya dia dan Hendra tak tahu bahwa baku tembak antara Yosua dan Richard Eliezer hanya skenario Sambo semata. Oleh karenanya, keduanya bersedia membantu Sambo dalam urusan CCTV.
Begitu mengetahui kejadian sebenarnya, Agus dan Hendra sama-sama mengumpat kesal.
"Pak Hendra telepon saya, Pak Hendra bilang, 'Gus, kita dikadalin'," kata Agus mengingat percakapannya dengan Hendra saat itu.
"Maksudnya apa, Pak, dikadalin?" kata kuasa hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy, dalam persidangan.
"Dibohongi," jelas Agus.
Agus begitu kesal karena Sambo tega membohongi dirinya dan Hendra yang saat itu merupakan anak buahnya sendiri.
"Waktu itu saya sempat mengumpat juga, 'kampret, masa kita dikadalin, Bang. Tega sekali, sih, Bang'," ucap Agus kepada Hendra saat itu.
Dua mantan perwira polisi tersebut baru mengetahui tipu muslihat Sambo sesaat sebelum keduanya menjalani prosedur penempatan khusus (patsus) karena diduga melanggar etik atas kasus kematian Brigadir J.
Kini, Agus dan Hendra harus menanggung akibatnya. Keduanya menjadi dua dari tujuh terdakwa obstruction of justice.
Kekecewaan Eks Kasatreskrim
Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, juga tak mampu menutupi kekecewaannya terhadap Sambo.
Saat hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, Senin (21/11/2022), Ridwan mengaku dirugikan dalam kasus ini.
Meski tak ikut terseret sebagai terdakwa, Ridwan dikenai sanksi etik karena dimutasi ke Markas Pelayanan (Yanma) Polri.
Dia dianggap tidak profesional dalam menangani kasus kematian Yosua. Ridwan merupakan polisi pertama yang datang ke TKP penembakan di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
"Sekarang Saudara merasa rugi enggak?" tanya Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang.
"Rugi, Yang Mulia," ujar Ridwan.
Kekecewaan juga kembali ditunjukkan Ridwan saat hadir sebagai saksi dalam sidang pembunuhan berencana Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (29/11/2022).
Kepada Sambo, Ridwan bertanya, mengapa dia mengorbankan banyak orang dalam kasus ini. Menurutnya, banyak aparat kepolisian yang mulanya tidak tahu apa-apa soal kematian Yosua, tapi kini harus menanggung akibatnya.
"Pertanyaan kami ke senior saya, Pak Sambo, kenapa kami harus dikorbankan?" kata Ridwan sambil menatap mata Sambo.
Maaf Sambo
Masih dalam sidang yang digelar di PN Jaksel, Selasa (29/11/2022), Sambo meminta maaf ke para mantan anak buahnya.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu bilang, sejak awal dirinyalah yang bersalah dalam kasus ini. Sambo mengatakan, para bawahannya tidak bersalah.
"Terkait dengan pertanyaan mengapa saya harus mengorbankan para penyidik saya, ini saya menyampaikan permohonan maaf," kata Sambo dalam persidangan.
"Saya ingin menyampaikan permohonan maaf, Yang Mulia, kepada adik-adik saya karena saya sudah memberikan keterangan yang tidak benar," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Sambo menyebutkan, dalam sidang kode etik Polri beberapa waktu lalu, dia telah menyampaikan bahwa para anak buahnya tak bersalah. Namun, mereka tetap mendapat hukuman karena dianggap mengetahui kasus kematian Yosua ini.
"Sekali lagi saya atas nama pribadi dan keluarga menyampaikan permohonan maaf kepada adik-adik saya sehingga harus terhambat," ujar Sambo.
Sambo mengaku menyesali perbuatannya. Dia juga memastikan bakal bertanggung jawab atas kasus ini.
Dalam kesempatan yang sama, istri Sambo yang juga menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana, Putri Candrawathi, ikut menyampaikan permohonan maaf.
Putri sadar bahwa sejumlah anggota kepolisian terpaksa terhambat kariernya karena kasus ini. Oleh karenanya, dia meminta maaf.
"Saya dan keluarga mohon maaf kepada bapak-bapak anggota Polri yang hadir pada hari ini sebagai saksi sehingga harus melalui semua ini dan harus mengalami hambatan dalam berkarier dan juga menempatkan penempatan khusus," kata Putri.
"Sekali lagi saya dan keluarga mohon maaf," lanjutnya.
Banyak nama
Seperti diketahui, kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat menyeret banyak nama. Sedikitnya, 34 polisi dimutasi dari jabatannya karena dianggap tidak profesional dalam menangani kasus ini.
Beberapa dari mereka ada yang dipecat dari Polri, ada pula yang dijatuhi hukuman demosi.
Kemudian, tujuh orang menjadi terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Mereka yakni Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.
Selain itu, lima orang didakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan jenderal bintang dua Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/30/15194151/kekecewaan-para-anak-buah-ferdy-sambo-dan-kata-maaf-dari-sang-mantan
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan