Dwikorita mengatakan, syaratnya rumah yang dibangun kembali harus memiliki konstruksi tahan gempa.
"Sebagian besar masih bisa berada di lokasi yang sama, sebagian besar, asal konstruksi bangunannya benar-benar tahan gempa," kata Dwikorita dalam konferensi pers, Kamis (24/11/2022).
Sebab, berdasarkan data yang diperoleh BMKG, faktor yang paling mempengaruhi kerusakan bangunan akibat gempa Cianjur adalah kondisi konstruksi bangunan.
Kemudian, Dwikorita mengatakan, kondisi tanah di daerah tersebut tidak terlalu siginfikan dalam menyebabkan kerusakan bangunan.
"Seandainya nanti akan dibangun kembali, insya Allah dengan kondisi tersebut masih bisa di lokasi yang sama karena kondisi tanahnya tidak begitu penting mengontrol kerusakan," ujar Dwikorita.
Namun, ia mengingatkan, bangunan yang hendak didirikan tidak boleh berada di daerah yang rawan seperti titik episenter, zona patahan, maupun di tepi lereng dan lembah yang dapat terkena longsor.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto menyampaikan bahwa pemerintah akan mulai membangun rumah contoh tahan gempa pada pekan depan.
Ia mengatakan, pemerintah akan memberikan bantuan dana sebesar Rp 50 juta bagi masyarakat yang rumahnya rusak berat.
"Itu bisa dibangun oleh masyarakat kalau dia bisa dengan mungkin mengerahkan tukang atau mungkin ada latar belakangnya tukang," kata Suharyanto.
"Mudah-mudahan ini bisa serentak baik yang relokasi maupun yang tetap di tanah itu namanya di situ bisa berbarengan sehingga dalam pembangunan 60.000 rumah lebih ini bisa selesai," kata Suharyanto.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data BNPB, total 56.311 rumah yang rusak akibat gempa magnitudo 5,6 yang mengguncang Cianjur pada Senin (21/11/2022) lalu.
Dengan perincian; 22.267 rumah rusak berat; 11.836 rumah rusak sedang; dan 22.208 rumah rusak ringan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/24/23032071/gempa-cianjur-bmkg-bangunan-rusak-bisa-dibangun-di-lokasi-awal-asal