JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) sekaligus Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah menangani kasus gagal ginjal akut atipikal (acute kidney injury/AKI) secara progresif.
Adapun penyakit yang menyerang anak-anak tersebut diduga disebabkan oleh konsumsi obat-obatan sirop yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Per Selasa (15/11/2022), terdapat 324 kasus gangguan ginjal akut di 27 provinsi di Indonesia. Dari jumlah ini, sebanyak 199 orang di antaranya meninggal dunia, 111 orang sembuh, dan 14 orang dalam tahap perawatan.
Untuk itu, Ketua Fraksi PAN DPR RI tersebut mendorong pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut untuk mencegah bertambahnya korban jiwa dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.
"Upaya tersebut salah satunya dilakukan dengan menggalakkan sosialisasi secara efektif, terutama kepada para ibu dan orangtua. Orangtua perlu memahami apa saja indikasi gagal ginjal akut guna melindungi buah hati mereka sedini mungkin," ujar Saleh kepada Kompas.com saat ditemui di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Saleh menjelaskan, pemerintah juga harus memastikan ketersediaan obat gagal ginjal akut. Adapun salah satu vial obat penawar yang diperlukan dan telah didatangkan pemerintah untuk pasien gagal ginjal akut adalah Fomepizole.
Di samping itu, pihaknya juga mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melanjutkan penelitian secara mendalam terkait penyebab utama gagal ginjal akut. Hal ini bertujuan untuk menelusuri kemungkinan keterkaitan pihak-pihak dengan penyebab kemunculan peristiwa ini.
"Jika memang ditemukan penyebab utama yang disebabkan kelalaian, orang-orang (yang terlibat) harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Saleh.
Oleh sebab itu, sebagai wujud kehadiran negara, imbuh Saleh, pemerintah perlu memberikan santunan kepada para keluarga korban.
"Saya tahu persis, (santunan) enggak mungkin mengembalikan kegembiraan keluarga tersebut. Ditinggalkan seorang anak itu sangat berat. Namun, dengan santunan tersebut, (artinya) pemerintah bertanggung jawab. Ini salah satu wujud kehadiran negara kepada orangtua korban," jelasnya.
Untuk diketahui, usulan terkait santunan tercantum dalam kesimpulan Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia, serta International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
"Santunan bagi orangtua atau keluarga korban harus dilaksanakan oleh pemerintah. Mudah-mudahan, santunan tersebut bisa terwujud sehingga dapat meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah hadir," kata Saleh.
Saleh menambahkan, Komisi IX DPR RI juga mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) mengenai kasus obat sirop yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut.
Adapun panja tersebut dibentuk untuk menyingkap kelemahan sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Tanah Air agar bisa diperbaiki.
"Tadinya, panja tersebut dikhususkan untuk gagal ginjal akut. Namun, setelah mengikuti RDP dan raker dengan menteri, kami melihat problem-nya bukan cuma soal gagal ginjal akut, melainkan juga pengawasan obat," terang Saleh.
Oleh karena itu, lanjut Saleh, Komisi IX DPR memutuskan pembentukan panja pengawasan obat. Fungsinya, untuk menelusuri kelemahan mekanisme pengawasan obat.
"Selama ini kan BPOM hanya melaporkan kepada DPR. Selain melakukan pengawasan melalui mekanisme raker dan RDP dengan BPOM, kami juga perlu melakukan penelusuran secara langsung untuk mendapat informasi di lapangan, baik industri farmasi, apotek, maupun balai besar di setiap daerah," kata Saleh.
Penelitian lanjutan
Untuk diketahui, pemerintah hingga kini masih meneliti penyebab pasti gangguan ginjal akut yang sebagian besar dialami anak balita. Meski begitu, penyakit tersebut diduga disebabkan intoksikasi atau keracunan EG dan DEG.
Adapun dugaan tersebut didapat berdasarkan hasil uji darah, urine, dan biopsi ginjal pada pasien. EG dan DEG ditemukan sebagai cemaran pada senyawa polietilen glikol, propilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol.
Keempat senyawa itu merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pelarut obat sirop atau cair. Namun, keempatnya bukan merupakan bahan berbahaya atau dilarang dalam pembuatan obat.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, Kamis (17/11/2022), BPOM telah melaporkan dua perusahaan farmasi. Kini, keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus obat sirop dengan kandungan cemaran ataupun zat murni EG dan DEG.
Dua perusahaan tersebut adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Saat ini, kasus tersebut tengah ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).
Adapun tiga perusahaan lainnya, yakni PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma, masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/18/16380041/anggota-komisi-ix-saleh-p-daulay-minta-pemerintah-segera-tuntaskan-kasus