Namun, alih-alih mengikuti arahan presiden, TNI Angkatan Udara (AU) justru membeli helikopter angkut AW-101 dan terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga ratusan miliar.
Hal ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.
Sebagai informasi, Irfan menjadi terdakwa tunggal dalam perkara ini.
“Pada kondisi ekonomi yang tidak normal seperti saat ini maka pembelian Helikopter AgustaWestland jangan dibeli dahulu,” kata Arief saat membacakan arahan presiden sebagaimana tertulis dalam dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).
Perintah itu disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas (Ratas) tentang Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia yang dituangkan dalam Risalah Terbatas Nomor R/269/Seskab/DKK/12/2015 tanggal 14 Desember 2015.
Selain itu, Jokowi meminta agar dilakukan penghitungan ulang dengan benar sekali lagi terkait kelayakan TNI membeli Helikopter AgustaWestland.
Jokowi juga meminta pembelian Helikopter AgustaWestland dilakukan dalam skema kerjasama antar pemerintah atau government to government (G to G).
Menindaklanjuti hasil rapat ini, anggaran terkait belanja modal peralatan dan mesin (pesawat) sebesar Rp 742.500.000.000 dihapus.
Sedianya, dalam Surat Kementerian Pertahanan RI Nomor: B/1266/18/05/5/DJREN tanggal 28 Juli 2015 Perihal Pemutakhiran Pagu Anggaran Kemhan dan TNI Tahun Anggaran 2016 terdapat anggaran pembelian helikopter BIP/VVIP Presiden sebesar Rp 742.500.000.000.
“Anggaran terkait pengadaan Helikopter VVIP RI-1 diblokir (diberi tanda bintang),” kata Arief.
Sudah Pesan Sebelum Persetujuan APBN 2016
Sebelum Presiden Jokowi memberikan arahan agar pembelian helikopter AgustaWestland ditunda, rupanya Irfan sudah melakukan pemesanan atau booking fee helikopter AgustaWestland.
Pembayaran dilakukan Irfan pada 15 Oktober 2015 sebesar Rp 13.318.535.000 atau 1 juta dolar AA dari rekening perusahaannya.
“Padahal, saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU,” kata Arief.
Sebagai informasi, sejak Mei 2015, Irfan sudah kerap menemui pejabat TNI Angkatan Udara dan mempromosikan produk AgustaWestland.
Berdasarkan komunikasinya dengan Asisten perencanaan dan Anggaran (Arsena) Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) almarhum Mohammed Syafei, Irfan mengetahui helikopter VIP/VVIP AW 101 akan diterbangkan pada 9 April 2016.
Ia kemudian menghubungi Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani.
Priani lantas menyanggupi perusahaan menyediakan Helikopter AW 101 untuk terbang di HUT TNI AU 2016.
“Karena sebenarnya telah tersedia Helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada tahun 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India,” ujar Arief.
Karena terlanjur sudah memesan dan Irfan tetap ingin menjadi penyedia helikopter AgustaWestland untuk TNI AU, KSAU saat itu, Marsekal Agus Supriatna melalui Asrena KSAU yang baru, Marsda Supriyanto melakukan siasat.
“Padahal, pada saat itu anggaran pengadaan Helikopter telah diblokir dan sudah ada arahan Presiden agar TNI tidak membeli dahulu helikopter karena ekonomi sedang tidak normal,” kata Arief.
Kemudian, untuk mengakali hal tersebut, Helikopter yang sebenarnya memiliki spesifikasi teknis Helikopter VVIP yang kadung dibayar Irfan ditambahkan item Cargo Door on the starboard side.
Jaksa kemudian mendakwa Irfan telah merugikan negara hingga Rp 738.900.000.000.
Ia juga didakwa memperkaya KSAU saat itu, Agus Supriatna sebesar Rp Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar, AgustaWestland Rp 391.616.035.000, dan perusahaan Lejardo. Pte.Ltd Rp 146.342.494.088,87.
Irfan didakwa melakukan atau turut melakukan dugaan korupsi bersama sejumlah orang, termasuk Agus dan Basuki.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/12/16184801/kasus-korupsi-pembelian-helikopter-aw-101-jokowi-disebut-sudah-ingatkan