JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai telah berantakan dalam menerapkan aturan yang mereka buat ketika ikut menentukan ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Campur tangan DPR ini pun dikhawatirkan mengganggu independensi Komnas HAM dalam bekerja.
Seyogianya, pemilihan ketua dilakukan sembilan komisioner terpilih saat menggelar rapat paripurna pertama kali, bukan di Komisi III, seperti yang dilakukan pada saat ini ketika memilih Atnike Nova Sigiro sebagai ketua.
Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga ditegaskan dala Tata Tertib Komnas HAM.
"Hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang sebenarnya tidak sah dan dapat dibatalkan," kata Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Andala Feri Amsari kepada Kompas.com, Kamis (6/10/2022).
"Saya pikir memang DPR ini agak berantakan dalam menerapkan undang-undang dan tentu saja ini tidak sehat bagi proses demokrasi," imbuhnya.
Ditabraknya aturan oleh DPR ini dikhawatirkan bakal berbuntut panjang. Salah satunya dalam hal administrasi lembaga independen itu ke depan.
Atnike yang dihubungi secara terpisah oleh Kompas.com memilih untuk tidak memberikan komentar terlebih dulu.
Pun demikian dengan sejumlah komisioner terpilih lain saat dikonfirmasi, seperti Anis Hidayah yang juga merupakan Ketua Pusat Studi Migrant Care dan Putu Elvina yang juga merupakan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tak memberi respons.
"Mohon maaf, ya, Mas, saat ini saya belum bisa memberikan keterangan," kata Atnike.
"Namun, pada waktunya saya bersama komisioner terpilih lainnya akan memberikan keterangan," ia melanjutkan.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa baru kali ini DPR campur tangan dalam pemilihan posisi ketua Komnas HAM. Padahal, di era Orde Baru sekalipun, intervensi pemerintah terhadap lembaga ini dikurangi atau dibatasi.
"Bagaimana mungkin intervensi terjadi di era demokrasi seperti sekarang," kata Taufan kepada Kompas.com, Rabu (5/10/2022).
"Dari dulu, sejak Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (tentang HAM) berlaku, pemilihan ketua ya begitu. Tidak pernah ada intervensi pihak mana pun," imbuhnya.
Harus dipilih ulang
Taufan menegaskan bahwa tindakan DPR yang ikut campur dalam memilih ketua Komnas HAM tidak memiliki dasar aturan dan tidak berkekuatan hukum.
Independensi Komnas HAM ke depan pun dikhawatirkan menjadi pertaruhannya.
"Sesuai Paris Principles, semua Komnas HAM di dunia diwajibkan untuk independen. Karena itu, intervensi DPR dalam pemilihan ketua bisa dinilai mengurangi independensi Komnas HAM RI yang sekarang akreditasinya A," jelas Taufan.
Sementara itu, Feri menyatakan, tidak diperlukan langkah khusus untuk membatalkan keputusan Komisi III dalam memiliki ketua Komnas HAM.
Menurut dia, para komisioner terpilih cukup kembali menggelar Rapat Paripurna sebagaimana diatur dalam ketentuan yang sah, yakni UU HAM dan Tata Tertib Komnas HAM.
Dalam hal ini, ia menambahkan, yang menjadi dasar pemilihan ketua Komnas HAM adalah kesepakatan para anggota.
"Sebab, kalau cara pemilihan ketuanya salah, dampaknya ke kebijakan administrasi lembaga ke depannya," kata Feri.
"Jadi, anggota Komnas HAM semestinya mengikuti undang-undang karena juga sebagai lembaga yang akan menegakkan undang-undang itu sendiri, dengan kemudian memilih ulang pimpinan atau Ketua Komnas HAM," jelasnya.
Sebagai informasi, sembilan komisioner terpilih Komnas HAM yang bakal mengawali masa baktinya mulai akhir 2022 nanti merupakan wajah-wajah baru.
Mereka adalah Abdul Haris Semendawai, Anis Hidayah, Atnike Nova Sigiro, Hari Kurniawan, Prabianto Mukti Wibowo, Pramono Ubaid Tanthowi, Putu Elvina, Saurlin P Siagian, serta Uli Parulian Sihombing.
Beberapa komisioner lama yang kembali mencalonkan diri, yaitu Wakil Ketua Komnas HAM Amirruddin Al Rahab serta Komisioner Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Beka Ulung Hapsara, tidak lolos.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/07/07544181/campur-tangan-dpr-dalam-pemilihan-ketua-komnas-ham-dinilai-menabrak-aturan