JAKARTA, KOMPAS.com - Ketika masih berpangkat Letnan Dua, Pierre Tendean turut serta dalam Operasi Dwikora ke Negara Federasi Malaysia pada Maret 1964.
Dalam operasinya, Pierre ditugaskan melakukan spionase ke Malaysia. Tercatat, Pierre tiga kali melakukan spionase langsung.
Dikutip dari Historia.id dengan artikel berjudul Aksi Spionase Pierre Tendean di Malaysia yang ditulis Martin Sitompul, operasi penyusupan dilakoni Pierre selepas mengikuti pelatihan intelijen selama tiga bulan di Pusat Pendidikan Intelijen (Pusdikintel), Bogor, Jawa Barat.
Ketika penugasan diterimanya, Pierre ditunjuk menjadi Komandan Basis Y di Pasir Panjang, Kepulauan Karimun.
Tugas spionase pertama dijalankannya pada Maret 1964.
Kala itu, Pierre diberangkatkan ke Malaysia melalui Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau.
Adapun Malaka dan Johor menjadi daerah target penyusupannya.
Dalam operasi perdananya, melansir Historia.id yang menukil Memoar Oei Tjoe Tat yang disusun Pramoedya Ananta Toer, Pierre menyamar sebagai turis.
Dengan bermodalkan paras blesterannya, Pierre nyaris tak mengalami kebuntuan untuk menjalankan misi penyusupan ke tengah-tengah kota sasaran.
Bahkan, Pierre masih bisa meluangkan waktu untuk berbelanja.
Raket merk Dunlop, jam tangan, rokok merk Commodore untuk ayahnya, pakaian, serta aksesori impor buat kakak dan ibunya diborong Pierre sebagai oleh-oleh.
Tak lupa, Pierre juga membelikan satu stel pakaian untuk sang pujaan hati Rukmini Chaimin.
Bentrok
Masih dikutip dari Historia.id, Pierre kembali menjalani tugas penyusupan berikutnya. Dalam aksi spionase kali ini, Pierre terlibat bentrokan kecil dengan musuh.
Dalam aksi ini, Pierre berhasil merebur senjata dan verrekijker atau teropong dari pasukan lawan.
Sementara, dalam aksi spionase terakhirnya, Pierre beserta anggotanya kepergok kapal perang jenis destroyer milik tentara Inggris di tengah lautan.
Pasukan Pierre kemudian dikejar sang destroyer.
Pierre memutuskan untuk turun dari speedboat-nya lalu berenang ke perayu nelayan.
“Berhari-hari Pierre memegang perahu nelayan itu dari belakang sambil berenang,” kata Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan sekaligus Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Abdul Haris Nasution mengenang sang ajudan.
Naik Pangkat
Setelah selesai menjalani tugas spionase, Pierre kemudian mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula, yakni menjadi Letnan Satu.
Prestasi gemilang inilah yang membuat Nasution kepincut merekrut Pierre menjadi ajudannya.
Pierre terbilang akrab dan dekat dengan keluarga Nasution, tidak terkecuali dengan putri bungsu sang jenderal, Ade Irma Suryani.
Pierre yang kerap kali dipanggil "Om" oleh anak-anak Nasution tanpa sengaja berfoto bersama Ade Irma Suryani pada 1 Juli 1965, di acara pernikahan adik Piere, Rooswdiati Tendean di Jakarta.
Tak ada yang menyangka pula bahwa momen tersebut juga menjadi yang terakhir bagi Pierre, sebelum diculik pasukan Cakrabirawa dalam peristiwa Gerakan 30 September/PKI pada 1965.
Ade Irma turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
Jasa Pierre ditemukan bersama enam perwira tinggi TNI di sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta.
Namanya kemudian diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.
Pierre kemudian mendapat kenaikan pangkat luar biasa menjadi Kapten Anumerta.
"Pierre sudah menunjukkan dari kecil bahwa 'Saya akan menjadi seseorang' dengan caranya sendiri. Sekarang banyak orang bermimpi terlalu tinggi, sedangkan mereka tidak menginjak tanah. Pierre menginjak tanah bahkan dikubur di dalamnya untuk menjadi orang yang membopong negara ini," kata Abie Besman, Editor Buku Biografi Pierre Tendean berjudul Sang Patriot, dikutip dari Program Singkap Kompas TV.
Artikel ini disadur dari artikel Historia.id berjudul Aksi Spionase Pierre Tendean di Malaysia yang ditulis Martin Sitompul.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/30/18580041/kisah-spionase-pahlawan-revolusi-pierre-tendean-dalam-operasi-dwikora-di