Salin Artikel

Deretan Kasus Suap Jual Beli Perkara di Mahkamah Agung yang Dibongkar KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus suap kembali terjadi di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Agung Kamar Perdata MA Sudrajad Dimyati sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara.

Sebelum ini, KPK juga pernah mengungkap kasus suap yang melibatkan pegawai hingga pejabat MA.

Perkara korupsi di lingkungan MA yang dibongkar terkait dengan jual beli perkara. Yakni memberikan sejumlah uang kepada hakim agung oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mempengaruhi putusan sebuah perkara.

Kasus suap di MA yang paling dikenal adalah saat KPK menangani perkara suap yang melibatkan Mantan Sekretaris MA Nurhadi.

Berikut ini rangkuman sejumlah kasus suap di lingkungan MA yang dibongkar KPK.

1. Kasus suap Staf Diklat MA Djodi Supratman (2013)

Penyidik KPK membongkar kasus suap yang melibatkan mantan Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman, pada 2013.

Djodi terbukti menerima suap dari anak buah advokat Hotma Sitompul, Mario Cornelio Bernardo, sebesar Rp 150 juta untuk mengurus kasasi kasus penipuan yang melibatkan Hutama Wujaya Ongowarsito.

Suap itu diberikan Mario kepada Djodi untuk membantu pengurusan kasasi Hutomo yang ditangani 3 Hakim Agung yakni Andi Abu Ayub Saleh, Gayus Lumbuun, dan Zaharuddin Utama, dengan panitera pengganti M Ikhsan Fathoni.

Akan tetapi, tidak ada satupun hakim agung yang menjadi tersangka dalam kasus itu dan tidak terbukti menerima suap.

Dalam kasus itu, hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan bagi Djodi.

Sedangkan Mario divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

KPK membongkar kasus gratifikasi yang dilakukan eks Sekretaris MA Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, pada 2020.

Proses penyidikan dalam kasus itu cukup menegangkan karena Nurhadi dan Rezky sempat bersembunyi setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2020.

Keduanya berhasil ditangkap di sebuah rumah persembunyian di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, pada Juni 2020.

Setelah diadili, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait kepengurusan dua perkara hukum yang membelitnya.

Selain itu, keduanya juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Alhasil Nurhadi dan Rezky saat ini tengah menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat masing-masing selama 6 tahun dikurangi masa tahanan.

Keduanya juga harus membayar pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sedangkan Hiendra juga dijebloskan ke LP Sukamiskin dalam kasus yang sama setelah divonis penjara 4 tahun dan 6 bulan. Dia juga diwajibkan membayar pidana denda Rp 100 juta subside 4 bulan kurungan.

3. Kasus suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati (2022)

KPK menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di MA.

Dalam kasus ini KPK menetapkan 10 orang tersangka setelah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang, Jawa Tengah.

Para tersangka yang berasal dari Mahkamah Agung adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu, 2 pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta 2 PNS MA Albasri dan Redi.

Sedangkan tersangka dari swasta adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Menurut Firli, Elly Tri Pangestu dan Desy Yustria saat ini ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK di Gedung Merah Putih.

Kemudian, Muhajir Habibie, Yosep Parera dan Eko Suparno ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat.

Lalu, Albasri ditahan di Polres Metro Jakarta Timur.

Sedangkan Sudrajad, Redi, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto belum ditahan. Akan tetapi, Sudrajad hadir di KPK hari ini setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Firli menyebut dugaan suap bermula saat gugatan perdata dan pidana terkait aktivitas koperasi Intidana bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Dalam perkara itu, Intidana memberikan kuasa kepada dua pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno. Namun, mereka tidak puas dengan keputusan PN Semarang dan Pengadilan Tinggi setempat.

“Sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada Mahkamah Agung,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Pada 2022, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto mengajukan kasasi ke MA.

Koperasi ini masih memberikan kuasanya kepada Eko dan Yosep.

Kedua pengacara tersebut kemudian diduga melakukan pertemuan dan menjalin komunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Pihak-pihak tersebut dinilai bisa menjadi perantara dengan Hakim Agung yang nantinya diharapkan bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan Yosep Parera dan Eko Suparno.

Menurut Firli, pihak yang melakukan kesepakatan dan bersedia membantu Yosep dan Suparno adalah Desi Yustria dengan memberikan sejumlah uang.

Desi kemudian mengajak Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu dan PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung Muhajir Habibie.

Mereka ikut serta menjadi perantara untuk menyerahkan uang ke Majelis Hakim.

“Terkait sumber dana yang diberikan Yosep Parera dan Eko Suparno pada Majelis Hakim berasal dari Heryanto dan Ivan,” kata Firli.

Yosep dan Eko diduga memberikan uang sebesar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Desi kemudian membagi-bagikan uang tersebut untuk sejumlah pihak yang terlibat dalam perkara ini.

Desi disebut menerima Rp 250 juta, Muhajir Habibie Rp 850 juta, dan Elly sebesar Rp 100 juta.

“Sudrajad Dimyati menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly,” tutur Firli.

Menurut Firli, Yosep dan Eko berharap suap yang telah pihaknya bayarkan bisa membuat Majelis Hakim MA mengabulkan putusan kasasi yang menayatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.

Meski demikian, saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan uang 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta.

“KPK menduga Desi dan kawan-kawan juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik,” ujar Firli.

Atas perbuatannya, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan melanggar Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara, Sudrajad Dimyati, Desi, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai penerima suap disangka dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

(Penulis: Irfan Kamil, Syakirun Ni'am | Editor: Krisiandi, Bagus Santosa, Novianti Setuningsih)

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/23/15032961/deretan-kasus-suap-jual-beli-perkara-di-mahkamah-agung-yang-dibongkar-kpk

Terkini Lainnya

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke