Sebanyak 72 di antaranya dilantik Rabu (21/9/2022), sisanya 3 anggota Bawaslu DKI Jakarta akan dilantik 16 Oktober 2022.
Akan tetapi, pelantikan ini menjadi isu tersendiri karena keterwakilan perempuannya sangat minim.
Secara umum, hanya ada 11 perempuan atau sekitar 14,67 persen dari seluruh anggota Bawaslu tingkat provinsi yang terpilih.
Jumlah ini jauh di bawah amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2019 tentang keterwakilan perempuan 30 persen.
Dari 25 provinsi yang ada, hanya 10 provinsi yang memenuhi ambang keterwakilan perempuan itu.
Satu provinsi, yakni Kepulauan Riau, mencatatkan dua komisioner perempuan (67 persen)
Sementara itu, sembilan provinsi lain adalah Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua Barat, yang mencatat satu perwakilan perempuan (33 persen).
Sisanya, anggota Bawaslu terpilih di 15 provinsi bahkan seluruhnya laki-laki.
Lima belas provinsi itu adalah Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah menyesalkan rendahnya keterwakilan perempuan ini.
Ia menyebut, Bawaslu RI tidak mematuhi amanat UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2019.
"Padahal, komitmen Bawaslu RI sangat krusial guna mengubah kondisi rendahnya keterwakilan perempuan di Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota," ujar Hurriyah dalam keterangannya, Rabu.
Masalah laten
Penelusuran Kompas.com, berdasarkan data Bawaslu sebelumnya, keterwakilan perempuan lembaga tersebut di 34 provinsi juga hanya sekitar 22 persen dari total 188 anggota.
Di 514 Bawaslu kabupaten/kota, data per Agustus 2021, persentase keterwakilan perempuan juga hanya 17 persen atau 322 perempuan dari total 1.914 anggota.
Karena itu, Hurriyah mendorong dilakukannya revisi atas Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2019 beserta petunjuk teknisnya, supaya memuat klausul implementasi prinsip afirmasi perempuan di tiap tahapan seleksi.
Ia juga menyoroti komposisi tim seleksi Bawaslu yang seharusnya juga memenuhi keterwakilan perempuan.
"(Puskapol UI juga mendorong Bawaslu) memperbaiki mekanisme rekrutmen tim seleksi agar dapat menghasilkan tim seleksi yang memiliki perspektif gender yang kuat dan keahlian dalam bidang kepemiluan," kata Hurriyah.
Hal senada diutarakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang menyebutkan bahwa keadaan Bawaslu saat ini sangat mengkhawatirkan.
Manajer Pemantauan Sekretariat Nasional JPPR Aji Pangestu menilai, hasil seleksi ini tidak terlepas dari proses rekrutmen tim seleksi (timsel).
"Bawaslu RI menerapkan proses seleksi Timsel dengan semi-terbuka, dengan harapan adanya transparansi ke publik. Namun dalam praktiknya justru mempersulit untuk dapat memastikan terpilihnya timsel yang memiliki kapasitas pengetahuan dan pengalaman kepemiluan secara keseluruhan, serta memiliki integritas dan berperspektif gender," kata Aji dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022).
Ia mengungkit fakta bahwa komposisi tim seleksi calon anggota Bawaslu di 25 provinsi hanya diisi oleh 25 persen perempuan.
"Dalam proses tahapan wawancara masih minim sosialisasi dan keterlibatan masyarakat dalam memantau proses yang berlangsung," kata Aji.
"JPPR juga mendorong Bawaslu RI untuk menyusun pedoman teknis, aturan main dalam kelembagaan timsel, serta komposisi penilaian yang berperspektif perempuan dalam tahapan seleksi anggota Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan dalam tahapan seleksi 2023 mendatang," jelas Aji.
Penuhi keterwakilan perempuan di masa depan
Baik Puskapol UI maupun JPPR sama-sama mendorong Bawaslu RI mengevaluasi rekrutmen saat ini guna menjadi bahan perbaikan di masa depan.
Perbaikan diharapkan berawal dari hulu di tingkat regulasi, rekrutmen tim seleksi yang berkualitas, dan berhilir pada terpenuhinya keterwakilan perempuan di Bawaslu.
Koordinator Divisi SDM, Organisasi, dan Diklat Bawaslu RI Herwyn Malonda mengaku bakal mengupayakan sejumlah langkah untuk memenuhi afirmasi perempuan ini.
Langkah pertama yang akan ditempuh adalah sosialisasi yang lebih masif.
Sebab, pada pendaftaran calon anggota Bawaslu di 25 provinsi yang lalu, pendaftar perempuan hanya 23 persen, di bawah amanat UU Pemilu tentang keterwakilan perempuan 30 persen.
"Kita mengutamakan mereka itu melakukan sosialisasi ke komunitas-komunitas perempuan, disabilitas, dan masyarakat adat," kata Herwyn, Kamis (22/9/2022).
Kedua, Bawaslu RI bakal membuka peluang pendaftaran seleksi diperpanjang jika jumlah perempuan yang mendaftar masih di bawah 30 persen.
"Jika pendaftarnya (perempuan) kurang dari 6 orang, atau lebih dari 6 pendaftar tapi tidak ada perempuan, atau perempuan (pendaftarnya) tidak sampai 30 persen, kita perpanjang 1 kali 7 (hari). Jadi, kita menunggu pendaftar perempuan," tambahnya.
Lalu, Herwyn mengeklaim bahwa tes wawancara yang dilakukan pada tahap seleksi terakhir, dapat dipertimbangkan untuk tak menjadi satu-satunya penentu lolosnya kandidat perempuan.
Hal ini merupakan bagian dari kebijakan afirmasi tadi.
"Kalau (di tahap) wawancara tidak ada perempuan (yang lolos), maka memperhatikan hasil tes tertulis," ujar Herwyn.
"Kalau dia tes tertulisnya ranking 1, tapi wawancaranya ranking 4 (sehingga seharusnya tidak bisa lolos), maka wajib diperhatikan untuk dia lolos 3 besar," lanjutnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/23/06170041/pekerjaan-rumah-bawaslu-bereskan-masalah-keterwakilan-perempuan