Anies bersanding dengan dua figur lain yang mungkin dipilih Ketua Umum Surya Paloh, yaitu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Wacana pengusungan Anies semakin kuat pasca komunikasi Partai Nasdem dan dua partai politik (parpol) oposisi pemerintah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Namun, Anies Baswedan berbeda dengan beberapa figur capres lain seperti Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Puan Maharani hingga Ganjar Pranowo.
Perbedaan terletak pada status politik Anies Baswedan yang bukan kader parpol manapun.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menegaskan pihaknya tidak punya hasrat mengkaderkan figur yang akhirnya diusung menjadi capres. Keputusan itu juga berlaku untuk Anies Baswedan.
“Konsistensi kita, tiga nama yang disodorkan Rakernas, satu pun tidak ada kader Partai Nasdem,” ungkap Ahmad Ali saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/9/2022).
“Partai Nasdem tidak pernah berpikir untuk menasdemkan siapapun capres yang kita usung,” katanya melanjutkan.
Lantas apa plus minus dari pengusungan Anies Baswedan sebagai capres di 2024? Berikut ulasannya.
Memikat banyak pihak
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi menilai Anies Baswedan punya daya pikat yang tinggi untuk dipinang sebagai capres oleh berbagai parpol.
Sebab, tak menjadi bagian parpol membuat Anies leluasa menjalin komunikasi politik dengan siapapun.
“Ibarat perempuan cantik yang memikat banyak pria, dia bisa memilih pasangan yang tepat,” tutur Ari pada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).
Apalagi, Anies disebut punya tingkat elektabilitas yang tinggi.
Hasil berbagai lembaga survei memang menunjukan elektabilitas mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu berada di zona tiga besar.
Capaian tersebut, kata Ari, membuat Anies lebih bernilai di mata parpol ketimbang pimpinan parpol yang minim elektabilitas.
Menurut Ari, Anies Baswedan tetap punya peluang besar untuk mendapatkan tiket kontestasi Pilpres 2024.
“Partai dalam melihat calon sangat bersifat pragmatis, partai hanya ingin menang,” katanya.
Ari menjelaskan, parpol tak punya banyak keleluasaan politik. Sebab, figur non parpol tak punya jaminan mengakomodir kepentingan parpol ketika berkuasa.
Bahkan, dalam kondisi telah menggenggam kemenangan, potensi untuk melakukan manuver politik dari parpol yang pengusung bisa terjadi.
“Potensi calon (presiden) menang nantinya berpindah partai karena faktor politis dan pragmatis menjadikan kerentanan politis bagi partai pengusung,” ujarnya.
Menghindari risiko tersebut, Ari menyarankan berbagai parpol untuk memperkuat rekrutmen kader.
Pasalnya, pengusungan kader non partai menjadi calon pemimpin bisa pula mengindikasikan kegagalan kaderisasi.
“Justru yang harus dimajukan sebagai capres atau kepala daerah adalah kader ideologis yang konsekuen memperjuangkan cita-cita partai,” kata Ari.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/23/05263691/plus-minus-pengusungan-anies-baswedan-sebagai-capres-di-2024