Namun, pelantikan ini menjadi isu karena keterwakilan perempuannya sangat minim. Secara umum, hanya ada 11 perempuan atau sekitar 14,67 persen dari seluruh anggota Bawaslu tingkat provinsi terpilih.
Jumlah ini jauh di bawah amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengamanatkan keterwakilan perempuan 30 persen.
Dari 25 provinsi yang ada, hanya 10 provinsi yang memenuhi ambang keterwakilan perempuan itu.
Satu provinsi, yakni Kepulauan Riau, mencatatkan dua komisioner perempuan (67 persen).
Sementara itu, 9 provinsi lain, meliputi Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua Barat, mencatat 1 perwakilan perempuan (33 persen).
Lima belas provinsi itu adalah Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Hurriyah, menyesalkan rendahnya keterwakilan perempuan ini.
Ia menyebut, Bawaslu RI "tidak mematuhi amanat" UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2019.
"Padahal, komitmen Bawaslu RI sangat krusial guna mengubah kondisi rendahnya keterwakilan perempuan di Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota," ujar Hurriyah dalam keterangannya, Rabu.
Sebelumnya, isu rendahnya keterwakilan perempuan dalam proses memilih anggota Bawaslu di 25 provinsi sudah mengemuka sejak tahap seleksi.
Sebelum tahapan terakhir yakni uji kelayakan dan kepatutan, hanya ada 29 kandidat (19 persen) perempuan di antara 121 kandidat pria.
Saat itu, Koordinator Divisi SDM, Organisasi, dan Diklat Bawaslu RI Herwyn Malonda berjanji akan mengevaluasi keterwakilan perempuan yang terbilang rendah dari hasil seleksi anggota di tingkat provinsi.
Ia juga mengungkapkan bahwa sejak awal tim seleksi Bawaslu RI mengumumkan pendaftaran, secara nasional keterwakilan perempuan yang mendaftar sudah lebih rendah dari amanat UU Pemilu, yakni hanya 23 persen.
Saat itu, hanya terdapat 636 perempuan dari total 2.815 pendaftar.
"Artinya jika melihat secara nasional keterwakilan perempuan yang mendaftar masih kurang, ini menjadi PR bersama antara penyelenggara dengan pegiat pemilu khususnya aktivis perempuan untuk bisa mendorong lebih banyak lagi perempuan yang mendaftar pada seleksi Bawaslu/penyelenggara selanjutnya," jelas Herwyn kepada Kompas.com, Kamis (11/8/2022).
Ia mengaku, pembekalan soal afirmasi politik sudah diberikan kepada tim seleksi Bawaslu RI di wilayah. Namun, dalam perjalannya, Herwyn mengeklaim bahwa hasil seleksi sepenuhnya hak tim seleksi yang tak dapat diintervensi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/21/13290161/anggota-bawaslu-di-25-provinsi-dilantik-sebagian-besar-tanpa-perwakilan