Salin Artikel

LIVE GASPOL HARI INI: Konflik Lagi, PPP Bakal Tangguh atau Runtuh pada 2024?

JAKARTA, KOMPAS.com – Menjelang Pemilu 2024, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali diterpa kabar konflik internal yang pada akhirnya melengserkan posisi ketua umumnya, Suharso Monoarfa, digantikan oleh Muhammad Mardiono sebagai pelaksana tugas (Plt).

Pergantian itu diputuskan dalam forum Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP yang dilaksanakan di Kabupaten Serang, Banten pada 4 September lalu. Ada empat alasan yang setidaknya diketahui menjadi penyebab Suharso diganti dari posisinya.

Pertama, elektabilitas PPP yang tak kunjung naik meski konsolidasi di daerah terus berjalan; dan persoalan rumah tangga pribadi Suharso yang dianggap jadi beban moral dan mengurangi simpati kader ke PPP sebagai partai islam.

Ketiga, unjuk rasa di kantor DPP PPP sebagai dampak dilaporkannya Suharso ke KPK karena dugaan gratifikasi; terakhir soal pernyataan “amplop kiai” yang disampaikan Suharso saat kegiatan pembekalan antikorupsi di KPK.

Bila merujuk sejarah, bukan kali ini saja internal partai berlambang Kabah itu berselisih.

Tahun 1979, politikus PPP Jailani Naro atau John Naro mendeklarasikan diri sebagai ketua umum dengan dukungan pemerintah Orde Baru. John Naro merupakan mantan jaksa yang menjadi politikus PPP dengan menjadi anggota Partai Muslimin Indonesia (Parmusi).

Diketahui, saat Orde Baru berkuasa, pemerintah menerapkan kebijakan fusi partai Islam ke dalam PPP.

Saat itu, Naro berselisih dengan politikus PPP lainnya dari fraksi Nahdlatul Ulama. Akibat persoalan itu, suara PPP merosot pada Pemilu 1988 dari 27,78 persen saat Pemilu 1982 menjadi 15,6 persen.

Setelah era Reformasi, konflik internal PPP terjadi ketika terjadi perebutan posisi ketua umum dari Suryadharma Ali oleh M Rommahurmuziy. Pun demikian saat Rommy, sapaan akrab Rommahurmuziy, posisinya digoyang oleh Djan Faridz.

Perselisihan internal PPP pun tak membuat elektabilitas partai ini kian membaik. Dalam lima kali pemilu, hanya sekali PPP mengalami peningkatan elektabilitas.

Saat Pemilu 1999, PPP masih berhasil memperoleh 11,31 juta suara (10,72 persen). Jumlah politikus PPP yang berhasil duduk di Senayan pun tercatat ada 58 orang.

Namun pada 2004, meski jumlah perwakilan yang berhasil didudukan tetap, tetapi perolehan suara PPP turun menjadi 9,24 juta (8,12 persen).

Penurunan tajam tercatat pada Pemilu 2009, di mana perolehan suara PPP anjlok menjadi 5,54 juta suara (5,33 persen), dan hanya 38 perwakilan yang berhasil didudukan di DPR.

Sementara pada 2014 perolehan suara PPP naik menjadi 8,12 juta suara (6,53 persen), sebelum akhirnya turun kembali menjadi 6,3 juta suara pada Pemilu 2019. Kendati tidak lebih dalam dibandingkan pada saat Pemilu 2009, namun jumlah perwakilan yang berhasil ditempatkan terkoreksi drastis menyisakan 19 orang.

Benarkah konflik internal PPP menjadi penyebab turunnya elektabilitas PPP? Ataukah tidak adanya tokoh sentral di PPP yang membuat partai ini sulit untuk mengatrol perolehan suaranya? Jika terus menerus konflik, bagaimana nasib PPP saat Pemilu 2024 mendatang?

Simak pembahasannya secara langsung bersama Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani dan Direktur Eksekutif Indostrategic A Khairul Umam pada pukul 11.00 WIB di Gaspol! Kompas.com, yang akan ditayangkan langsung di sini.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/13/09504131/live-gaspol-hari-ini-konflik-lagi-ppp-bakal-tangguh-atau-runtuh-pada-2024

Terkini Lainnya

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke