Salin Artikel

Profil Suharso Monoarfa yang Diberhentikan dari Ketum PPP

JAKARTA, KOMPAS.com - Gejolak yang terjadi di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membuat Majelis Pertimbangan memutuskan memberhentikan Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum partai berlambang Ka'bah itu.

Hal itu dikonfirmasi oleh Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan PPP, Usman M Tokan.

“Ya betul (telah dicopot),” ucap Usman pada Kompas.com, Senin (5/9/2022).

Profil Suharso Monoarfa

Suharso Monoarfa adalah pengusaha yang terjun ke dunia politik.

Dia lahir di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada 31 Oktober 1954.

Akan tetapi, Suharso Monoarfa dan keluarganya pindah ke Malang, Jawa Timur, dan menempuh pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah umum di kota itu.

Suharso menempuh pendidikan di SDN Tretes II, Malang pada 1966. Setelah itu dia bersekolah di SMPN 3 Malang pada 1969.

Suharso kemudian masuk ke SMAN 1 Malang pada 1972.

Selesai SMA, Suharso kemudian melanjutkan ke pendidikan tinggi dan masuk ke Akademi Geologi dan Pertambangan, Bandung pada 1973.

Berselang 5 tahun kemudian, Suharso melanjutkan kuliah di Fakultas Planologi Institut Teknologi Bandung pada 1978.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Planologi ITB pada 1979, Suharso Monoarfa melanjutkan S2 jurusan Executive Program University of Michigan, AS, pada 1995.

Suharso Monoarfa juga mengambil S2 Executive Development Program di University of Standard, AS, pada 1994.

Pada 2014, Suharso Monoarfa menerima gelar Dr. Honoris Causa bidang bisnis oleh William Business College, University of Sydney, Australia, pada 2014.

Berbekal ilmu yang dimilikinya, Suharso Monoarfa mulai bekerja di Bandung.

Berbagai perusahaan dia sambangi dan mendapatkan berbagai posisi jabatan, yaitu:

  • Peneliti/Project Leader Master Plan Pengembangan Bandung Raya, Penelitian dengan Lembaga Bantuan ITB (1976)
  • Peneliti/Project Leader Survey Tingkat Kemiskinan dan Disparitas Pendapatan beberapa Kota Besar di Pulau Jawa, BRM Bandung (1978-1980)
  • Direktur Penerbitan IQRA Bandung (1979-1981)
  • General Manager PT First Nabel Supply (Gobel Group) (1981-1982)
  • Peneliti/Project Leader Studi Kelayakan Pabrik Gula di Sulawesi Utara, Tando Consultant (1981)
  • Peneliti/Project Leader Pengembangan Listrik Masuk Desa melalui Kelayakan Pembangunan Mini Hydro Plant BAPPENAS, NTB (1982)
  • Direktur Pengembangan Sumber Daya Anggota KOPINDO (1983-1986)
  • Peneliti/Project Leader Pengembangan Ulat Sutra di Sulsel Nusa Consultant (1986)
  • Peneliti/Project Leader Peningkatan Usaha KUD melalui Pendekatan Single Commodity Departemen Koperasi (1987)
  • Direktur Nusa Consultant (1988-1991)
  • Pemimpin Usaha Harian Majalah Mobil Motor (1991-2000)
  • Asisten Direktur Utama PT Bukaka Teknik Utama (1992-1994)
  • Corporate Secretary PT Bukaka Teknik Utama (1994-1996)
  • Direktur PT Bukaka Sembawang Systems (1995-1998)
  •  Komisaris PT Batavindo Kridanusa (1996-2000)
  • Peneliti/Project Leader Produk Unggulan dan Kebijakan Industri Nasional, KADIN (1996)
  • Direktur PT Bukaka Telekomindo International (1997-2000)
  • Komisaris Utama PT Agro Utama Global (1999-2002)

Suharso Monoarfa sukses di dunia usaha selama 20 tahun.

Suharso Monoarfa pernah menikah dengan Carolina Kaluku. Namun, pernikahannya berujung perceraian pada 12 September 2011.

Setelah itu, Suharso Monoarfa menikah lagi dengan Nurhayati Effendi.

Setelah sukses di dunia usaha, Suharso Monoarfa menjajaki dunia politik.

Pada pemilu 2004, dia bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009.

Pada 2009, Suharso Monoarfa dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri Perumahan Rakyat di Kabinet Indonesia Bersatu II.

Belum sampai empat tahun menjabat, tepatnya tahun 2011, Suharso Monoarfa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri karena alasan pribadi.

Ia kemudian melanjutkan bisnisnya lagi di bidang manufaktur dan kimia.

Meski tidak lagi di pusaran pemerintah, Suharso Monoarfa tetap aktif di partai.

Sosoknya mencuat saat terjadi konflik internal PPP antara kubu Suryadadharma Ali dan M. Romahurmuziy.

Suharso Monoarfa yang tadinya mendukung Suryadharma Ali memutuskan bergabung dengan kubu Romahurmuziy.

Pasca Pilpres 2014, Suharso Monoarfa dan PPP kubu Romahurmuziy memutuskan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mereka enggan menjadi kubu oposisi seperti yang dilakukan PPP kubu Suryadharma Ali.

Alhasil, Presiden Joko Widodo meminta Suharso Monoarfa untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2014-2019.

Presiden Jokowi kemudian mengangkat Suharso menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sejakl 23 Oktober 2019.

Surat pemberhentian

Melalui keterangannya Usman menjelaskan bahwa pimpinan tiga Majelis DPP PPP telah melayangkan surat pemberhentian ketiga untuk Suharso pada 30 Agustus 2022.

Dalam penjelasannya, para pimpinan majelis berkesimpulan telah terjadi sorotan dan kegaduhan PPP secara meluas yang tertuju kepada Suharso Monoarfa secara pribadi dengan masyarakat Indonesia, yang merupakan pemilih dan simpatisan PPP, atau boleh dikatakan umat yang sayang dan peduli kepada eksistensi dan marwah PPP sebagai wadah perjuangan politik umat Islam Indonesia.

Kemudian, tiga pimpinan majelis meminta pendapat hukum dari mahkamah partai apakah langkah tersebut telah sesuai anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) PPP.

“Serta meminta pengurus harian DPP PPP segera melaksanakan rapat untuk memilih dan menetapkan pelaksana tugas ketua umum untuk mengisi lowongan jabatan tersebut,” paparnya.

Usman menyampaikan, pada Jumat (2/9/2022) dan Sabtu (3/9/2022) di Bogor, mahkamah partai sepakat dengan usulan pimpinan tiga majelis PPP untuk memberhentikan Suharso sebagai Ketua Umum PPP masa jabatan 2020-2025.

Proses tersebut berlanjut dengan diadakannya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Banten yang diikuti pimpinan wilayah 29 provinsi, Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, Majelis Pertimbangan, banom, serta pimpinan DPP PPP.

“Menghasilkan ketetapan memberhentikan saudara Suharso Monoarfa dan mengukuhkan H.Muhammad Mardiono sebagai PLT (pelaksana tugas) Ketua Umum DPP PPP sisa masa bakti 2020-2025,” katanya.

Sementara itu, belum ada pernyataan dari pihak Suharso terkait hal ini.

Kepada Kompas.com, Mardiono membenarkan informasi tersebut dan menyatakan bahwa Suharso digantikan agar fokus menjalankan tugasnya sebagai Menteri Bappenas.

“Kita melakukan pembagian tugas agar beliau (Suharso) juga fokus menjalankan tugas kenegaraan,” ujar dia.

Ia mengungkapkan Suharso tak mengikuti proses pencopotan tersebut karena baru tiba ke Tanah Air pasca perjalanan dinas luar negeri.

“Beliau pagi ini baru kembali ke tanah air habis melakukan perjalanan tugas negara dari luar negeri. Kemudian ini baru akan dibangun komunikasi kembali dengan para kader,” ujarnya.

Belum ada pernyataan resmi dari Suharso terkait keputusan ini.

Diketahui, Suharso sempat menjadi sorotan karena menyampaikan kerap diminta memberi amplop berisi uang untuk para kiai.

Kejadian itu dialaminya ketika melakukan kunjungan ke berbagai pesantren.

Akan tetapi, ia telah meminta maaf dan mengaku khilaf telah menyampaikan pernyataan tersebut.

“Saya mengaku itu sebuah kesalahan, saya memohon maaf dan meminta untuk dibukakan pintu maaf seluas-luasnya,” kata Suharso di acara Sekolah Politik PPP di Bogor, 19 Agustus 2022.

(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Bagus Santosa)

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/05/12040221/profil-suharso-monoarfa-yang-diberhentikan-dari-ketum-ppp

Terkini Lainnya

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke