Kekhawatiran ini disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik.
Taufan mencontohkan bkasus pembunuhan Marsinah, aktivis buruh yang dihilangkan oleh aparat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di masa Orde Baru.
Para pelaku bebas, bukan karena hakim yang memimpin sidang tak kooperatif, tapi karena kurangnya alat bukti di persidangan yang meyakinkan hakim.
Saat itu bukti dari kasus Marsinah hanyalah bukti kesaksian saja, dari para tersangka sendiri.
"Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C (dan) si D. (Kemudian) si D menjadi saksi buat si B, si A (dan) si C," kata Taufan, Jumat (2/9/2022).
Kasus pembunuhan Brigadir J ini hampir mirip. Polisi dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak banyak memiliki bukti selain keterangan para tersangka sendiri.
Bukti-bukti yang seharusnya ada sudah dilenyapkan, beberapa saksi sudah dikonsilidasi oleh Ferdy Sambo sehingga keterangan mereka berubah-ubah.
Keterangan yang berubah-ubah bisa saja dicabut saat persidangan berlangsung, kemudian Sambo bebas dari jerat pidana.
"Ini yang saya khawatirkan, kalau misalnya mereka ini kemudian bersama-sama menarik pengakuannya. BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah, kacau itu kan!" imbuh Taufan.
Pendapat senada dilontarkan oleh Pakar Hukum Pidana yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia Otto Hasibuan.
Menurut Otto, segala kemungkinan dalam persidangan bisa terjadi, termasuk kemungkinan Ferdy Sambo bebas dari hukuman penjara.
Saat ini, kata Otto, yang terpenting adalah bagaimana kejaksaan bersama kepolisian menyajikan alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk menghukum Ferdy Sambo CS.
"Kalau saya berpendapan bisa lolos atau tidak, segala kemungkinan bisa terjadi. tergantung bukti yang nanti disajikan di pengadilan kan," papar Otto.
Minta polisi dan kejaksaan perkuat alat bukti
Kembali Taufan, agar kasus tersebut bergulir dengan baik di pengadilan kepolisian sebaiknya melengkapi alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk menghukum Ferdy Sambo.
Taufan mendorong agar polisi dan jaksa tidak bergantung pada pengakuan para tersangka.
Tak ada lagi pengakuan korban, karena korban sudah tiada, sehingga perlu kerja keras dari aparat untuk melengkapi bukti-bukti pembunuhan berencana.
"Dalam pengamatan kami, (pengungkapan kasus) masih sangat bergantung pada pengakuan-pengakuan. Sekarang, terutama penyidik, kami dorong untuk terus mencari barang-barang bukti lain yang sudah hilang, dipindahkan, atau dirusak karena adanya obstruction of justice," ucap Taufan.
Senada dengan Taufan, Otto menilai sudah semestinya pihak kejaksaan bekerja keras menyajikan perkara ini di depan hakim dengan bukti yang terang.
Kasus Ferdy Sambo, kata dia, menjadi pertaruhan nama baik kejaksaan agar kepercayaan masyarakat terhadap tuntutan kasus itu bisa ikut terpenuhi.
"Yang saya harus berikan catatan adalah, bola akhirnya di kejaksaan, kalau jaksa menyajikan perkara ini tanpa dasar dan melengkapi bukti-buktinya, nanti yang babak belur itu kan kejaksaan. kepercayaan masyarakat kepada kejaksaan (bisa turun)," kata Otto.
Obstruction of justice persulit pengungkapan kasus
Dalam laporan penyelidikan Komnas HAM, sebagian besar berisi tentang tindakan obstruction of justice atau tindak menghalang-halangi penegakan hukum yang dilakukan sang jenderal bintang dua.
Komisioner Komnas HAM bidang Penyelidikan M Choirul Anam mengatakan, perusakan dan penghilangan barang bukti, konsolidasi para saksi hingga menggerakkan aparat kepolisian dilakukan oleh Sambo.
Setidaknya ada 97 polisi yang diperiksa terkait dugaan ikut dalam tindakan obstruction of justice, enam di antaranya siap disidang dalam Komisi Kode Etik Polisi (KKEP).
Anam mengatakan, obstruction of justice yang dilakukan Sambo dalam pembunuhan Brigadir J menjadi catatan penting.
Karena peristiwa ini bisa saja terulang kepada siapa saja yang memiliki jabatan dan kekuasaan layaknya Sambo.
"Jadi kalau ada pengaruh jabatan ya semuanya membuat skenario jadi ancar, mengubah TKP juga lancar, mengonsolidasi saksi juga lancar," papar Anam, Kamis (1/9/2022).
"Tidak boleh (lagi) orang yang saat itu punya kekuasaan besar, merusak semuanya menghalangi orang untuk mencari keadilan, menghalangi orang untuk mendapatkan kepastian hukum," ucap dia.
Beragam bukti yang membuktikan obstruction of justice
Komnas HAM mengungkapkan, ada beragam bukti yang mempertontonkan aksi obstruction of justice, yang dilakukan Sambo CS dalam kejahatan pembunuhan Brigadir J.
Tidak hanya melalui perusakan, tapi juga adanya pemotongan video CCTV yang diberikan kepolisian kepada Komnas HAM.
Pemotongan video ini bahkan mengubah isi substansi penyelidikan.
"Akhirnya ini kan ketemu videonya (yang utuh)," kata Anam.
Selain itu, Sambo diduga menggerakkan kurang lebih 97 personel kepolisian untuk merusak atau menghilangkan bukti, memuluskan skenario hingga mengonsolidasi saksi dalam kasus kematian Brigadir J.
Istri Sambo, Putri Candrawathi juga tak luput menjadi salah satu pelaku obstruction of justice, dengan mengubah keterangan lokasi dugaan pelecehan seksual dari Magelang, Jawa Tengah ke Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Bukti lain adanya upaya obstruction of justice adalah penggantian ponsel para tersangka, ponsel orang terdekat Sambo hingga ponsel korban Brigadir J.
Serta, lanjut Anam, ada perintah dari Ferdy Sambo untuk mencuci baju para tersangka guna menghilangkan jejak gunshot residue (GSR) setelah proses penembakan Brigadir J.
"Ada perintah bajunya dicuci untuk menghilangkan GSR," tutur Anam.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/03/09534871/obstruction-of-justice-yang-buka-peluang-ferdy-sambo-lolos-dari-jerat-pidana