Salin Artikel

Komodifikasi Pendidikan dan Profesor Penghasil Zombie

Guru besar ilmu komunikasi Unila itu diamankan KPK bersama tujuh orang lainnya yang terdiri dari Wakil Rektor 1, Dekan Fakultas Teknik (FT), dosen dan pihak swasta.

KPK kemudian menetapkan Prof Dr Karomani (KRM) sebagai tersangka kasus suap proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila. KPK menyebut, nilainya sekitar Rp 5 miliar.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan kepada media, pada 2022, Unila sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri, ikut menyelenggarakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selain SNMPTN, Unila juga membuka jalur khusus, yaitu Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

"Selama proses Simanila berjalan, KRM diduga aktif untuk terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila dengan memerintahkan HY (Heryandi) selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat serta melibatkan MB (Muhammad Basri) selaku Ketua Senat untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orangtua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas," kata Ghufron dalam konferensi pers di kantor KPK, Minggu (21/8/2022).

Sungguh miris. Di tangan orang-orang seperti ini, dunia pendidikan kita semakin hancur.

Bukankah perguruan tinggi merupakan pranata sosial yang seharusnya mengedepankan kebenaran dan kebaikan?

Orang-orang yang semestinya menjadi cahaya bagi calon-calon intelektual di masa depan, malah merasa tak berdosa melakukan komodifikasi dunia pendidikan demi setumpuk uang.

Bangku kampus bukan lagi untuk anak-anak muda Indonesia yang berprestasi dan yang mampu memenuhi kualifikasi akademis, tapi menjadi ATM berjalan bagi para penyandang gelar akademik kelas dewa di kampus.

Nelson Mandela pernah mengatakan, "Education is the most powerful weapon which you can use to change the world."

Bukankah sangat indah kata-kata ini jika dihadapkan dengan idealitas dunia pendidikan. Tapi betapa mirisnya hati kita jika ucapan Nelson Mandela sang Bapak negara Afrika Selatan tersebut disandingkan dengan fakta yang kita dapati hari ini di sini, di mana seorang rektor tanpa malu-malu mengomodifikasi bangku kampusnya untuk setumpuk uang.

Dunia pendidikan bukan lagi sebagai instrumen perubahan menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik, tapi justru ikut menjadi masalah yang membuat dunia menjadi tempat yang semakin "miris" untuk ditinggali.

Apa yang dilakukan Rektor Unila adalah gambaran awal atas apa yang dihasilkan dunia pendidikan kita hari ini. Kabarnya realitas ini sudah menjadi rahasia umum di berbagai institusi pendidikan kita.

Tak heran jika korupsi di dalam setiap proses pendidikan kita kemudian hanya menghasilkan manusia-manusia bergelar yang akhirnya dengan mental yang sama juga ikut melakukan hal yang sama di setiap jabatan yang mereka duduki, yakni korupsi.

Mereka dengan sadar ikut merusak sistem ekonomi politik kita dengan menggergaji kapasitas negara ini dalam melawan kemiskinan dan keterbelakangan.

Dan secara politik, rektor semacam KRM dan kawan-kawannya tersebut berperan besar dalam melahirkan zombie-zombie dan buzzer-buzzer yang menjual kemampuan akademiknya untuk menciptakan kerusuhan-kerusuhan di dalam ruang publik kita.

Tak heran kemudian, dunia pendidikan yang mereka ciptakan telah melahirkan tokoh-tokoh bergelar mentereng yang dengan suka cita menggadaikan gelarnya untuk memperkeruh kehidupan berbangsa dan bernegara.

Meminjam istilah ekonom penerima Nobel bidang ekonomi tahun 2008, Paul Krugman, dalam buku barunya tahun 2020 lalu, "Arguing with Zombie, " dengan latar di atas, dunia pendidikan kita akhirnya ikut melahirkan zombie-zombie di ruang publik, yang berpikir dan berbicara di luar pakem intelektualitas.

Mereka dengan sukacita menciptakan dan menyebar hoaks, membangun narasi-narasi kebencian nan provokatif, membudidayakan narasi adu domba, dan menginterpretasi data dan fakta secara picik sesuai kepentingan ekonomi politik para sponsor.

Padahal, para intelektual selayaknya menyampaikan narasi dan interpretasi atas fakta-fakta yang ada berdasarkan keilmuannya, bukan berdasarkan kepentingan dan pesanan sponsor.

Perkara nanti bertabrakan dengan narasi dan interpretasi lainnya yang didasarkan atas kepentingan ekonomi politik atau atas preferensi ideologi, yang tak jarang hanya dibalut dengan angan-angan, data palsu, berita bohong atau fakenews, dan berbagai macam bentuk narasi provokatif, adalah perkara lain.

Karena itulah Krugman menganalogikan kubu semacam itu dengan "zombie," di mana konteksnya adalah kubu konservatif di Amerika Serikat, yang dianggapnya lebih sering berargumen berdasarkan prasangka, data hoaks tak valid, dan berbagai macam mimpi ideologis lainnya.

Bagi seorang intelektual sejati, tentu tak ada kewajiban untuk berdebat panjang lebar dengan kubu semacam ini, kata Krugman di dalam pengantarnya.

Sebagai intelektual, cukup hadirkan saja analisa dan pandangan yang jernih dengan landasan logika yang jelas dan fakta-fakta yang nyata, itu sudah cukup.

Dan di sinilah masalahnya hari ini. Karena peran orang seperti KRM dan kawan-kawannya, yang saya yakin ada di hampir semua kampus Indonesia, dunia pendidikan kita kemudian lebih banyak menghasilkan zombie ketimbang intelektual.

Dosanya bukan saja sekadar pidana, tapi generasi muda yang lahir atas cara kerja para profesor penghasil zombie ini yang jauh dari kualitas dan integritas.

Tak lupa, mereka juga termasuk pihak yang berdosa atas lahirnya gelar master, doktor, atau doktor honororis causa, yang tidak dihasilkan melalui jerih payah akademik dan kontribusi nyata atas kemajuan ilmu pengetahuan bahkan negeri ini, tapi melalui mekanisme tawar-menawar harga.

Pun tak diragukan lagi, dosanya juga sudah masuk kategori intergenerasional. Karena itu, KPK, jaksa, dan pengadilan perlu mempertimbangkan hukuman yang lebih pantas untuk profesor perusak generasi muda dan penghasil zombie semacam itu, agar menjadi shock teraphy bagi pejuang-pejuang pendidikan lainnya agar tidak terjebak ke dalam lembah komodifikasi pendidikan yang menghasilkan zombie-zombie perusak negeri ini.

Kejadian ini harus menjadi lampu kuning bagi pemerintah dan penegak hukum, agar tidak ada lagi korban-korban predator pelacur akademik ke depannya.

Karena setiap tahun ada ratusan ribu calon mahasiswa baru yang berpotensi jadi korban.

Badan Pusat Statistik mencatat tahun 2021, jumlah mahasiswa di Indonesia tercatat sebanyak 8.956.184, naik 4,1 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 8.603.441 orang.

Artinya ada penambahan sekitar 350.000 mahasiswa baru di kampus setiap tahun dan selalu meningkat dari tahun ke tahun, yang berpotensi menjadi korban mereka.

Kata Winston Churchill, “ Semua manusia membuat kesalahan, tapi hanya orang bijak yang belajar dari kesalahan mereka”. Semoga demikian adanya.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/21/12235891/komodifikasi-pendidikan-dan-profesor-penghasil-zombie

Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke