Ia memaparkan sejumlah alasannya. Pertama, kesinambungan pembangunan bisa dijaga melalui undang-undang yang ada.
“Yang penting DPR bisa konsisten mengawal arah pembangunan melalui fungsi pengawasan,” tutur Lucius pada Kompas.com, Jumat (19/8/2022).
Kedua, masyarakat dan DPR bekerja sama dalam proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
“Kalau publik dibiarkan berpartisipasi dalam merancang pembangunan, DPR menjadi penampungan sekaligus perpanjangan tangan rakyat ke pemerintah, maka kesinambungan itu bisa dijaga melalui koordinasi, dan konsolidasi perencanaan pembangunan,” papar dia.
Ketiga, tak ada mekanisme yang tepat untuk menerapkan PPHN saat ini.
Sebab, PPHN diusulkan bakal disahkan melalui tiga hal yakni konvensi ketatanegaraan, amandemen UUD 1945, dan pembentukan undang-undang.
Lucius menyampaikan, konvensi tak dikenal sebagai salah satu instrumen resmi dalam pembentukan peraturan maupun hierarki undang-undang di Indonesia.
Sementara itu, upaya amendemen 1945 dirasa berlebihan untuk sekedar memasukan PPHN.
“Ini jelas bukan perkara mudah. MPR sendiri nampaknya sudah tak mau bertaruh mendorong amandemen untuk sekedar memasukkan PPHN,” ujar dia.
Lalu, pembentukan undang-undang yang dinilai rawan ditunggangi banyak kepentingan.
“Melalui pembuatan undang-undang juga beresiko menjadi mainan politik kepentingan ala DPR,” ucap Lucius.
Terlebih, sistem demokrasi presidensial di Indonesia yang membuat masyarakat memilih dan memberi mandat tertinggi pada presiden.
Jika presiden tak mengikuti ketentuan PPHN, kata Lucius, MPR pun tak bisa menurunkannya dari jabatan.
“Jadi semua masih terkesan cari-cari alasan saja dari MPR dengan mendesak PPHN (disahkan) sesegera mungkin,” kata dia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengklaim PPHN merupakan solusi untuk mewujudkan keberlangsungan pembangunan bangsa meski pucuk pimpinannya berganti.
Dalam Sidang Tahunan MPR, DPR dan DPD RI, Selasa (16/8/2022) Bamsoet menyebut pengesahan bakal diupayakan melalui konvensi ketatanegaraan.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menuturkan pendapat yang berbeda.
Ia mengatakan, pengesahan PPHN belum diputuskan melalui konvensi.
Sebab, panitia ad hoc yang bertugas mengkaji PPHN baru akan dibentuk September.
Di sisi lain, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Idris Laena justru mengungkapkan bahwa belum ada kesepakatan di internal MPR terkait keberadaan PPHN.
Ia malah menyebut pernyataan Bamsoet dalam sidang tahunan itu sesat dan tak bisa dibenarkan.
Sebab, penentuan PPHN masih membutuhkan waktu yang panjang.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/20/04561701/pphn-dinilai-bukan-solusi-keberlanjutan-pembangunan-bangsa