Salin Artikel

Netralitas ASN dalam Kontestasi Demokrasi

Netralitas PNS dalam kontestasi demokrasi merupakan harga mati dan nilai luhur yang harus dijaga.

Posisinya di birokrasi pemerintahan bisa memengaruhi secara massif terhadap masyarakat pemilih. Mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti petugas kelurahan atau perangkat desa.

Namun demikian, PNS tetap bisa berpartisipasi dalam pemilu legislatif, pemilu presiden,  pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.

Bahasan di bawah ini menjabarkan peraturan mengenai netralitas ASN/PNS dalam kontestasi demokrasi di Indonesia.

Pemerintahan digerakkan oleh ASN yang dalam kehidupan pekerjaannya memiliki hubungan sosial politik yang rumit.

Mereka harus tunduk kepada pimpinan. Sementara kuasa pimpinan daerah atas PNS sangat besar terkait promosi hingga penempatan jabatan.

Apakah ASN sangat politis? Bagaimana peran ASN dalam demokrasi? Seberapa penting ASN dalam proses tahapan estafet kepemimpinan eksekutif daerah?

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul saat pergantian kepala daerah dari dahulu hingga sekarang.

Pada pemilu 2019 lalu, data Badan Kepegawaian Negara (BPN), ada 990 kasus pelanggaran netralitas ASN (Kompas.com, 12 April 2019).

ASN bisa menjadi kekuatan nyata secara politik sesuai dengan kemampuan mengakomodir pemimpin. ASN bisa diarahkan sesuai kehendak eksekutif daerah dengan menggunakan tangan kepala dinas, BUMD atau paling tinggi jabatan sekretaris daerah.

Politis atau tidak, ASN atau PNS terkadang harus memainkan peran agar bisa bertahan di posisinya. ASN mampu menghimpun kekuatan massa untuk kepentingan politik.

Sebagian ASN sulit menolak keinginan berpolitik. Pegawai negeri yang terus menerus ditekan dan diarahkan untuk memilih salah satu kekuatan politik, kemudian hari sulit menolak kepentingan politik penguasa karena sudah mendarah daging.

ASN yang membuktikan mampu mengimpun suara akan diberi hadiah kenaikan pangkat dan jabatan. Bagi yang melawan pemenang pilkada akan dipindahkan atau di-non-job kan sesuai kehendak para pembisik kepala daerah. Semua tergantung siapa menang dan kalah dalam pemilihan umum.

Pascareformasi, ASN yang terbiasa berpolitik galau dalam berdinamika setelah adanya UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, serta PP Nomor 17 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Jabatan kepala Daerah.

Larangan kampanye bagi ASN diatur dalam Pasal 280 sampai 283, serta ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Regulasi menjaga netralitas

Dasar hukum penindakan ASN antara lain Pasal 87 ayat 4 huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara yang menyebutkan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Namun, aturan tersebut belum mampu mencegah keberpihakan aparatur terhadap calon kepala daerah.

Pasal ini menggunakan frase menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, bukan sebagai tim pemenangan kampanye.

Persolan pelik mengenai tim pemenangan berseragam PNS sulit dibuktikan bila berdasarkan ketentuan tersebut.

Maka pasal tersebut harus dimaknai meluas bukan hanya sebagai anggota/pengurus partai, tetapi PNS yang terang-terangan mengarahkan pilihan masyarakat kepada salah satu peserta pemilu.

Oleh karena itu, demi menjaga netralitas PNS, dibutuhkan aturan turunan berbentuk Peraturan Pemerintah. Di sinilah pentingnya kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Ketegasan ancaman bagi keberpihakan PNS diatur dalam Pasal 4 angka 15 PP No. 53/2010 yang menjaga asas demokratis bagi semua ASN.

Berdasarkan penguatan dari PP 53/2010, perlu diperhitungkan kembali pertemuan-pertemuan di rumah kepala dinas. Pertemuan yang dikiaskan dengan nama silaturahmi mampu mengancam indepedensi PNS dalam pemilu.

Selain itu, saat Petahana melakukan pertemuan langsung dengan masyarakat. PNS yang ikut serta rawan terlibat sosialisasi Petahana.

Di lain sisi, kepala dinas atau sekda memang dilarang memindahkan seorang PNS dari lingkungan unit kerjanya atas dasar apapun selama tahapan kampanye kepala daerah.

Namun, bisa saja keputusan terkait hal-hal administratif keluar dengan halus pada konteks mengarahkan pilihan kandidat sang kepala dinas.

PP No. 53/2010 memuat ketentuan sanksi hukuman disiplin bagi PNS yang melanggar netralitas (Pasal 12, angka 6, 7, 8, dan 9), yakni penjatuhan hukuman disiplin sedang, berupa:

1. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
2. Penundaan kenaikan pangkat selama 1(satu) tahun, dan;
3. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun;

Sedangkan sanksi hukuman disiplin bagi PNS yang melanggar netralitas (Pasal 13, angka 11, 12, dan 13), yakni penjatuhan hukuman disiplin berat, berupa:

1. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
2. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
3. Pembebasan dari jabatan;
4. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan
5. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Namun ancaman sanksi hukuman disiplin tentunya masih mengikat pada pola politik dan kepentingan pejabat tinggi. Perlu penegasan lebih keras terkait penjelasan sanksi-sanksi disiplin dan indikator pemberian/penjatuhan sanksi.

Netralitas aktif

Netralitas atau neutrality (kenetralan) berasal dari kata neutral yang berarti murni (Echols dan Shadily, 1989). Murni dalam hal ini disamakan dengan tidak memihak.

Dalam konteks manajemen PNS, UU Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian kata ’netralitas’ dijumpai pada pasal 3, yakni:

(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.

Netralitas PNS diartikan sebagai tindakan kerja yang mengakomodir semua kepentingan dalam urusan administratif di lingkungan unit kerja.

Akomodatif administratif berarti sebatas urusan surat menyururat layaknya izin dan pelbagai hal lain.

Konsep pengaktifan PNS dalam demokrasi berwujud: (a) relawan demokrasi; (b) Pengawas Independen; dan (c) kontrol pemerintah.

Pertama, PNS sebagai relawan demokrasi adalah bentuk tanggungjawab personal dalam demokrasi. PNS dalam hal ini melakukan sosialisasi potensi politik, tahapan dan tata cara pemilihan beserta peraturan perundang-undangan terkait.

PNS akan lebih didengar dan mampu menyentuh masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, PNS mampu mengarahkan masyarakat untuk mengkaji setiap permasalahan masyarakat berbasis data dan informasi yang langsung diraih dari pemerintahan.

PNS Relasi tentu bekerjasama dengan KPU dalam hal membangun program penguatan pendidikan politik yang sebenarnya merupakan tugas partai politik.

Program tersebut dibangun melalui pertemuan dan pemberdayaan beserta penguatan peran serta masyarakat melalui kebijakan bahwa “Setiap PNS harus memberikan pendidikan politik minimal tahapan dan tata cara pemilihan setiap hari kepada masyarakat”.

Kedua, PNS sebagai Pengawas Independen adalah program pengaktifan PNS yang sejalan dengan program pengawasan partisipatif dari Bawaslu.

PNS Pengawas melakukan kegiatan untuk saling awas, baik di internal unit kerja pemerintahan daerah maupun linkungan tempat tingal. Selain menjadi mata pemerintah untuk mengawasi setiap asas pemilu terjaga dan terlaksana dengan baik.

PNS menjadi barisan terdepan untuk melakukan pencegahan melalui sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pentingnya demokrasi serta integritas tahapan yang akan memproduksi kepala daerah berintegritas.

Program PNS Pengawas dimulai dengan menyusun juknis pengawasan kerja internal dan eksternal. Internal untuk mengawasi teman kerja, bahkan kalau perlu sekda dan kepala dinas dan lembaga BUMD.

Pengawasan eksternal dilakukan dengan membangun perkumpulan (ngumpul lapau/warung/poskamling) sebagai tempat berbagi pengetahuan.

Hal-hal yang dibicarakan bukan mengarahkan pilihan, namun dimulai dari program sosialisasi tahapan pilkada beserta ancaman-ancaman pidana.

Bila masyarakat memahami peran dan fungsinya bukan hanya sebagai pemilik asli kedaulatan bangsa, namun sebagai penggerak dan penguat kedaulatan tersebut, maka masyarakat akan menjadi pemilik asli politik demi mencapai tujuan berdiri negara.

Ketiga, PNS sebagai kontrol pemerintah bukan berarti seperti situasi orde baru. PNS di masa orde baru merupakan kekuatan politik penguasa untuk mempertegas kekuasaannya.

PNS sebagai kontrol pemerintah adalah program pengaktifan PNS yang bekerja untuk mengawasi program-program pemerintah yang sejalan dengan rencana kerja tahunan, menengah dan jangka panjang.

Dengan demikian, tidak ada program dadakan untuk mendukung dan memfasilitasi petahana atau pasangan calon lain selama kampanye.

Kontrol pemerintah juga bermakna sebagai kekuatan pemerintah untuk mendukung penyelenggara pilkada.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/18/16333641/netralitas-asn-dalam-kontestasi-demokrasi

Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke