Salin Artikel

Alasan Komnas HAM Baru Bentuk Tim Ad Hoc saat Kasus Munir Mendekati Kedaluwarsa

Beka mengatakan, Komnas HAM harus mengikuti tahap penyelidikan pelanggaran HAM sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Komnas HAM, kata Beka, tidak bisa langsung memulai lewat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, karena tidak boleh langsung mengindikasikan suatu kasus sebagai pelanggaran HAM berat.

"Untuk menentukan ini pelanggaran HAM berat pakai UU 26 Tahun 2000 itu tentang pengadilan HAM. Kemarin saya dan teman2 baru bekerja dengan UU 39 Tahun 1999, karena tahapannya begitu, kan tidak bisa ujug-ujug (menggunakan UU 39/2000) diputuskan ini ada indikasi pelanggaran HAM berat, enggak bisa. Harus dikaji dulu, mengumpulkan keterangan, kemudian dibentuk tim Ad Hoc," kata Beka saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Senin (15/8/2022) malam.

Beka juga menjelaskan, Komnas HAM memutuskan membentuk tim Ad Hoc bukan karena mendekati kedaluwarsa penuntuntan pidana dalam pembunuhan Munir sesuai batas waktu 18 tahun penyelesaian sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Komnas HAM melanjutkan proses penyelidikan karena merespons permintaan masyarakat sipil yang ingin menentukan nasib dari kasus Munir.

"Jadi enggak ada kaitannya dengan daluwarsa," kata Beka.

Karena kasus pelanggaran HAM berat, ucap Beka, tidak akan berpengaruh dengan masa kedaluwarsa penuntutan pidana.

Bila kasus tersebut ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, maka penuntutan pidana atas kasus Munir tidak memiliki batas kedaluwarsa.

Namun Beka menegaskan, saat ini Komnas HAM belum pada kesimpulan apakah pembunuhan Munir bisa diketagorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

Itulah sebabnya Komnas HAM membentuk tim Ad Hoc untuk mementukan apakah kasus Munir bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat atau tidak.

"Dari situ (hasil penyelidikan tim Ad Hoc) kemudian disimpulkan apakah satu peristiwa ddisebut pelanggaran HAM berat atau tidak," ucap Beka.

Peristiwa pembunuhan Munir

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan.

Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.

Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan. Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/16/18073161/alasan-komnas-ham-baru-bentuk-tim-ad-hoc-saat-kasus-munir-mendekati

Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke